Moh Jumadi, S.Pd

Orang yang suka berdandan perlente ini bernama Moh Jumadi, S.Pd, sering disebut juga dengan nama Mas Jumadi. Lahir di Desa Pilangwetan kecamatan Kebonag...

Selengkapnya
Navigasi Web
APRESIASI SASTRA PUISI

APRESIASI SASTRA PUISI

APRESIASI SASTRA PUISI

KRAWANG BEKASI

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi

Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,

Terbayang kami maju dan mendengar hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Tidak ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.

Kenang, kenang lah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa

Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa.

Kami Cuma tulang-tulang berserakan

Tapi adalah kepunyaanmu

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan

Atau tidak untuk apa-apa,

Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata

Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang-kenanglah kami

Teruskan, teruskan jiwa kami

Menjaga Bung Karno

Menjaga Bung Hatta

Menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat

Berikan kami arti

Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami,

Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu

Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

( Chairil Anwar 1948 )

Brawidjaia, jilid 7 no 16, Th 1957

Puisi Krawang Bekasi karya Chairil Anwar adalah salah satu puisi yang ditulis pada tahun 1957. Puisi ini sebenarnya merupakan bentuk pengharapan batin sang penulis terhadap kondisi yang ada. Pengharapan tersebut didasarkan pada perlakuan terhadap para pahlawan yang gugur dan dimakamkan di sepanjang jarak Krawang – Bekasi.

1. Analisis Intrinsik

Bagian-bagian yang secara langsung mengkonstruksi karya sastra.

v Nature of poetry / Hakekat Puisi :

Sens = Tema

Puisi Krawang-Bekasi karya Chairil Anwar bertemakan Perjuangan / Kepahlawanan. Hal ini tercantum dalam kata : Merdeka dan Angkat senjata.

Tone = Nyata

Pada kalimat bahwa mereka sudah tidak dapat berteriak lagi. Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi. Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi. Maksudnya, orang yang sudah meninggal tentu saja sudah tidak dapat bicara lagi. Tetapi merasa yakin bahwa tidak ada yang lupa terhadap deru semangat saat maju ke medan perang. Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami. Ungkapa mereka telah tidur panjang dipemakaman sepanjang Karawang Bekasi. Dituangkan dalam kalimat Kami sekarang mayat.

Feeling = Rasa

Dengan kepiawaian yang dimilikinya, Chairil Anwar telah menuliskan segala apresiasinya terhadap kondisi dan perasaan para pahlawan yang telah gugur dalam perjuangannya memberikan kemerdekaan bagi bangsa dan negaranya. Kami Cuma tulang-tulang berserakan, Tapi adalah kepunyaanmu, Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan. Kata-kata ini merupakan satu cara Chairil untuk mengingatkan kita terhadap segala jasa dan perjuangan yang telah dilakukan oleh para pahlawan.

Intenstion = Pesan/tujuan

Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata. Kaulah sekarang yang berkata, adalah kalimat ungkapan yang dituliskan oleh Chairil Anwar sebagai bentuk harapan tulus tanpa tendensi apa- apa. Kenang, kenanglah kami Chairil hanya ingin keberadaan mereka tidak dilupakan begitu saja, sebab bagi Chairil, negeri ini adalah jiwanya. Negeri ini adalah hati dan segala rasa yang ada di dalam jiwanya.

v Methode of poetry / Metode Pencitraan Puisi :

Dictiaon/Pilihan Kata

Walaupun Chairil mati muda, tetapi semangat Chairil tetap membara dan terus membahana di langit malam yang sepi. Chairil selalu berharap agar pada mala-malam sepi dan hening, keberadaan Chairil tetap dikenang sebagai sosok yang tiada henti berjuang untuk kemerdekaan batinnya yang saat itu terbelenggu keadaan. Chairil menyadari bahwa Chairil hanya tulang-tulang belulang yang berserakan, dan kaulah lagi yang tentukan nilai dari tulang-tulang tersebut, merupakan pilihan kata yang sangat tepat untuk mengungkapkan perasaan Chairil Anwar pada masa – masa yang dihadapi saat itu.

Congcret Word/Kata Kongkret

Chairil mengungkapkan kata tidur panjang dipemakaman sepanjang Karawang Bekasi. Kami sekarang mayat. Menngungkapkan bahwa kata ini nyata kalau mereka para Pahlawan telah menjadi mayat/tulang belulang. Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu. maksudnya telah mati menjadi tulang dipendam dalam tanah.

Figuratife Languade/ Gaya Bahasa

Meskipun mereka telah terbaring dalam pemakaman, tetapi mereka tetap memberikan semangat perjuangan yang tidak ada habisnya. Inilah pengharapan tak terbatas Chairil yang sepertinya ingin dia katakan. Kami sudah coba apa yang kami bisa, Tapi kerja belum selesai, Walaupun sebenarnya mereka telah menjadi tulang belulang yang berserakan di sepanjang jalan Karawang Bekasi. Yang terungkap dalam kata Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian.

Imagane/Pencitraan/Penalaran

Dibayangkan oleh Chairil Anwar bahwa sebenarnya para pahlawan itu selalu berkomunikasi dengan kita, generasi penerus. Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi. Mereka selalu mengingatkan agar kita melanjutkan segala perjuangan yang telah dilakukan. Mereka tidak ingin kemerdekaan yang telah didapat hilang begitu saja tanpa upaya untuk menjaga atau Mengembangkan menjadi lebih baik. Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian.Puisi Karawang Bekasi karya Chairil Anwar seakan merupakan jembatan mereka untuk menghubungi kita, generasi muda.

Rhytem/Sajak

Dalam pengambilan sajak pada puisi Krawang-Bekasi, Chairil Anwar berusaha menggunakan sajak bebas. Hal ini dikarenakan Chairil Anwar ingin mendobrak aturan-aturan yang membelenggu jiwanya terhadap kondisi yang ada saat itu.

Puisi Krawang-Bekasi terdiri dari 9 bait yang setiap baitnya juga berisi baris yang tidak sama :

Bait kesatu terdiri dari empat baris bersajak aaaa.

Bait kedua terdiri dari empat baris bersajak abca

Bait ketiga terdiri dari dua baris bersajak aa

Bait keempat terdiri dari tiga baris bersajak aba

Bait kelima terdiri dari empat baris bersajak aaaa

Bait keenam terdiri dari dua baris bersajak ab

Bait ketujuh terdiri dari lima baris bersajak aabca

Bait kedelapan terdiri dari tiga baris bersajak aba

Bait kesembilan terdiri dari tiga baris bersajak aba

2. Analisis Makna Tutur

Peristiwa I

Para pahlawan yang dimakamkan sepanjang jarak Karawang – Bekasi mengatakan pada kita bahwa mereka sudah tidak dapat berteriak lagi. Tetapi mereka merasa yakin bahwa tidak ada yang lupa terhadap deru semangat saat mereka maju ke medan perang. Mereka telah tidur panjang dipemakaman sepanjang Karawang Bekasi.

Peristiwa II

Semangat perjuangan mereka begitu bergelora, walau kemudian mereka harus terpaksa mati muda. Tetapi semangat kepahlawanan mereka tidak pernah padam. Setiap saat rasanya mereka bangkit dan ikut maju ke medan laga. Bagi mereka, pekerjaan belum lah selesai. Mereka sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi kematian telah menyergap mereka sehingga tidak dapat lagi membuat perhitungan atas gugurnya 4 sampai 5 ribu sahabat mereka.

Peristiwa III

Mereka hanya ingin keberadaan mereka tidak dilupakan begitu saja, sebab bagi mereka negeri ini adalah jiwanya. Negeri ini adalah hati dan segala rasa yang ada di dalam jiwanya.

Bila kita kaji secara utuh, ketiga peristiwa yang tergambar pada puisi di atas saling terjalin secara kausalitas. Peristiwa I mengakibatkan Peristiwa II, dan Peristiwa II menjadikan terbentuknya Peristiwa III.

Ketiga peristiwa tersebut membangun satu peristiwa utuh yang menggambarkan perjuangan para Pahlawan pada masa-masa kondisi yang serba sulit. Pada Peristiwa I, menggambarkan bahwa mereka para pahlawan yang telah gugur dalam perjuangannya memberikan kemerdekaan bagi bangsa dan negaranya, mengingatkan kita terhadap segala jasa dan perjuangan yang telah dilakukan oleh para pahlawan.

Melalui puisi Chairil Anwar di atas, kita dapat memperoleh gambaran sebuah peristiwa sejarah tentang perjuangan para Pahlawan dalam menghadapi kondisi dan keadaan yang terjadi saat itu. Saya akan berusaha menguraikan makna keseluruhan puisi di atas, melalui peristiwa demi peristiwa yang terjalin secara kausalitas tersebut.

Meskipun mereka telah terbaring dalam pemakaman, tetapi Pada Peristiwa II, mereka tetap memberikan semangat perjuangan yang tidak ada habisnya. Inilah pengharapan tak terbatas yang sepertinya ingin mereka katakan. Walaupun mereka mati muda, tetapi semangat mereka tetap membara dan terus membahana di langit malam yang sepi. Mereka selalu berharap agar pada mala-malam sepi dan hening, keberadaan mereka tetap dikenang sebagai sosok-sosok yang tiada henti berjuang untuk kemerdekaan bangsa dan negaranya ini. Mereka menyadari bahwa mereka hanya tulang-tulang belulang yang berserakan, dan kita yang menentukan nilai dari tulang-tulang tersebut.

Mereka selalu mengingatkan Pada Peristiwa III, agar kita melanjutkan segala perjuangan yang telah dilakukan. Mereka tidak ingin kemerdekaan yang telah didapat hilang begitu saja tanpa upaya untuk menjaga atau mengembangkan menjadi lebih baik. Mereka tetap berharap untuk dapat menjaga Bung Karno, menjaga Bung Hatta, menjaga Bung Syahrir. Mereka tidak rela para pemimpin negeri mengalami hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh karena itulah, mereka menitipkan dan berharap agar para pimpinan tetap dijaga.

3. Simpulan

Untuk lebih memahami makna puisi, maka kita harus membuat metode struktural dan semiotik puisi. Hal ini untuk membongkar cerita di balik puisi-puisi itu. Dengan demikian maka para pembaca puisi tidak kesulitan saat memahami isi puisi. Dan pada akhirnya hal tersebut menjadikan kita semakin mencintai puisi, karena kita dapat mengerti latar belakang puisi yang diciptakan pengarangnya.

Memang bukan pekerjaan yang mudah memahami puisi Chairil Anwar, karena sumber dari puisi tersebut sudah tidak ada, Chairil Anwar sudah meninggal. Tetapi justru karena itulah, maka kita mempuinyai kebebasan untuk mengapresiasi karya puisi Chairil Anwar secara maksimal.

Puisi adalah karya bebas yang memberikan kesempatan seluasnya bagi para pembaca untuk mengapresiasi dan mengambil makna yang terkandung di dalamnya. Tentunya hal tersebut menjadikan semakin semaraknya kegiatan kesusasteraan di negeri ini. Dan pada akhirnya hal tersebut menjadikan semakin banyak bermunculan sastrawan –sastrawan muda di negeri ini.

By : Moh Jumadi, S.Pd

Daftar Pustaka :

Nyoto Harjono. 2012. Analisis Diksi Dalam Puisi, Memahami Puisi Melalui Analisis Struktural Dan Simiotik Sebagai Sarana Pembelajaran. Salatiga : Makalah.Sastra

Nyoto Harjono, Philipus Pirenomulyo. 2009. Kajian Bahasa Indonesia. Salatiga : Widya Sari.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2007. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tarigan, Henry Guntur. 1985. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Teeuw, A.. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gram

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Menarik sekali Pak, dulu waktu saya kecil sampai remaj, sering membawakan puisi ini pada acara tujuhbelasan.Terima kasih ilmunya, salam sehat n sukses

04 Jan
Balas

wow... super deh pokoknya

04 Jan
Balas

Terimakasih supportnya mbak Marlupi, Terimakasih doanya. Semoga sehat dan sukses juga untuk jenengan sekluarga.

04 Jan
Balas

Terimakasih mbak Isti Komah, ayok munculkan karya mu.

04 Jan
Balas



search

New Post