MOHAMAD YASIN

Mohamad Yasin, Lahir di Kediri, Tanggal 24 Agustus 1971. Bekerja sebagai dosen di Universitas Negeri Malang sejak tahun 1999. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
NASI GORENG YANG HAMBAR DI ISTANBUL

NASI GORENG YANG HAMBAR DI ISTANBUL

Setelah semua rombongan berkumpul, tour guide lokal memberikan pengarahan kepada kami. Tour guide kami ada dua. Untuk sementara yang menjemput di bandara adalah pak Bilal. Sedangkan tour guide yang satu, Bernama pak Fafa, menunggu kami di restoran tempat sarapan pagi. Tour guide menyampaikan selamat datang di Turki. Perlu diketahui ternyata banyak juga orang Turki yang belajar Bahasa Indonesia. Konon kabarnya pemerintah Turki sampai membuat program untuk mengirimkan pelaku wisata untuk khusus belajar Bahasa Indonesia di Jogjakarta. Kelihatanya pemerintah Turki sudah dapat membacara tren, bahwa di masa yang akan datang akan banyak wisatawan dari Indonesia yang berkunjung ke Turki. Dia menceritakan agenda kegiatan kami hari itu, dan sekaligus membagi bagi kami ke dalam dua kelompok, yaitu bis 1 dan bis 2. Rombongan dibagi menjadi dua kelompok karena jumlahnya cukup banyak, yaitu 58 orang. Saya dan istri berada di bis 1, bersama dengan Prof. Toto, yang kebetulan juga promotor saya di program doktoral Pendidikan Matematika UM Malang.

Setelah semua rombongan naik bis masing-masing, bis bergerak meninggalkan bandara menuju restoran untuk sarapan pagi. Bis bergerak dengan kecepatan sedang melewati jalan bebas hambatan. Sedikit berbeda dengan di Indonesia, struktur jalan tol yang menggunakan beton, maka di sini saya melihat jalan tol tetap menggunakan aspal. Memandang keluar jendela, terlihat masih belum banyak bangunan, mungkin karena lokasi bandara yang berada di luar kota sehingga belum bisa melihat keadaan Istanbul yang sebenarnya. Kondisi ini hampir sama kalau Anda berkunjung ke Malaysia. Letak bandara KLIA (Kuala Lumpur International Airport). Untuk menuju kota Kuala Lumpur jalan yang dilalui juga jalan bebas hambatan yang kiri-kanan relatif tidak banyak bangunan. Kebetulan kami datang ke Turki bertepatan dengan musim panas sehingga suasana hijau masih kelihatan. Saya mencoba mengamati jenis pohon yang ada di sepanjang perjalanan. Dari karaktersitiknya, tidak satupun jenis pohon yang saya kenali, semuanya asing.

Perjalanan bis semakin mendekati kota Istanbul. Padatnya kendaraan dan Ggdung bertingkat yang menjadi ciri sebuah kota besar sudah mulai kelihatan dan dirasakan. Bis berjalan agak terendat karena ramainya lalu lintas. Dari kejauhan terlihat Menara Radio TV Camlica, menara kebanggaan warga Turki. Menara ini memiliki ketinggian 369 meter (1.211 kaki). Menara ini memiliki dek observasi dan restoran untuk pengunjung. Menurut data, menara ini terletak di pantai utara Uskudar di sisi Asia. Di kejauhan juga terlihat jembatan Osmangazi (Turki: Osman Gazi Köprüsü). Jembatan ini adalah gantung yang membentang di Teluk İzmit pada titik tersempitnya, 2.620 m (8.600 kaki). Jembatan ini menghubungkan kota Gebze di Turki dengan Provinsi Yalova. Jembatan ini dibuka pada 1 Juli 2016 untuk menjadi jembatan gantung terpanjang di Turki dan jembatan gantung terpanjang keempat di dunia berdasarkan panjang bentang tengahnya. Tetapi pada tahun 2022, jembatan ini menjadi jembatan terpanjang ketujuh di dunia.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 40 menit, sampailah kami di restoran yang dituju. Karena bis tidak bisa parker, maka rombongan hanya “di drop” di tempat penurunan penumpang. Apabila sudah selesai sarapan, maka nanti rombongan akan dijemput kembali. Saya berpikir keren sekali restorannya, banyak pengunjung yang sedang menikmati sarapan, baik di ruang utama maupun di teras restoran. Oops…ternyata saya salah. Bukan itu restoran untuk kami, tapi restoran di belakangnya. Restorannya sederhana tapi cukup luas. Restoran ini ternyata milik orang Indonesia yang sudah bermukim di sana. Melihat wajah pemiliki yang wanita, saya bisa menyimpulkan kalau pemilik restoran ini adalah wanita Indonesia yang menikah dengan pria Turki. Kami masuk ke dalam restoran. Meja di dalam restoran sudah diatur untuk masing-masing 8 pengunjung. Di atas meja sudah tersedia makanan yang terdiri dari sayuran dengan aneka warna, ada yang berwarna merah, hijau, dan kuning. Juga tersedia roti. Saya dan istri mengambil tempat duduk di bagian belakang. Bersama dengan Prof. Hanafi, Profesor muda dari departemen Bahasa Arab. Beliau juga mendampingi istri tercinta yang kebetulan dosen di departemen Matematika seperti saya.

Sambil menunggu hidangan utama datang, kami mengambil air putih dan menuangkan dalam gelas. Kebetulan di sini air putihnya disediakan dalam botol, tepatnya botol plastik. Jadi kami harus menuangkan sendiri-sendiri ke dalam gelas yang sudah disediakan. Tak lupa roti yang sudah disediakan kami cicipi. Roti ini hampir sama dengan roti yang disajikan di pesawat. Untuk memakan roti ini didampingi dengan kuah kental seperti kuah kari ayam. Saya mencoba merasakan kari tersebut. Terasa aneh di lidah. Kita yang sudah terbiasa menikmati kari yang gurih di Indonesia, menikmati kari pendamping roti jadi agak aneh. Beberapa teman rombongan juga merasakan rasa yang aneh. Akhirnya saya memakan roti itu tanpa kari.

Selang 10 menit, hidangan utama sudah datang. Hidangan utama sarapan kali ini adalah nasi goreng dengn lauk telor dadar. Dalam hati saya bergumam….waduh..jauh-jauh ke Turki ketemu lagi dengan nasi goreng. Setiap meja diberikan satu bakul nasi goreng untuk ber delapan. Astaga …telurnya ternyata juga sudah dihitung sama pemilik restora. Satu piring telur dadar bulat terbagi menjadi delapan bagian. Jadi kami dapat bagian satu satu dengan tepat. Tahu benar ini pemilik restoran kalau yang datang adalah dosen-dosen matematika.

Secara bergiliran kami mengambil nasi goreng tersebut. Saya mengambil porsi secukupnya. Istri saya mengambil sedikit. Biasa sedang diet katanya. Sesendok nasi goreng masuk ke mulut. Agak terasa aneh..tidak seperti biasanya kalau saya menyantap nasi goreng di warung No. Warung nasi goreng langganan di kampung. Sedikit terasa hambar. Mungkin ini terjadi karena penyesuaian bumbu dengan bumbu yang ada di Turki. Sebagian besar dari masyarakat Indonesia menyukai rasa gurih dan pedas untuk nasi goreng. Kita sama tahu, rasa gurih nasi goreng bisanya didapatkan dari bumbu masak instan dan vetsin. Anehnya, walaupun sedikit hambar, satu bakul nasi goreng habis juga. Ternyata lauk paling nikmat untuk menikmati makanan adalah perut yang lapar. Dengan perut yang lapar, makanan yang sedikit hambar pun akan terasa enak.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post