Mujiburrohman

Guru SMK di bawah naungan Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo Jawa Timur yang sedang belajar menulis dan mengeksplorasi gagasan menjadi tulisan...

Selengkapnya
Navigasi Web
Pesantren: Benteng Terakhir Pertahanan Moralitas Generasi Bangsa di Era Global

Pesantren: Benteng Terakhir Pertahanan Moralitas Generasi Bangsa di Era Global

Sebuah asa mengawang tinggi ke angkasa dikala mimpi-mimpi pemuda-pemudi generasi Indonesia bertebaran mencari jalannya. Statemen ini yang terlontar pertamakali dari bilik bait logika. Itulah ciri khas yang menjadi jargon refleksi semangat pemuda-pemudi generasi bangsa dengan kobaran api idealisme dan kumparan arus mimpi mulia. Sejatinya mimpi adalah harapan dan cita asa pemicu arah perjalanan manusia dalam menapaki garis kehidupan. Tanpa mimpi maka hambarlah titian hidup, tanpa harapan bagaikan hidup tanpa arah tujuan. Namun, apakah idealisme yang ada searah dengan logika dan realita? Menggali lebih dalam makna dan tujuan perjuangan kita, generasi muda Indonesia, perlu adanya tafakkur dan kontemplasi rigit sebagai penopang diri dalam menata niat dan meraih makna tujuan hidup sesungguhnya. Inilah hal mendasar yang paling pokok dalam sebuah awal ikhtiar perjalanan hidup manusia sesuai dengan ajaran agama Islam di pesantren tercinta, “Innama’amalu binniyat” (Sesungguhnya segala amal perbuatan kita tergantung pada niatnya). Tatalah niat hanya karena mengharap ridho-Nya.

Penataan niat merupakan langkah awal kita bertindak dan beraksi, itulah perilaku manusia yang kita sebut ‘moral’. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan Era Global adalah gerbang awal menapakkan kaki ke panggung dunia. Semua negara anggota ASEAN dan masyarakat dunia, termasuk Indonesia, berlomba meningkatkan kualitas dan kompetensi diri agar mampu bersaing dan tidak tergilas oleh kemajuan zaman. Kemutakhiran teknologi, informasi dan komunikasi antar manusia kian pesat berkembang seiring dengan perkembangan intelektualitas dan fleksibilitas Sumber Daya Manusia (SDM). Akan tetapi, benarkah intelegensia dan kreatifitas manusia yang mengusung mereka pada puncak kesuksesan di era global dewasa ini? Nabi Muhammad SAW, seorang tokoh pemimpin paling berpengaruh di dunia mengalami banyak rintangan dan cobaan dalam perjalanan dakwahnya menegakkan agama Allah (Islam). Albert Eistein seorang ilmuwan paling genius di dunia pun mengalami banyak kegagalan dalam setiap penemuan fenomenalnya, salah satu yang monumental adalah rumus relativitasnya E=mc2. Apa yang kemudian membuat dua tokoh dunia di atas sukses dan bertahan? Tidak lain adalah akhlaq (perilaku) atau moralitasnya kepada sesama juga kepada ilmu pengetahuan mereka. Bukan hanya karena kecerdasan, keterampilan dan keuletan yang mampu mengantarkan keduanya berjaya di masanya. Di atas semua hal yang utama, moralitas menempati kedudukan yang pertama, karena sikap kita hari ini menentukan masa depan kita kelak. Bayangkan seorang genius tanpa perilaku positif, dan bayangkan seorang pemimpin intelek tanpa akhlaq mulia, maka hanya akan mengundang mudhorot dan kehancuran belaka.

Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia telah terbukti dan teruji sampai detik ini mampu melahirkan banyak pejuang bangsa dan cendikiawan muda handal nan tangguh dalam menghadapi derasnya arus globalisasi dengan tetap berpegang teguh pada amar makruf nahi mungkar, walaupun tidak sedikit yang kalah terjerumus. Banyak lembaga pendidikan di luar pesantren yang sukses mencetak generasi intelek namun rapuh dari aspek emosi dan spiritual sehingga bobrok dari segi moralitas yang menyebabkan kerugian dan kehancuran.

Mengapa Pesantren Pilihannya?

1. Sistem pendidikan pesantren yang terintegrasi antara IPTEK dan IMTAQ dengan pendampingan intensif selama hampir 24 jam di lingkungan yang religius mampu memupuk benih positif bagi kepribadian santri agar tumbuhkembang menjadi insan kamil, cerdas dan bermoral mulia. Benar tidak ada jaminan dengan memondokkan putra-putri generasi bangsa di pesantren akan menjadikan mereka public figure yang luar biasa, karena bukan itu tujuan sebenarnya, namun paling tidak mereka menjadi uswatun hasanah bagi diri sendiri dan orang sekitanya.

2. Niatan tulus sekaligus tujuan mondok adalah untuk mengaji dan membina akhlaqul karimah, sebagaimana firman Allah SWT. QS. Al-Mujadalah: 11 yang berbunyi “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.

3. Ikhtiar maksimal. Menuntut ilmu itu hukumnya wajib, oleh karenanya di pesantren diajarkan berikhtiar tanpa kenal lelah dalam belajar karena merupakan bagian dari ibadah. Ingat! Wajib belajar, bukan wajib pintar, berprestasi, dan sukses. Inilah dimana moralitas seorang manusia yang notabenenya hamba diuji untuk mengenyampingkan logika atas dasar usaha manusia (ikhtiar) itu sendiri dalam meraih cita dan asa.

4. Penempaan moral keseharian santri secara intensif. Jadi korelasinya belajar dimanapun termasuk pondok pesantren tidak menjamin suksesnya seseorang melainkan akhlaqnya dalam menyikapi setiap fenomena kehidupan. Akan tetapi di pesantren barakah, ridho, rahmat terutama uswah hasanah dari para kyai dan guru, insyallah selalu menyertai para santri yang sedang menuntut ilmu dan mempelajari kebesaran Allah SWT. Titik fokusnya agar lebih dekat tidak hanya kepada sesama makhluq melainkan kepada sang Kholiq. Berbeda dengan lembaga pendidikan di luar yang lebih menitikberatkan pada aspek kognitif dari pada afektif dan psikomotorik, belum lagi infeksi budaya negatif seperti free-sex, konsumsi drugs, mabuk-mabukan, film porno, dan sejenisnya di sosial media online yang kian merebak dan merusak sehingga mengkontaminasi mindset (pola pikir) generasi bangsa kita.

Dengan berada di lingkungan positif, maka secara tidak langsung akan membentuk kepribadian yang positif pula. Dengan berpikir positif dan senantiasa khusnuddzon (positive thinking dan positive feeling) kepada segala realita kehidupan yang ada, maka secara otomatis (di luar bawah sadar) mampu melahirkan perilaku serta sikap positif yang akan mengantarkan kepada kesuksesan dunia-akhirat. Sebagai contoh jika kita sakit hati akan kenyataan yang kita terima (putus cinta misalnya) maka kondisi yang ada hanya BAPER (baca: bawa perasaan) sehingga belajar tidak semangat, ibadah kendor, hubungan dengan teman dan keluarga tidak harmonis karena terbawa perasaan emosi dan kecewa. Sikap dan perilaku negatif, bisa dipastikan, jika berlarut-larut, akan menimbulkan malapetaka bagi dirinya dan masa depannya. Innallaha ma’addzonni (sesungguhnya Allah itu tergantung pada prasangka kita) bahkan Allah lebih dekat dari urat nadi, sekarang tinggal bagaimana kita mengendalikan sikap dan perilaku (moralitas) dalam kehidupan sehari-hari untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih baik lagi setiap harinya agar tergolong orang-orang yang beruntung.

Pesantren mengajarkan kita untuk tidak memberhalakan dunia termasuk ikhtiar manusia dalam setiap jengkal kesuksesan dan kebahagiaan. Disinilah sikap qonaah, ikhlas dan tawakkal (totalitas berserah diri) diuji sehingga akan lahir rasa tidak ‘melulu’ kerja keras dan kerja keras saja, melainkan kesadaran akan intervensi Allah SWT dalam setiap hasil yang diperoleh. Karena logika itu tidak jarang membuat manusia khilaf sehingga menghalalkan segala cara untuk meraih cita dan mimpinya di dunia yang sering tidak beriringan dengan Ridho-Nya. Jarang kita temui dewasa ini lembaga pendidikan yang menerapkan dan mengajarkan keseimbangan antara IQ (Intelligence Quotient), EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient). Tiga komponen tersebut, IQ, EQ dan SQ, merupakan pondasi dasar yang fundamental untuk mencetak generasi bangsa yang kuat, tangguh, dan pantang menyerah. Ketangguhan (agility) adalah buah dari moralitas yang baik dan positif sebagai bekal utama menghadapi MEA dan era global dewasa ini. Globalisasi tidak dapat diraih dengan menjadikan diri kita the fittest (paling pantas) melainkan sosok the fastest (paling cepat). Siapa cepat merubah moralitas (perilakunya) maka dialah yang akan bertahan dengan suskesnya pencapaian. Meraih itu semua, dapat kita realisasikan dengan menempa diri di Pesantren sebagai benteng terakhir pertahanan moralitas generasi agama, bangsa dan negara menghadapi MEA dan Era Global. Selamat berjuang dan berproses menuju kedewasaan mengenal Allah SWT lebih dalam dan lebih baik.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post