Moh. Tohiri Habib

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

STOP MEMBULLY GUS YAHYA

Pada (19/10/2017) Gus Yahya Cholil Staquf (YCS) memposting status di fb yang bikin jagat maya lumayan berisik. Meski dua hari setelahnya, dia memposting permintaan maaf tapi tetap banyak komentar yang beredar. Ada banyak yang bernada membully, namun tak sedikit yang membela.

Padahal sebenarnya yang ditunggu oleh penyerang YCS bukanlah sekedar permintaan maaf (apalagi hanya lewat fb), tapi penjelasan yang dapat memuaskan pihak yang tersinggung.

Dari pengamatan sekilas, komentar yang menyudutkan YCS lebih banyak dari yang membelanya. Tak heran, karena pecinta "Mbah Ndoro" lebih banyak dari pendukung YCS. Sementara YCS meski statusnya sebagai pengurus PBNU, tidak semua kalangan mengenalnya.

Saya menggunakan istilah "Mbah Ndoro" (tidak bermaksud menyinggung siapapun) hanya karena diksi tersebut memang masih "ambigu" (minimal menurut saya). Dari beberapa komentar, ada yang menangkap bahwa maksudnya adalah habib Umar, tapi ada juga yang mengira itu Habib Rizieq. Bahkan ada pula yang menafsirkannya rakyat Indonesia secara umum.

Dengan menggunakan pola dan teknik framing tertentu disebarkanlah komentar tersebut. Sehingga pendukung YCS dan pembully dapat dipetakan begitu rupa dengan teknik profiling kecenderungan perilaku respon yang ada.

Secara komunikasi, memang posisi para pembully YCS di atas angin dan menang dalam mengelola pusaran emosi akibat postingan tersebut. Tapi, secara esensial mereka kalah karena alih-alih memojokkan YCS sehingga menyadari "kesalahan" dan memberikan klarifikasi atas tulisannya, justru gelombang respon yang over baik emosional maupun rasional, keras ataupun halus, dan terbuka maupun malu-malu,

menjadi kontra produktif bagi pendukung "Mbah Ndoro".

Bisa dibayangkan, jika 100 orang dalam sehari saja memposting tentang YCS via WA dan menshare ke 10 group yang dimiliki, maka akan ada 1000 group yang membahasnya. Bagaimana jika tiap group beranggotakan 200 orang?, atau menggunakan medsos lain?, maka tinggal mengalikan saja berapa jumlah orang yang akan menjadi relawan promotor pendongkrak popularitas.

Andai saja pola merespon postingan YCS diubah, misalnya dengan meminta penjelasan lebih dulu sebelum memberikan vonis, membiarkannya berlalu seperti berlalunya kafilah, atau merespon dengan arif dan sabar layaknya hamba-hamba Tuhan yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati (haunan), maka tidak akan menjadi alat propaganda yang menyerang balik.

Sebaliknya, dengan mengkritik, mencemooh, menghujat, mengkatai, atau mengumpat akan memunculkan citra baru versi pendukung YCS dengan memanfaatkan kesan korban bully padanya. Sehingga dia tidak perlu mengeluarkan modal untuk bisa populer sejajar dengan tokoh yang diidentikkan dengan "Mbah Ndoro".

Sejarah Islam memberikan bukti, tak banyak orang yang mengenal musuh-musuh Nabi sebanyak mengenal sahabat-sahabatnya. Mereka yang memusuhi hanya dikenal sebagai sosok seorang badui, kafir Quraisy, atau kaum munafik.

Karena bagaimana pun, postingan YCS masih terlalu bias (meski ada qorinah siyaqul hal wal maqam) untuk dapat disimpulkan mengejek, menghina, atau melecehkan seorang tokoh sekaliber Habib Umar, Habib Rizieq atau habaib/ulama luar negeri lainnya.

Masih banyak celah bagi YCS untuk "ngeles". Terlebih tidak disebutkan nama orang atau tempat latar cerita dalam postingan tersebut. Bisa saja dia mengatakan bahwa itu adalah cerita fiksi hasil imajinasi yang muncul karena belum ngopi atau istri lagi prei.

YCS sengaja tidak menanggapi serius, dan cukup dengan memposting dua tiga baris kalimat permintaan maaf (yang menurut saya tidak jelas arah tujuannya), urusan selesai. Sementara di pihak lain dengan sangat emosi yang menggerus nalar dan etika melancarkan serangan bertubi-tubi.

Untuk itu, stop membully YCS jika tidak mau bernasib sama dengan remaja atau ibu-ibu penggemar infotainment. Karena bisa jadi ini adalah trik artis yang karirnya sedang redup, dan ingin kembali moncer seperti dulu.

PO. Rajawali Indah,

23 Oktober 201

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semoga "mbah ndoro" tidak ikut di bully. khawatir melu tenar... heee Bagus tulisannya

29 Oct
Balas

Terima kasih atas motivasinya

29 Oct



search

New Post