(Tantangan hari 1)

Seorang dosen bertanya pada mahasiswa, tentang tujuan mengikuti mata kuliahnya. Jawaban mahasiswanya cukup bervariasi.

“Saya ingin menuntut ilmu, Pak,” kata salah seorang yang duduk di bangku depan. Pak Dosen hanya tersenyum dan manggut-manggut, sambil berkata, “Jawaban normatif, teoritis. Saya tidak yakin.” Kemudian dia melirik ke arah saya.

“Apa, Mas?” Saya bingung, mau jawab apa.

“Saya ingin ngisi absensi,“ jawab saya sekenanya. Raut wajah Pak Dosen semu merah karena jawaban saya terlihat tak serius. “Dan mengikuti kuliah Bapak,” sambung saya. Wajah Pak Dosen pun berubah menjadi ramah, kemudian dia berkomentar pendek. “Iya tidak masuk lebih dari 3 kali, tidak boleh ikut ujian.”

Lalu Pak Dosen menunjuk ke arah pojok belakang. “Coba, apa, Mas?” ucapnya singkat.

Teman saya yang duduk di bangku pojok itu pun menjawab, “Saya ingin mendapatkan nilai A, Pak.” Dengan raut serius sambil membenarkan tempat duduknya.

“Hanya itu,” kata Pak Dosen. Teman saya pun mengangguk yakin. “Anda mau saya beri nilai A, dan tak usah ikuti perkuliahan saya? Teman saya kaget, dia mengira Pak Dosen marah. “Saya tidak marah. Ini benar-benar saya tawarkan.” Dosen itu tersenyum penuh arti. “Atau mungkin ada yang mau, angkat tangan!” seru Pak Dosen di depan para mahasiswa. Hampir separuh mahasiswa dalam kelas mengangkat tangannya. Dengan malu-malu saya pun ikut mengacungkan jari.

Dia pun melanjutkan ucapannya. “Belajar itu proses dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak tahu menjadi tahu. Belajar harus ada perubahan dari semua aspek, baik kognitif, afektif, dan psikomotorik. Karena belajar itu proses, maka semua tahap dan aspek dalam pembelajaran harus dilalui. Jadi belajar itu tidak tiba-tiba. Apalagi kalau tiba-tiba dapat nilai. Karena angka itu bukan sekedar angka. Namun, di balik angka itu ada maknanya, di antaranya sebagai bukti terpenuhinya aspek-aspek dalam pembelajaran itu sendiri. Anda mau, pulang membawa nilai A. Tapi, tidak ada yang berubah atas diri Anda.” (Fiksi).