Muhammad Fauzhan 'Azima

Guru terbang tanpa sayap. Saat ini mengabdi di MAN 3 Kota Payakumbuh, SMP Qur'an Al-Zamriyah Kabupaten 50 Kota, dan UIN Imam Bonjol Padang. Pecinta puisi dan fo...

Selengkapnya
Navigasi Web
Belajar Berorganisasi dari Shalat Berjama'ah

Belajar Berorganisasi dari Shalat Berjama'ah

Tidak sedikit umat Islam yang telah melaksanakan shalat berjama'ah, namun kehilangan makna berjama'ah itu sendiri. Banyak yang telah merutinkan shalat berjama'ah di masjid, di surau, atau di langgar, tetapi nilai-nilai berjama'ah itu belum tergambar dalam rutinitasnya sehari-hari. Spirit berjama'ah belum hadir di lingkungan kerjanya, masyarakatnya, bahkan mungkin rumah tangganya sendiri. Ketidakharmonisan, permusuhan, bahkan pembangkangan, masih mewarnai ruang interaksi sosial tersebut.

Lingkungan kerja, tatanan masyarakat, juga rumah tangga, sejatinya adalah sebuah organisasi. Jadi, dalam arti luas, organisasi tidak hanya ormas, organisasi sosial, yayasan, maupun partai politik. Setiap perhimpunan yang didalamnya terjadi interaksi manusia, pembagian tugas dan tanggung jawab, serta sistem yang mengatur (baik formal maupun tidak, disadari ataupun tidak) merupakan organisasi.

Setiap organisasi memiliki dua unsur yang saling terkait dan harus ada dalam organisasi tersebut. Tidak organisasi namanya, jika salah satu dari unsur tersebut tidak ada. Kedua unsur yang dimaksud ialah pemimpin dan rakyat atau pihak yang dipimpin.

Berdasar pengantar di atas, muncul pertanyaan. Bagaimana kriteria pemimpin dan pihak yang dipimpin yang baik menurut ajaran Islam, yang pada gilirannya menjadi pra syarat organisasi yang baik pula? Jawabannya ada pada shalat berjama’ah. Shalat berjama’ah bagaikan sebuah organisasi. Di dalamnya ada pemimpin yang disebut imam serta unsur yang dipimpin yang dipanggil makmum. Kriteria pemimpin yang baik ada pada imam, dan kriteria rakyat (pihak yang dipimpin) yang baik tergambar pada makmum. Berikut ini penulis menghidangkan kriteria tersebut sebagai wasiat bagi penulis sendiri dan pembaca yang budiman. Mudahan-mudahan kita dapat memetik nilai-nilai berjama'ah dari ritual shalat berjama'ah untuk kemudian kita hidupkan dalam organisasi atau perhimpunan kita masing-masing. Kriteria tersebut, antara lain sebagai berikut:

1. Imam selalu memerintahkan kepada hal yang baik. Ini mengajarkan bahwa pemimpin haruslah selalu mengajak kepada hal yang benar yang diridhoi Allah.

2. Seluruh perintah imam, selalu diikuti oleh makmum. Jika imam berdiri, maka makmum juga berdiri. Apabila imam memerintahkan untuk ruku’, maka makmum juga ikut ruku’ bersama imam. Jika imam memerintahkan untuk sujud, maka makmum juga ikut sujud. Dari hal ini dapat dipetik pelajaran, bahwa rakyat yang dipimpin haruslah selalu patuh kepada perintah pemimpin, selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam

3. Dalam shalat berjama’ah, apabila imam melakukan kesalahan, maka makmum mengingatkannya dari belakang. Makmum laki-laki mengingatkan imam dengan membaca subhanallah, sedangkan makmum yang perempuan mengingatkan imam dengan cara menepuk tangan. Pelajaran yang dapat diambil dari hal ini, apabila pemimpin melakukan kesalahan, maka rakyat yang dipimpin haruslah mengingatkan pemimpin tersebut. Rakyat yang dipimpin dilarang membiarkan pemimpin melakukan kesalahan. Ucapan tasbih yang notabene menjadi cara mengingatkan imam mengajarkan bahwa mengingatkan pemimpin tersebut juga harus dengan cara yang baik, sopan, dan tertib. Bukan dengan cara bakar ban, berbuat rusuh, dan cara-cara bar-bar lainnya.

4. Dalam shalat berjama’ah, makmum tidak boleh mendahului semua perbuatan atau gerakan imam. Imam haruslah lebih dulu dari makmum. Jika sujud, imam harus sujud terlebih dahulu. Barulah setelah itu diikuti oleh makmum. Artinya, pemimpin haruslah melaksanakan terlebih dulu perintah yang diperintahkannya. Pemimpin haruslah menjadi contoh atau teladan bagi rakyat yang dipimpinnya. Islam melarang, jika pemimpin hanya memberi perintah dan tidak melaksanakan perintah tersebut. Islam tidak merestui, jika pemimpin hanya memberi contoh dan tidak menjadi contoh. Marilah meneladani Nabi Muhammad saw. Beliau tidak hanya memberi contoh, tetapi juga menjadi contoh atau teladan bagi umatnya. Sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Ahzab: 21:

“Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.”

5. Terakhir, jika imam batal wudhu'-nya, maka ia harus mundur ke belakang dan posisinya digantikan oleh salah seorang makmum. Imam yang batal wudhu'-nya tidak boleh meneruskan tugasnya memimpin shalat berjama'ah. Demikian juga dalam suatu organisasi, jika pemimpinnya "batal wudhu'-nya," artinya ada kriteria kepemimpinan yang dilanggarnya, atau ada hal-hal yang menyebabkan ia tidak dapat meneruskan tugas-tugasnya, maka ia harus sadar diri, mundur dari "singgasana" kekuasaannya serta menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan kepada salah seorang rakyat yang layak. Dalam kondisi demikian, pemimpin tidak boleh tamak dan bersikeras mempertahankan jabatannya. Jika sikap tidak tahu diri itu terjadi, maka tunggulah kehancuran pada organisasi tersebut. Na'udzubillah min dzalik.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap fauzan...buat tantangannya zan, nulis setiap hari.

13 Apr
Balas

Terima kasih bu.. Insya Allah bu..

13 Apr
Balas



search

New Post