Oleh Usdhof

Matahari belum begitu naik pada pagi hari bulan September 1945. Paijo mendadak berteriak-teriak. "Ono Londo dek Yamato!"¹ Teriakannya membuat semua warga keluar. Bendera merah putih biru telah berkibar di menara hotel.

Paijo bergegas pulang untuk mengambil arisaka. Gemes. "Tak bedil koen kabeh!"² Hati berucap sambil berdegup kencang. Ingin sekali mengusir opsir-opsir Sekutu dan Belanda dari Surabaya.

Perundingan agar Belanda menurunkan benderanya mengalami kebuntuan. Tiba-tiba terdengar suara tembakan dari dalam hotel. Paijo dan teman laskar TKR pun merasek ke dalam. Paijo mendapati sekutu yang telah menembak temannya yang ikut berunding tadi. Sekutu itu digelandang keluar. Moncong arisaka³ diarahkan ke jidat sekutu itu. "Jancok!⁴ Habis ini kamu mati. Apa permintaan terakhirmu?" gertak Paijo. Sekutu itu mengeluarkan sebuah foto kusut sambil mengatakan kalau dia ingin melihat anaknya saat lahir. Paijo tertegun melihat foto seorang ibu dengan perut buncitnya. Bayangan istrinya yang sedang hamil tua melintas di depan. Blaaar! Tetiba suara bom menggelegar. Sekutu itu membuka kunci granat yang disembunyikan dalam saku celana. Mereka berdua telah meninggalkan orang-orang yang dikasihani.

Gresik, 9 September 2021

¹ Ada Belanda di Yamato

² Aku tembak kamu semuanya

³ sebuah senapan bolt-action standar infanteri Jepang yang digunakan selama Perang Dunia II

⁴ kata serapah khas arek Surabaya