MOHAMAD YASIN

Mohamad Yasin, Lahir di Kediri, Tanggal 24 Agustus 1971. Bekerja sebagai dosen di Universitas Negeri Malang sejak tahun 1999. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
MENGHIDUPKAN KEMBALI PROGRAM AKTA IV SEBAGAI PENGGANTI PPG

MENGHIDUPKAN KEMBALI PROGRAM AKTA IV SEBAGAI PENGGANTI PPG

Rumitnya pelaksanaan Pendidikan Profesi Guru konon menjadi salah satu alasan pemerintah mengubah Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Saat ini tercatat 1,2 juta guru yang belum tersertifikasi. Padahal kebutuhan guru yang bersertifikat sangat besar. Tercatat pada tahun 2022 ini jumlah guru yang pensiun adalah 70.000 orang, sedangkan jumlah guru dan calon guru yang mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) hanya sekitar 30.000 orang. Tentu jumlah ini sangat tidak berimbang. Data yang lain menunjukkan bahwa pada 2021, pemerintah menyediakan formasi untuk guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) sebanyak 506.000, namun 117.000 formasi kosong. Berarti, di satu sisi kebutuhan guru sangat tinggi, di sisi lain kebutuhan tersebut tidak bisa terpenuhi bukan karena jumlah calon guru yang kurang, tetapi lebih kepada kurangnya calon guru yang memiliki sertifikat kompetensi.

Pelaksanaan PPG didasarkan pada Undang-undang No 14 tahun 2005, yaitu Undang-undang tentang guru dan dosen. Pada pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga professional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berikutnya di ayat 2 pada pasal yang sama disebutkan pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga professional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Sedangkan untuk mendapatkan sertifikat pendidik, pada pasal 10 disebutkan Kompetensi guru sebagaimana dimaksud meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Sehingga satu-satunya jalan untuk mendapatkan sertifikat profesi adalah dengan pendidikan profesi. Dahulu Pendidikan profesi ini dinamakan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), tapi sekarang dikenal dengan nama Pendidikan Profesi Guru (PPG). Sebagai konskeunsi dari guru yang sudah mendapatkan sertifikat profesi, pemerintah berkewajiban memberikan tunjang. Hal ini bisa dilihat di pasal 16. Pasal 16 menyebutkan Pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Banyaknya guru yang belum tersertifikasi dan lamanya antrian bagi guru untuk mendapatkan kesempatan mengikuti pendidikan profesi mendorong Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk melakukan upaya untuk mengurangi jumlah guru yang belum tersertifikasi. Permasalahan guru yang belum tersertifikasi ini ikut dibahas dalam RUU Sisdiknas. Salah satu ide untuk mengurangi antrian sertifikasi guru lama yang sudah mengajar tak perlu mengikuti program tersebut.

Melalui RUU Sisdiknas, sertifikat pendidik dari profesi guru kini hanya menjadi prasyarat bagi calon guru baru. Sementara guru yang sudah mengajar tidak perlu lagi mengikuti pendidikan profesi untuk mendapatkan tunjangan. Jika dulu hanya guru sertifikasi yang berhak mendapatkan tunjangan profesi, dalam RUU Sisdiknas guru yang sudah mengajar dan belum sertifikasi juga akan mendapatkan tunjangan. Sementara bagi guru yang telah menerima tunjangan profesi dan tunjangan khusus seperti diatur dalam UU Guru dan Dosen, tetap akan menerima tunjangan tanpa ada perubahan.

Tetapi RUU Sisdiknas yang digagas oleh pemerintah tersebut belakangan mendapatkan penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Organisasi profesi guru PGRI pun bersuara keras menentang RUU tersebut. Salah satu hal pokok yang menjadi keberatan terhadap RUU tersebut adalah tidak adanya pasal yang secara eksplisit bahwa guru masih tetap mendapatkan tunjangan profesi.

Menghadapi permasalahan tersebut apakah sebaiknya Pendidikan Profesi Guru (PPG) dikembalikan formatnya menjadi terintegrasi dalam pendidikan guru. Dulu sebelum adanya program pendidikan profesi guru di Lembaga Ppendidikan Tinggi Keguruan (LPTK) dikenal adanya program AKTA IV. Program Akta Mengajar diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 013/U/1998 tentang Program Pembentukan Kemampuan Mengajar. Melalui program ini, setiap mahasiswa yang mengambil jurusan keguruan disamping mempelajari tentang materi bidang studi, mereka juga mempelajari tentang pengajaran dan mempraktikkannya Oleh karena itu setiap lulusan mendapatkan ijazah dan sertifikat berupa AKTA IV yang menunjukan bahwa lulusan tersebut memiliki kompetensi kemampuan mengajar.

Menilik materi yang diberikan pada program Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah tidak jauh berbeda dengan program AKTA IV. Materi PPG secara umum dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : pendalaman materi, pengembangan perangkat pembelajaran, dan praktik pengalaman lapangan. Melihat materi ini, secara umum adalah materi yang sudah didapatkan mahasiswa ketika mereka mengambil jurusan kependidikan. Di jurusan kependidikan, mahasiswa mendalami materi yang merupakan basis pengetahuan, mereka juga mempelajari tentang pedagogi, dan memprakikannya dalam bentuk Praktik Pengalaman Lapangan (PPL). Perbedaannya adalah, materi PPG disesuaikan dengan perkembangan jaman, seperti penggunaan model pembelajaran yang kreatif dan inovatif, muatan literasi dan numerasi, pengembangam kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS), serta pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan siswa (pembelajaran berdiferensiasi).

Dengan dikembalikannya model pengakuan kompetensi profesi seperti AKTA IV, maka tidak perlu lagi ada program Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang menyita banyak waktu, tenaga, dan dana. Pemerintah tinggal menggunakan lulusan tersebut untuk mengisi formasi yang kosong. Pemerintah tidak disibukan dengan program mendiklat guru-guru untuk mendapatkan sertifikat. Sertifikat adalah ranah personal yang harus sudah dipenuhi calon pelamar. Pemikiran ini sejalan dengan pemikiran Mendikbudristekdikti Nadiem Anwar Makarim bahwa sertifikat pendidik dari profesi guru kini hanya menjadi prasyarat bagi calon guru baru. Bagaimana menurut pendapat Anda?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen ulasannya, Bunda. Salam literasi

21 Sep
Balas

terima kasih

21 Sep

Mantab ulasannya Pak

21 Sep
Balas

terima kasih

21 Sep

Ulasan yang keren Pak Yasin

21 Sep
Balas

terima kasih..salam literasi

21 Sep

Kalau akta mengajar untuk sekarang sudah tidak dipakai, kenapa dari pihak perguruan tinggi masih mengeluarkan akta mengajar.Terus sekarang gunanya untuk kepentingan apa ??? Sedangkan utk melamar sebagai guru yg diutamakan yg punya serdik.

05 Sep
Balas

Kalau namanya yakni sertikat pendidik saja, jadi ambigu. Tapi misal sertifikat pendidik dan atau akta ngajar lebih baik. Karena sebagian mantan mahasiswa memiliki akta IV tertulis hal tsb. Kalau di aturannya kan tertulis sertifikat pendidik. Misal aturan itu juga berbunyi sertifikat dan atau akta IV.

17 Jan
Balas

Kalau namanya yakni sertikat pendidik saja, jadi ambigu. Tapi misal sertifikat pendidik dan atau akta ngajar lebih baik. Karena sebagian mantan mahasiswa memiliki akta IV tertulis hal tsb. Kalau di aturannya kan tertulis sertifikat pendidik. Misal aturan itu juga berbunyi sertifikat dan atau akta IV.

17 Jan
Balas



search

New Post