CERPEN INSPIRATIF
Bidadari Bermata Jeli
(Oleh: Mujiatun, S.Pd.)*
Sudah lima kali hari ini kupandangi foto-foto preweding Kak Dewi yang dikirimkannya melalui WA hpku. Tak bosan-bosan kutatap lagi wajah kakak kesayanganku itu dalam foto yang tampak jelita dalam balutan kebaya khas Bali dengan view Pantai Tanah Lot yang menawan wisatawan dari berbagai penjuru dunia. Wajah Kak Dewi memancarkan aura sangat bahagia sehingga makin tampak cantik meskipun usianya kini tak muda lagi. Kak Dewi pernah gagal membina rumah tangga dengan seorang pemuda teman sekolahnya semasa SMA dulu. Hal itu terjadi menurutnya karena Kak Doni, suami Kak Dewi itu suka kasar dan sering main tangan.
Ketika itu aku masih kelas 5 SD, dan aku belum memahami akan hal itu. Yang kutahu Kak Dewi sering pulang ke rumah dan menangis sambil menggendong Rayhan, anaknya yang masih balita. Aku tak tahu apa yang terjadi pada Kak Dewi. Aku selalu merasa kasihan dan sedih setiap kali Kak Dewi ke rumah sambil menangis memeluk ibu. Terakhir ke rumah dan tak kembali lagi ke rumah mertuanya yaitu empat tahun yang lalu. Kak Dewi menggendong Rayhan yang baru berusia satu tahun dengan wajah merah lebam seperti terbentur pintu. Ibu dan ayah saat itu panik dan mencoba menenangkan Kak Dewi.
Sejak saat itu Kak Dewi tak pernah lagi kembali ke rumah suaminya. Sudah berkali-kali Kak Dony minta maaf dan mengajaknya kembali pulang ke rumahnya tetapi Kak Dewi selalu menolak. Ternyata Kak Dewi sudah tidak tahan dengan sikap dan perlakuan suaminya selama ini. Oleh karena itu, kakakku memilih berpisah dengan suaminya. Namun, Kak Dewi sekali lagi mendapatkan ujian kesabaran yang luar biasa sebagai seorang ibu. Suaminya menyetujui permintaan pisah Kak Dewi dengan syarat Rayhan harus diserahkan kepada Kak Dony. Kak Dewi tak diizinkan membawa atau pun mengasuh anaknya sendiri.
Kenyataan ini membuat Kak Dewi makin sedih. Hari-harinya terlihat muram dan melamun. Tak jarang tiba-tiba meneteskan air mata dan terisak-isak. Setiap kali kutanya, Kak Dewi selalu menjawab bahwa ia tak apa-apa dan baik-baik aja. Kak Dewi bilang Cuma kangen sama Rayhan aja. Karena sejak tiga bulan berpisah dengan suaminya, Kak Dewi sama sekali tak diizinkan oleh suaminya untuk menengok atau pun bertemu dengan anaknya. Begitu pun ibu, bapak, dan aku tak diizinkan bertemu dengan anak Kak Dewi. Padahal kami pun sangat kangen dengan Rayhan kecil yang ganteng dan lucu.
Sedih melihat Kak Dewi, hari-harinya hanya melamun, termenung, dan menangis. Meskipun ibu dan bapak selalu menenangkan pikirannya, dengan menasihati dan mensupportnya tetapi Kak Dewi tetap saja begitu.
Enam bulan telah berlalu, sejak Kak Dewi berpisah dengan suaminya. Akhirnya, Kak Dewi mencari pekerjaan di ibukota provinsi. Di sana Kak Dewi bekerja di toko sepatu di salah satu pusat perbelanjaan. Bersyukur, Kak Dewi mendapat majikan yang sangat baik kepadanya. Sehingga bertahan kerja di toko itu sampai satu tahun. Namun, ada salah satu rekan kerjanya yang kurang suka dengannya karena majikan Kak Dewi sangat perhatian. Lalu, Kak Dewi pun berhenti karena tak tahan dengan sikap temannya itu. Kak Dewi kembali pulang ke kampung.
Satu bulan berada di rumah, Kak Dewi diajak teman SMA nya yang sudah kerja di Bali. Kak Dewi pun ikut temannya itu untuk kerja di konveksi di Bali. Di sana Kak Dewi mendapatkan teman dan pimpinan yang baik serta pengertian. Sehingga setiap bulan dapat menyisihkan gajinya untuk mengirimi aku dan orang tuaku. Selebihnya untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari di Bali.
Begitulah, hari-hari dilalui oleh Kak Dewi dengan penuh kesabaran dan kerja keras. Aku kagum kepada kakakku, meskipun perempuan tetapi tekadnya luar biasa. Ia selalu berusaha mencukupi kebutuhannya sendiri dan sama sekali tidak mau membebani orang tuanya. Justru ia selalu berusaha membantu bapak, ibu, dan aku setiap bulannya. Demi aku, bapak, dan ibu, Kak Dewi rela membanting tulang di negeri orang. Dan rela berpisah dengan keluarga yang disayanginya.
Kak Dewi betah dan nyaman bekerja di Bali. Hingga saat ini sudah tiga tahun lebih dan belum pernah pindah tempat kerja. Pulang ke kampung pun jarang, paling kalau pas lebaran. Kami memaklumi itu karena memang Kak Dewi tak pernah ada waktu libur kecuali hari Minggu. Dan boleh cuti pun hanya waktu akan lebaran. Namun, kominikasi di antara kami tetap terjalin setiap hari. Kak Dewi selalu menelefon sebelum aku berangkat sekolah. Ia selalu memotivasi dan mensupportku agar rajin sekolah dan giat belajar. Agar cita-citaku tercapai, katanya.
Sebulan yang lalu Kak Dewi menelefon bapak dan ibu untuk mengabarkan bahwa ia akan segera dilamar oleh seorang pemuda atasannya di perusahaan. Mendengar itu aku senang sekali. Gak sabar rasanya ingin segera bertemu Kak Dewi dan calon suaminya itu. Dan aku selalu berharap semoga Kak Dewi kali ini memperoleh jodoh yang baik hati dan penyayang.
“Selamat ya, Kak? Ayu doakan semoga Kakak kali ini mendapatkan jodoh yang baik dan sayang sama Kakak.” Dengan nada bahagia kusampaikan harapku ini kepada Kak Dewi.
“Iya, Ayu. Terima kasih ya sayang?” Begitu Kak Dewi selalu menyapaku.
“Ingat, Ayu sekolah yang rajin ya? Setamat SMP nanti harus melanjutkan sekolah lagi dan suatu saat Ayu pun harus melanjutkan kuliah. Jangan sampai seperti Kakak ya?” Begitu Kak Dewi selalu mengingatkanku dan memotivasi aku setiap kali menelefon.
“Iya, Kak. Pesan Kakak akan selalu Ayu ingat. Terima kasih ya, Kak? Maafkan Ayu selalu merepotkan dan membebani Kak Dewi.”
“Iya, sayang. Kakak gak pernah merasa terbebani. Kakak ikhlas melakukan semuanya demi Ayu, Ibu, dan Bapak. Kakak bahagia bila kita semua pun bahagia.” Kak Dewi berusaha meyakinkanku.
Kakakku memang luar biasa. Hatinya baik dan tulus. Perhatian dan sangat menyayangi keluarga. Terima kasih Tuhan, atas segala anugerah-Mu kepada kami. Telah Engkau kirimkan seorang kakak yang baik hati dan perhatian kepada keluarga kami. Tuhan, kabulkan harapan dan doaku ini. Kasihan Kak Dewi, sudah cukup lama hatinya sedih dan batinnya menderita. Tolonglah Tuhan, pertemukan Kak Dewiku dengan pangeran yang akan menyanyangi dan mencintainya sepenuh hati. Seperti dia menyanyangi aku, ibu, dan bapakku.
Itulah doa yang selalu kupanjatkan kepada Tuhan di setiap kali sembahyangku. SemogaTuhan mendengar dan mengabulkan doa-doa tulusku ini karena Kak Dewi layak untuk bahagia setelah sekian lama bersabar dan tabah menerima setiap cobaan yang diterimanya.
“Ayu….Yu…!!” Suara Ibu membuyarkan lamunanku.
“Iya Ibu,” jawabku kaget.
“Sejak pulang sekolah kamu belum ganti baju dan belum makan. Lihat sudah jam berapa sekarang??” Tanya Ibu kaget melihatku masih berseragam putih biru.
“A…., anu…, Bu”, jawabku gagap.
“Kok malah main hp…?? Ayo, letakkan dulu hpmu. Ganti baju terus makan ya? Nanti kamu masuk angin”. Ibu meraih hpku dan menyimpannya di dalam laci meja belajarku.
“Baik, Ibu. Siap 86…!!!” Jawabku sembari mengangkat tangan kanan memberi hormat.
Ibuku tersenyum sambil mencubit pipiku.
Itulah ibuku, sama seperti Kak Dewiku. Orangnya sangat sabar dan baik hatinya. Sangat sayang dan perhatian kepadaku. Aku pun sangat sayang dan bangga kepada mereka.
Selesai
*Guru SMPN 2 Banjit, Way Kanan, Lampung
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar