Much. Khoiri

Penggerak literasi, trainer, editor, dan penulis buku 33 judul dalam 6 tahun. Alumnus International Writing Program di University of Iowa (USA, 1993)...

Selengkapnya
Navigasi Web
HIKMAH TAHU PONG VS GURAMI
Sumber: https://cookpad.com/id/resep/1865161-tahu-bulat-kopong

HIKMAH TAHU PONG VS GURAMI

Oleh MUCH. KHOIRI

SUATU ketika saya sedang di lobi Gumaya Tower Hotel, Jln. Gajah Mada Semarang. Sebuah hotel berbintang yang jangkung—dan agak arogan di antara bangunan di sekitarnya. Saya harus menginap di sini untuk mengikuti sebuah acara seminar yang dipanitiai oleh sebuah perguruan tinggi negeri di Semarang.

Waktu sudah menunjuk 20.45. Ternyata, perlu sekitar 30 menit naik mobil pribadi panitia seminar dari bandara Ahmad Yani menuju hotel. Tidak jauh memang, bahkan sangat dekat. Dari rumah saya ke bandara Juanda saja perlu sekitar 65 menit naik taksi.

Meski demikian, saya sangatlah lelah. Bukan karena menempuh penerbangan dengan Wings Air yang sempat bergeronjal-geronjal akibat cuaca yang kurang bersahabat, namun karena seharian saya sudah seharian menyentuh berbagai tugas di kampus. Energi dan pikiran saya seakan sudah terkuras habis seharian.

Sebenarnya saya ingin langsung masuk kamar 1007 dan memanjakan tubuh di ranjang. Namun, ternyata penyakit bawaan saya kumat: Lapar! Ya, pagi tadi saya hanya sarapan ringan, siang makan nasi sayur asam seperempat porsi, dan sore belum terisi apapun kecuali air putih. (Belakangan ini I must drink fresh water.) Maka, pantaslah perut saya keroncongan.

***

Dari hotel saya hanya perlu melangkah 25 meter ke utara, dan sesampai di perempatan kami berbelok ke kiri. Di bahu kiri-kanan jalan sepanjang jalan ini berderet warung-warung tenda. Bebagai menu makanan tersedia, tinggal pilih saja. Meski tidak sama persis dengan gang Solok di kota Kupang (NTT), jalan ini memang cukup mengasyikkan bagi orang yang suka wisata kuliner.

Ketika masih muda dulu saya sangat jago dalam urusan wisata kuliner, terlebih sepanjang tahun 1990— 1999 semasa saya menjadi pembina kemahasiswaan di fakultas saya. Suatu masa yang hampir selalu terisi wisata kuliner setiap akhir pekan—karena kami selalu rembukan tentang dunia mahasiswa. Andaikata masih muda, sepanjang jalan di utara hotel Gumaya ini pasti membangkitkan nafsu makan saya.

Kini, kendati jiwa tetap muda (toh raga saya mulai menua) dan mulai memasang alarm pantangan “B-e-n-j-o-l-i” (bayam, emping, nangka, jeroan, otak, lemak, ikan—dan kawan-kawan!) kalau harus makan. Jadi, ketika memilih warung tenda, saya memberi kelonggaran diri saya untuk memilih.

Hanya dua jenis makanan yang “menarik” perhatian saya: tahu pong dan gurami. Kalau tahu pong, kaya protein nabati, cocok untuk saya; namun, yang tak menyamankan saya adalah lemak (minyak goreng). Yang paling nyaman, tentu saja, jika tahu itu direbus, dibothok, atau disayur. Ah, masak sih mau makan saja begitu merepotkan penjualnya?

Kalau gurami, jelas non-karbohidrat, protein hewani mantap, namun lazimnya saya tergoda untuk melengkapinya dengan nasi. Padahal, belakangan ini saya berusaha mengurangi nasi untuk makan malam. Inilah program diet mengurangi berat badan agar tidak tampak seperti gardu siskamling.

***

Hidup ini adalah pilihan. Keinginan hanyalah langit saja pembatasnya. Akhirnya, saya pun andok di warung tenda gurami.

Saya memesan satu porsi gurami bakar khas Semarang, cah kangkung, sambal terasi, dan nasi satu porsi. Khusus untuk nasi itu, rencananya, setengah porsi saja untuk saya. Saya ingin seperti teman saya tidak pernah makan nasi di malam hari. Dia ini dieter yang sangat sukses!

Kenyataannya, saat menyantap makanan, dibuai aroma masakan dari berbagai penjuru, ternyata saya hanya melahap sebagian saja. Saya juga hanya makan tiga sendok nasi, separuh gurami, tiga sendok cah kangkung, dan seujung sendok sambal terasi, plus teh panas. Alangkah nikmatnya!

Dalam perjalanan kaki menuju hotel saya sempat memberikan dua nasi-ikan bungkus kepada pak Becak, yang kemudian diserahkan kepada isterinya—yang agaknya sedang menunggui kios kecil miliknya. Di keremangan masih bisa terlihat bias pancaran kebahagiaan di wajahnya.

Alhamdulillah, satu lagi kenikmatan hikmah telah mewarnai hidup ini. Andaikata tadi saya tidak makan malam—entah gurami atau tahu pong—pastilah saya tidak akan ditunjukkan dengan hikmah yang mencerahkan ini.***

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasa pak, saya pernah juga nginap di hotel Ciputra Semarang waktu aktif di DBE dulu pak

06 Mar
Balas

Pak Emcho memang joss..apapun bs jd artikel yg apik

06 Mar
Balas

P Syaihu, panjenengan memang oye. Banyak kegiatan yg mantaps. Selamat berjuang

06 Mar
Balas



search

New Post