Lancang Kuning Tak Lagi Berlayar

Sebagai nakhoda keinginan terkuat adalah bisa membawa kapal berlayar hingga selamat sampai tujuan, tetapi Mayang bagaimana pun juga hebatnya tetaplah seorang perempuan yang daya mendayungnya tak sekuat lelaki. Betapa dia sangat ingin membawa kapal berlayar sejauh mungkin namun yang terjadi malah sebaliknya kapal tak lagi berlayar. Lagi? Ya, kata ini adalah gambaran kalau sebelumnya kapal pernah berlayar bahkan sampai ke Eropa gaungnya. Kini, seakan-akan tak lagi berlayar bahkan cenderung hendak karam.

Mayang selalu termenung menatap selat Bengkalis, tertanam kuat dalam dirinya untuk menyingkatkan jarak dengan membangun jembatan agar dapat menghubungkan pulau Bengkalis dengan daratan pulau Sumatera. Lagi-lagi, dia hanya tertunduk setelah disergah kekuatan yang tak mampu dilawan. Begitu pula ketika sesekali datang berkunjung ke Pulau Rupat, dia ingin membangun fasilitas pariwisata yang lengkap, tapi sayang, sekali lagi dia tak kuasa menahan bentakan yang kerap dia terima yang tak sesuai dengan hati nuraninya. Pun pada kesempatan lain, dia ingin sekali para wanita berkiprah membangun negeri, hanya saja sekali lagi, dia hanya bisa bungkam tak mampu melawan rayuan manis para penjilat.

Dia ingin beranjak pulang ke istana megah. Sambil berlalu pergi dia seakan membaca sejarah lama yang kembali berulang, dia menatap lurus ke Tanjung Jati, tempat di mana Lancang Kuning terbenam dan tak bangkit berlayar lagi. Mayang hanya pilu berkepanjangan.