PENGEMIS ITU TERNYATA SUAMIKU
Cerita ini diambil dari karya besar kitab " Syarah Ratibul Haddad" ditulis oleh Al habib Alawi bin Ahmad bin Hassn bin Abdulloh bin Alawi al Haddad.
Di sebuah rumah besar, hiduplah sepasang suami istri yang kaya dipenuhi dengan kekayaan yang melimpah. Sang suami itu seorang pedagang yang sukses memiliki istri cantik berhati mulia. Suatu hari keduanya sedang makan siang, tiba-tiba pintu depan rumah ada suara ketukan. "Coba dilihat, siapa yang datang itu", kata suami. Bergegas istrinya berjalan membuka pintu, ternyata ada seorang pengemis lusuh yang meminta belas kasihannya. "Berikan saya sedekah bu?", kata pengemis. "Tunggu pak, saya masuk ke dalam", kata perempuan itu. Sesampainya di depan suaminya ia mengutarakan, bahwa di depan ada pengemis dan dia hendak ijin pada suaminya untuk memberikan makanan dan uang sekedarnya. "Buat apa kau pikirkan nasib pengemis itu, jangan kau beri apa-apa, lebih baik usir pengemis itu!", kata suaminya. "Tapi pak?", sergah istri. "Ah sudahlah, tutup pintunya, mengganggu saja!", bentak sang suami. Dengan sedih sang istri keluar menemui pengemis dan meminta maaf. Hatinya sedih, ia sungguh tak tega. Ia pandangi kepergian pengemis itu dengan iba.
Pada suatu ketika usaha dagang suaminya tidak berhasil dan terus mengalami kerugian hingga akhirnya laki+laki itu pailit. Namun istrinya wanita yang solihah selalu menghiburnya. Namun dasar perangai suaminya yang buruk selalu saja sikap istrinya selalu dinilai buruk dimatanya. Kebaikan istrinya justru membuat dia makin marah dan tersinggung hingga akhirnya pasangan suami istri itu bercerai.
Tak berselang lama wanita yang sudah bercerai itu mendapatkan jodoh. Ia dinikah oleh seseorang yang sederhana dan tekun. Atas usahanya, pasangan baru ini mendulang sukses dari usaha perdagangannya. Hartanya banyak namun tetap rendah hati.
Sore itu kedua pasangan suami istri ini sedang menikmati makanan lezat, sambil bercengkerama memecah kesinyian, maklum belum dikaruniai keturunan. Tiba-tiba pintu rumahnya diketuk orang. "Tok-tok, permisi bapak, berilah saya sedekah?". Kedua suami istri itu saling pandang, "bu, rupanya diluar ada pengemis, cepat kau bungkus ayam dan nasi ini, berikan padanya, kasihan", kata suami.
"Tentu suamiku, saya segera menemui pengemis itu", kata istri. Setelah memberikan sebungkus ayam dan nasi, wanita itu bergegas menemui suaminya dengan menangis terisak-isak. Air matanya deras mengalir. "Mengapa kau menangis istriku?, apakah kau tak rela dengan pemberian kita, karena harus ayam?". kata suami. "Bukan itu sebabnya", jawab istri. "Lalu kenapa?". Sang istri menceritakan, "ternyata takdir Allah itu sangat dahsyat, tahukah engkau, bahwa pengemis itu adalah bekas suamiku yang dulu sebelum engkau menikahi aku", cerita istrinya.
"Subhanalloh...kasihan sekali, dan tahukah engkau, wahai istriku, bahwa aku ini adalah seorang pengemis yang pernah meminta sedekah dulu pada mu", namun bukan pemberian tetapi sakit yang kudapat", Jawab sang suami. " Oh masyaalloh, maafkan aku suamiku", kata sang istri.
Merekapun saling memaafkan dan berpelukan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Subhanallah. Garis takdir ibarat semut hitam yang berjalan dalam pekatnya malam. Tak tahu ke mana akan berujung. Senantiasa berbuat baik pada mereka yang papa akan lahirkan kasih sayang Allah yang sesungguhnya.
Nasib seseorang bagai roda berputar kadang di puncak kadang di bawah, cara bijak adalah bersyukur atas apa yg ada dengan berbagi dengan org lain termasuk berbagi ilmu, bahagia dan jika punya maka dg harta...begitu ya kawan...
Siap nyantri, Kiai. Barakallah