Pencerahan (2)
Semuanya berjalan baik. Hanya itu saja yang terasa mengganjal, sikap bu Sinta. Saat terjadi perdebatan antar kelompok dia memotong pembicaraan dengan berapi- api. Kebetulan yang memberi tanggapan adalah dari kelompokku, pak Basuni. Beliau adalah salah satu senior dari tiga orang senior dikelas kami, yang beberapa bulan lagi akan pensiun. Bapak yang energik ini memang sangat vokal dan fokus pada materi yang sedang dibahas.
Saat ucapannya dipotong begitu saja, dengan spontan dia bilang ; " ibu kan seorang guru kenapa ibu memarahi saya?, saya ini sudah tua, tolonglah hargai saya, kalau ibu keras seperti itu bagaimana dikelas ibu menghadapi murid- murid ibu, mereka akan ketakutan". kami dibuat melongo dengan ucapannya. Sementara bu Sinta terdiam seribu bahasa. Instruktur segera mendamaikan suasana agar kembali pada materi yang dibahas.
Saat istirahat kudengar bu Sinta mencak- mencak pada rekan rekan yang lain karena kejadian tadi. Seolah mencari pembenaran atas tindakannnya. Aku hanya tersenyum saja saat melihat bu Nani dan bu Lilis mengerdipkan mata. Dalm hati aku senang ada yang berani menegurnya langsung.
Narasumberku itu salah satunya masih belia namanya bu Nita. Tinggi putih usianya baru 32 tahun belum PNS dan belum sertifikasi. Tapi tentunya cukup cerdas untuk jadi narasumber. Untulk segelintir orang mungkin gengsi menerima ilmu dari junior dan itu dirasakannya. Karena itu dia berjanji akan ada pertukaran instruktur untuk variasi pembelajaran.
Hari ke empat setelah soliskan , bu Nita mengatakan materi selanjutnya akan diberikan oleh bu Ani. Sementara bu Rokayah dari kelas kami akan mengisi materi dikelas lain.
Kami semua memperhatikan cara penyampaian bu Ani dengan penasaran. Aku berfikir seperti inilah yang dirasakan murid - murid ku , saat tiap hari harus bertemu guru yang itu- itu juga. apalagi jika guru itu sama sekali tak memberikan variasi dalam pembelajaran, pasti mereka merasa bosan. Pantesan mereka senang sekali kalau giliran pelajaran olahraga atau Agama. Karena ada pergantian guru yang mengajar.
Cara bu Ani bicara memang tegas dan lugas, beliau mengulas beberapa materi yang sudah disampaikan dan kemudian menjelaskan tentang evaluasi penilaian. Disela- sela penjelasannya, dengan gayanya yang aktif dan lincah belau mengatakan bahwa bu Sinta adalah teman kuliah S2 yang katanya sangat pintar, dia menghampiri bu Sinta menepuk bahunya dan bilang , kami beruntung karena dikelas kami ada yang sudah ahli tentang kurtilas ini.
Di sela sela ceritanya dibahas juga dengan halus bagaimana kita mendengar kebaikan apa yang diucapkan seseorang. bukan melihat siapa yang mengatakannya. juga menyindir dengan halusnya, beberapa tipe pendengar.Ada yang mendengarkan karena ingin tahu. Ada yang mendengarkan karena mencari- cari kelemahan. Dan dia bilang dia yakin tak ada yang seperti itu dikelas kami.Aku begitu merasa seperti diposisi anak SD didalam kelas ini.
Bagaimana cara bu Ani menanggulangi masalah kesenjangan dikelas kami , seperti contoh praktek ngajar yang kongkrit. Benar- benar bukan hanya sekedar menyodorkan teori dan menyerahkan cara penerapannya terserah kami, seperti dosen- dosen jaman dahulu kala yang tak memberi solusi saat ditanya peserta.
Beliau pun memberikan cerita yang menyentuh saat mengulas materi psico edukatif. Bagaimana memandang hal positif dari anak, seperti apapun perbedaan dan permasalahan anak tersebut.
Benar saja....esok harinya, saat kami memulai pelajaran dengan senam dan permainan ringan. Bu Sinta dengan muka cerah ceria ikut menggerakan badannya tanpa ragu. Begitu cepat efeknya ternyata kata - kata bu Ani kemarin.
Ternyata sang sekretaris ini, hanya perlu sedikit sanjungan dan pengakuan. Nampaknya ini kekanak kanakan. Tapi ini benar- benar terjadi.Ternyata memang setiap orang harus mendapatkan metode yang tepat dalam pembelajaran. Dan kita harus mengenali dan memahami murid kita.
Esok harinya aku makin terkejut saat bu Sinta dengan baik hatinya memberikan berkas KI dan KD yang dimilikinya pada pak Basuni. Karena pak Basuni tak bisa mengakses dari komputer ataupun android. Perseteruan sudah berakhir dengan damai. Kelaspun makin kompak dan meriah saat sosiodrama dan peer teaching perwakilan tiap kelompok. Tak ada sekat lagi diantara kami.
Walau bu Ani penguasaan kelasnya bagus, lugas dan tegas. Tapi kami tetap merasa lebih nyaman dan bersyukur dengan bu Rokayah dan bu Nita. Sebab jika bukan mereka, belum tentu kami akan bisa bebas bertanya tanpa ragu. menyanggah dan berpendapat. Hingga kami bisa memahami setiap materi yang diberikan.
Sampai saat ini kami masih intens berkomunikasi satu kelas berikut narasumbernya. Hanya sekarang kelasnya pindah ke grup WA. Semoga silaturahmi akan terus terjaga.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Pembelajaran untuk orang dewasa ya bu Ati. Sering terjadi di pelatihan pelatihan. Begitu juga pastinya yang dialami murid murid kita.
Brnar bu, kitapun proses belajar terus...
Sharing pengalamannya sangat berguna bu Ati. Terima kasih ya. Super banget.
Trimakasih apresiasinya psk
Trimakasih apresiasinya psk
Trimskasih apresiasinya bu
Trimakasih
Trimakasih
bahasanya lugas dan mudah dipahami,Bu Ati,