Much. Khoiri

Penggerak literasi, trainer, editor, dan penulis buku 33 judul dalam 6 tahun. Alumnus International Writing Program di University of Iowa (USA, 1993)...

Selengkapnya
Navigasi Web

BUKU DAN LITERASI

Oleh MUCH. KHOIRI

DALAM tulisan ini saya tidak mempertentangkan buku cetak dan buku elektronik, termasuk perbincangan terkait dunia penerbitan. UU No. 3 tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan telah mewadahinya—dan adanya kenyataan bahwa setiap masa memiliki sejarahnya sendiri: Buku cetak dan buku elektronik memiliki pembacanya sendiri. Dalam hal ini saya hanya ingin mengupas peran strategis buku (cetak/elektronik) dalam pembudayaan literasi.

Mengapa buku memegang peran strategis? Sebagaimana diamanatkan UU tersebut, buku merupakan sarana membangun dan meningkatkan budaya literasi. Ibaratnya, buku dan literasi harga mati! Buku tak bisa dipisahkan dengan perkembangan peradaban bangsa. Dalam sebuah buku, saya menegaskan bahwa menulis (buku) membangun kebudayaan (dan peradaban). Cara kerjanya, buku yang bermutu mampu menyebabkan tumbuh-berkembangnya “masyarakat belajar”—dan masyarakat belajar adalah masyarakat cerdas dan dinamis yang siap mengonstruksi kebudayaan baru.

Sementara itu, dalam berbagai diskusi, termasuk dalam acara literasi Nusantara di SBO-TV di bulan April 2017, terungkap secara gamblang bahwa salah satu penyebab penting rendahnya melek literasi masyarakat kita adalah tidak tersedianya buku. Jika ada tudingan akan rendahnya minat baca, itu bukan hanya karena mereka benar-benar memiliki minat baca rendah, melainkan juga karena tidak tersedianya buku di rumah, perpustakaan, tempat kerja, atau taman bacaan masyarakat. Andaikata tersedia pun, jumlahnya amat terbatas, yang memustahilkan mereka untuk membaca.

Maka, tersedianya buku niscaya adanya. Untuk membuat orang membaca, tidak diperlukan terlalu banyak teori tentang membaca, melainkan hanya perlu menyediakan buku untuk dibaca. Membaca itu keterampilan, karena itu ia harus dipraktikkan dan dilatih(kan). Sebesar apa pun minat membaca seseorang untuk membaca, itu akan sirna perlahan ketika ia tidak menemukan bahan bacaan alias buku dan mempraktikkan membaca buku itu. Ia perlu belajar membaca dengan membaca (buku), bukan dengan belajar tentang teori membaca. Buku layak menjadi sahabat belajar dan berdialog mental dan intelektual untuk memperkaya dan mendewasakan diri.

Tak mengherankan, budaya menulis masyarakat kita juga belum tinggi. Penyebab utamanya, masyarakat tidak memiliki budaya membaca tinggi, yang juga diakibatkan oleh tidak tersedianya buku atau bahan bacaan memadai. Menulis perlu asupan informasi dan data yang memadai dan bahkan melimpah—agar tulisan kaya dan mengayakan. Bagaimana mungkin orang bisa menulis karya berbobot jika ia tidak suka membaca buku atau bacaan lain yang berbobot? Membaca dan menulis adalah dua keterampilan bahasa yang menjadi tulang punggung literasi. Membaca menyerap pengetahuan, menulis memproduksi pengetahuan.

Dengan demikian, pemberlakuan UU Sistem Perbukuan diharapkan mampu memacu terbangunnya budaya literasi di seluruh pelosok negeri. Diversitas kondisi masing-masing daerah mungkin tidak memuluskan langkah untuk mewujudkan pembudayaan literasi. Namun, kita wajib memperjuangkan hadirnya masyarakat belajar yang mengarah ke masyarakat literat, dengan membudayakan membaca dan menulis. Generasi emas kita, yang pada 2045 kita merdeka 100 tahun menjadi pemimpin-pemimpin bangsa ini, merupakan investasi kita semua: Mereka wajib dikuatkan dengan bangunan karakter dan budaya literasi.

Ada angin segar bertiup di tengah sumuk-nya dunia literasi. Amanat UU Sistem Perbukuan menuntut para kepala daerah untuk mengambil kebijakan strategis untuk mewujudkan program-program literasi yang kuat: pertama, mengupayakan tersedianya buku bermutu, murah, dan merata; kedua, memfasilitasi adanya toko buku di daerahnya; ketiga, meningkatkan minat baca-tulis masyarakat. Bahkan, akan lebih baik jika pemerintah (daerah) mampu menyediakan buku teks bermutu.

Saya bermimpi, buku-buku bermutu benar-benar ditulis dan didistribusikan ke seluruh wilayah negeri ini. Perpustakaan juga diharapkan memiliki koleksi yang beragam dan melimpah. Kegemilangan peradaban pernah terjadi pada masa kekhalifahan Harun ar-Rasyid (149-193 H). Terdapat 38 perpustakaan di Baghdad dan 70 perpustakaan di Kordoba. Perpustakaan Darul Hikmah yang didirikan di Baghdad setidaknya mempunyai 100 ribu jilid buku dan 600 buah manuskrip. Itu masa kejayaan literasi yang membuat pegiat literasi merasa iri dan cemburu.

Saya juga bermimpi, bangsa kita meneladani bangsa-bangsa paling literat dewasa ini—Finlandia, Norwegia, Iceland, Denmark, Swedia, Switzerland, Amerika Serikat, Jerman, Latvia, dan Belanda. Saya juga bermimpi bangsa kita juga meneladari lima bangsa dengan skor tes tertinggi—Singapore, Finlandia, Korea Selatan, Jepang, dan China. Tentu saja, kita tidak hanya ingin bermimpi dan bersorak melihat keberhasilan mereka. Kita wajib mengejarnya dengan segenap kemampuan. Jika impian ini berhasil, dalam hitungan beberapa tahun saja, pembudayaan literasi akan menemukan hasilnya yang gemilang.

Tentu, membangun budaya literasi bukan semudah membalik tangan, namun menuntut berbagai pihak untuk bergandeng tangan, bersinergi, dan berkolaborasi. Kerja budaya secara kolektif ini harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Semua memerlukan proses panjang (mungkin berliku dan melelahkan), di samping komitmen dan perjuangan tak kenal lelah. Membangun budaya literasi ibarat menanam biji tumbuhan, yang masa panenannya tidak harus didekatkan dengan masa tanam. Semua akan indah pada waktunya.

Akhirnya, mudah-mudahan di sekolah tersedia buku bacaan non-pelajaran agar literasi sekolah berhasil menciptakan budaya literasi yang kondusif. Mudah-mudahan buku bacaan juga tersedia di rak perpustakaan atau ruang keluarga, agar pembudayaan literasi lewat ranah keluarga berhasil. Mudah-mudahan buku bacaan juga makin melimpah di taman bacaan masyarakat (TBM) agar pembudayaan literasi lewat ranah komunitas pun berhasil. Kita dapat memetik hikmah dan inspirasi dari implementasi atau penerapan gerakan literasi di negeri-negeri maju.[]

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Aamiin... Semoga. Semoga semua dapat menggalakan budaya literasi.

13 Jun
Balas

Keren Pa.. Salam Literasi...

13 Jun
Balas



search

New Post