MOHAMMAD HAIRUL

Mohammad Hairul adalah Guru SMP Negeri 1 Bondowoso, Jawa Timur. Instruktur Literasi Nasional Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan. Instruktur N...

Selengkapnya
Navigasi Web
Di Media Sosial Kita Cenderung Asosial?

Di Media Sosial Kita Cenderung Asosial?

Bangsa kita dulu mencipta kesan tersendiri bagi masyarakat manca. Bahwa bangsa Indonesia orangnya ramah dalam perilaku, santun dalam berbahasa. Bila orang luar saja mendapati kesan demikian, itu berarti sesama warga Indonesia pola interaksi yang terjadi kala itu adalah serupa saudara; saudara sebangsa dan setanah air. Suatu kesan yang membanggakan sekaligus mulai kita rindukan kembali.Entah kapan mulanya, kesan itu mulai luntur dan tergantikan. Kita tiba-tiba tercitrakan sebagai bangsa yang beringas, yang gemar saling menghujat dan bercaci-maki. Tindak kekerasan terjadi di mana-mana. Kasus kriminal tiada henti-hentinya. Kontestasi pilkada seolah kurang asyik tanpa adanya polarisasi. Sebagai dampaknya, wacana konfrontasi terjadi di alam nyata dan di dunia maya.Pola komunikasi yang kurang santun itu kian memprihatinkan bila kita membuka media sosial. Media yang seharusnya menjadi alat untuk memudahkan interaksi justru menjadi ajang konfrontasi. Media yang dapat memudahkan hubungan sosial melalui piranti teknologi ternyata justru menjadi tempat menjamurnya prilaku asosial. Dalam penggunaannya, media sosial justru menguak betapa bangsa kita mulai asosial.Keasosialan yang dimaksud berupa rendahnya kesantunan dan intoleransi dalam komunikasi di media sosial. Tiap-tiap pengguna media sosial cenderung berkutat dengan ego masing-masing. Kondisi tersebut mengarah pada rendahnya rasa toleransi, rendahnya tingkat apresiasi. Saat kedua hal tersebut terjadi, maka tidak heran bila media sosial menjadi ajang caci-maki, mau menang sendiri, di hadapan umum menyerang pribadi, dan bahkan berujung konfrontasi.Kondisi demikian sejatinya merupakan aib bersama seluruh bangsa. Saatnya koreksi diri dan introspeksi bahwa kondisi demikian mengarah pada hilangnya jati diri bangsa. Takkan ada lagi yang dapat kita banggakan sebagai bangsa bila pada saudara sendiri kita gemar saling mencaci maki. Saat tak ada lagi toleransi, saling menguak aib pribadi, dan cenderung merasa benar dan menang sendiri.Peran Edukasi Literasi InformasiDibutuhkan kecerdasan khusus dalam memahami arus informasi yang berseliweran di media sosial. Memilih untuk pasif dan menahan diri untuk tidak terburu-buru membagi informasi yang belum tentu kebenarannya. Atau memilih untuk segera berbagi entah dengan motif deklarasi diri; seorang diri menjadi yang paling pandai bila menjadi yang pertama nge-share informasi hoax.Gejala demikian sejatinya merupakan kerancuan psikologis. Di satu sisi naluri berbagi para warganet (nitizen) tentang informasi sedemikian tak terkendali. Namun di sisi lain, budaya literasi kiat memprihatinkan. Maka jadilah budaya nge-share tak lain justru merupakan penyebar berita bohong.Di sinilah media massa cetak maupun online memerankan diri mengedukasi masyarakat. Informasi yang berseliweran di media sosial baiknya dapat dikroscek dan dikonfirmasi kebenarannya melalui peran media massa. Peran sebagai pencerah di tengah kesimpangsiuran berita hoax perlu dilakukan. Menarik apa yang dilakukan salah satu media massa berbasis Islam di Jakarta beberapa waktu lalu. Pada edisi khusus ulang tahunnya, mereka menerbitkan edisi spesial hoax. Hampir seluruh rubrik di isi dengan informasi hoax. Hal itu sangat menarik, sungguh sangat menarik karena dari edisi serba hoax itulah masyarakat justru mendapat klarifikasi atas informasi yang sebelumnya berseliweran tanpa kejelasan. Berita-berita palsu bagaimanapun motifnya harus dihindarkan. Terlepas dari adanya kebermanfaatan sesaat yang mungkin ditimbulkan. Pencampuradukan atas keduanya tetaplah negatif pada ujungnya. Seperti halnya berita ‘wafatnya B.J. Habibie”, walaupun pasca share berita itu selalu berdampak panjatan doa-doa agar beliau khusnul khotimah. Namun, hal demikian tetaplah tidak etis.Menyikapi hal demikian, literasi yang dimaknai sebagai keterbacaan dan keterpahaman menemukan relevansi. Bahwa media massa tidak cukup sekadar mampu dibaca, namun harus mencapai fase dipahami, dimaknai pembaca. Dengan demikian kiranya warganet (netizen) akan berangsur lebih literat. Bahwa bila mendapati informasi, hal yang mendesak segera dilakukan bukanlah menge-share namun mengeroscek.Dikotomi Digital Native dan Digital ImmigrantAda kesenjangan pola interaksi pembelajaran di lembaga pendidikan. Interaksi antara siswa yang merupakan penduduk asli era digital dengan guru yang merupakan pendatang di era digital. Dampak modernisasi itu melahirkan paradigma baru dalam dunia pendidikan, yakni dikotomi antara siswa sebagai digital native dan guru sebagai digital immigrant.Guru berperanan penting untuk mengawal dan membimbing siswa dari dampak negatif modernisasi. Dibutuhkan peran guru untuk menjadikan gaya hidup digital siswa agar juga terakomodasi menjadi gaya belajar-mengajar digital. Siswa kita cenderung menghabiskan kegiatan di samping komputer, video game, pemutar musik (mp3), tablet atau ponsel. Tidak heran bila media sosial menjadi dunia kedua mereka. Karakteristik siswa demikian itu harus menjadi pengetahuan awal guru sebagai wujud implementasi kompetensi pedagogiknya. Dikotomi digital native dan digital immigrant menjadi tantangan serius dalam dunia pendidikan. Guru digital immigrant berbicara dengan bahasa usang di hadapan siswa digital native yang berbicara dengan bahasa yang baru sama sekali. Di sisi lain, para siswa itu masih membutuhkan bimbingan dalam mengaplikasi kedigitalan dalam hidupnya. Reformasi mindset guru sebagai digital immigrant sangat dibutuhkan dalam membimbing siswa digital native. Generasi layar sentuh itu membutuhkan sentuhan kita.*) Mohammad Hairul adalah Guru SMP Negeri 1 Klabang-Bondowoso, Ketua IGI Kabupaten Bondowoso. Peraih Penghargaan Literacy Award 2017 By Baznas dan Republika.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terima kasih sudah berbagi pak Hairul.

31 May
Balas

Terima kasih sama2, Pak Yuda. Salam kenal.

31 May
Balas



search

New Post