MOHAMAD YASIN

Mohamad Yasin, Lahir di Kediri, Tanggal 24 Agustus 1971. Bekerja sebagai dosen di Universitas Negeri Malang sejak tahun 1999. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
KELUAR DARI KUBANGAN LUMPUR  'RENDAHNYA LITERASI'

KELUAR DARI KUBANGAN LUMPUR 'RENDAHNYA LITERASI'

Indonesia masih berada kubangan lumpur literasi. Menurut PISA (Programme for International Student Assessment), skor rata-rata kemampuan membaca  murid di Indonesia tahun 2015 adalah 397 dan tahun 2018 menurun menjadi 391. Skor ini jauh dibawah skor rata-rata negara anggota OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) sebesar 500. Rendahanya skor kemampuan membaca ini apakah juga mencerminkan rendahnya kemampuan membaca guru di Indonesia?

Literasi adalah istilah umum yang merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, literasi tidak bisa dilepaskan dari kemampuan berbahasa.

Di Indonesia, 30% siswa mencapai setidaknya tingkat 2 dari 6 tingkat kemahiran dalam membaca (rata-rata OECD: 77%). Pada level 2 kemahiran membaca, minimal siswa dapat mengidentifikasi gagasan utama dalam teks dengan panjang sedang, mencari informasi berdasarkan eksplisit. meski terkadang kriterianya rumit, dan bisa merefleksikan tujuan dan bentuk teks ketika diarahkan untuk melakukannya. Kondisi ini jauh dari level yang diharapkan agar dapat dikatakan siswa masuk kategori siswa yang berliterasi (literate). Siswa dikatakan literate apabila siswa bisa memahami teks yang panjang, berurusan dengan konsep yang abstrak atau berlawanan dengan intuisi, dan dapat membangun pemahaman perbedaan antara fakta dan opini, berdasarkan petunjuk implisit yang berkaitan dengan konten atau sumber informasi.

Apa sebetulnya hal yang menjadi faktor penyebab rendahnya kemampuan membaca dan literasi siswa di Indonesia rendah? Apakah ada yang salah dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru kita? Apakah faktor sosial budaya menjadi faktor penghambat? Atau desain kurikulum di negara kita tidak memberi ruang siswa untuk meningkatkan kemampuan membaca dan literasi? Hal ini perlu menjadi perenungan bagi kita yang berprofesi sebagai pendidik (dosen, guru, ustad).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fuadi dkk (2020) terdapat beberapa penyebab rendahnya kemampuan literasi siswa. Salah satunya adalah faktor kompetensi literasi guru masih rendah. Guru sebagai ujung tombak terbentuknya siswa yang literate harus dapat menjadi role model. Guru harus dapat menjadi contoh bagi siswanya. Dalam pembelajaran, masih banyak guru yang hanya mengandalkan satu sumber belajar. Sumber belajar yang dipakai biasanya buku paket atau Lembar Kerja Siswa (LKS). Dengan minimnya bahan bacaan dalam LKS menyebabkan siswa sulit mendapatkan sudut pandang lain terkait dengan materi pembelajaran.  Jarang sekali guru yang menggunakan lebih dari dua sumber belajar. Misal buku referensi terkait dengan materi pembelajaran atau sumber belajar dari internet yang berupa e-book, artikel, video. Untuk membentuk siswa yang literate maka Guru harus membiasakan diri dengan sumber belajar yang berbeda. Dengan menggunakan sumber belajar yang berbeda, tentu sudah dibaca, diharapkan guru memiliki khasanah pemikiran dengan sudut pandang yang berbeda dan komprehensif.

Faktor kedua adalah metode pembelajaran yang digunakan. Guru harus mampu menggunakan model/metode pembelajaran yang dapat menggali dan mangasah kemampuan literasi siswa. Pembelajaran diharapkan tidak hanya mengantar pemahaman materi pelajaran saja, tetapi juga harus dapat mengembangkan pemikiran kritis (critical thinking) , kreatif (creativity), kolaborasi (collaborative), pemecahan masalah (problem solving), dan kemampuan mengkomunikasikan (communication)  ide, gagasan, pendapat, dan solusi. Kemampuan di atas akan terwujud apabila guru telah membaca, memahami, mengkolaborasikan materi dari beberapa sumber dengan sudut pandang yang berbeda (baca guru sudah literate) yang diterapkan pada pembelajaran.

Salah satu model/metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan literasi siswa adalah STEM (Science Technology Engineering and Mathematics). Metode pembelajaran berbasis STEM menerapkan pengetahuan dan keterampilan secara bersamaan untuk menyelesaikan suatu kasus. Pendekatan ini dinyatakan sebagai pendekatan pembelajaran abad-21 dalam upaya untuk menghasilkan sumber daya manusia dengan kognitif, psikomotor dan afektif yang berkualitas. Di Amerika, STEM telah dibahas sejak tahun 1990-an dan sampaikan sekarang masih terus dikembangkan.

Menurut Torlakson aspek STEM adalah Sains (science) memberikan pengetahuan kepada peserta didik mengenai hukum-hukum dan konsep-konsep yang berlaku di alam; Teknologi (technology) adalah keterampilan atau sebuah sistem yang digunakan dalam mengatur masyarakat, organisasi, pengetahuan atau mendesain serta menggunakan sebuah alat buatan yang dapat memudahkan pekerjaan; Teknik (engineering) adalah pengetahuan untuk mengoperasikan atau mendesain sebuah prosedur untuk menyelesaikan sebuah masalah; Matematika (math) adalah ilmu yang menghubungkan antara besaran, angka pola, dan ruang yang hanya membutuhkan argumen logis tanpa atau disertai dengan bukti empiris. Pengintegrasian keempat aspek STEM (Science, Technology, Engineering and Math) dalam pembelajaran akan membantu peserta didik menyelesaikan suatu masalah kontekstual dan konseptual secara jauh lebih komprehensif dan bermakna.

Metode pembelajaran STEM menuntut guru dan siswa harus banyak membaca (literasi) dengan memahami banyak hal dari pemamhaman sain, teknologi, engineering, sampai matematika. Dengan membaca banyak hal, diharapkan kemampuan literasi guru dan siswa dapat meningkat. Karena dengan metode ini, Guru dan siswa tidak hanya dituntut memahami tetapi juga secara kritis dan kreatif menghubungkan pemahaman tersebut untuk menyelesaikan permasalahan.  

Masih banyak lagi yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan literasi siswa. Contohnya memberikan pelatihan menulis opini, esai, ataupun reportase. Kemampuan menulis ini tidak hanya diarahkan untuk mendeskripsikan peristiwa, benda, ataupun percobaan di laboratorium tetapi lebih jauh menulis untuk mempengaruhi orang lain untuk berbuat atau tidak berbuat terkait dengan suatu hal.

Dengan upaya yang dilakukan guru dan siswa, harapannya dapat menigkatkan peringkat literasi siswa Indonesia. Meningkatnya literasi guru dan siswa juga akan meningkatkan banyak hal. Literasi dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dengan cara membaca berbagai informasi bermanfaat. Meningkatkan tingkat pemahaman seseorang dalam mengambil kesimpulan dari informasi yang dibaca. Meningkatkan kemampuan seseorang dalam memberikan penilaian kritis terhadap suatu karya tulis. Menumbuhkan dan mengembangkan budi pekerti yang baik di dalam diri seseorang. Meningkatkan nilai kepribadian seseorang melalui kegiatan membaca dan menulis. Menumbuhkan dan mengembangkan budaya literasi di tengah-tengah masyarakat secara luas. Meningkatkan kualitas penggunaan waktu seseorang sehingga lebih bermanfaat.

 

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post