MUKHLIS SABIR

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
BUKU KERAMAT

BUKU KERAMAT

Aku membuka lemari buku di samping meja tempatku bekerja. Banyak yang harus digudangkan. Kulihat satu persatu tumpukan buku itu. Beberapa diantaranya adalah perangkat mengajar yang sudah kugunakan tahun lalu. Aku lalu mengikatnya dengan tali rapia. Setelah kubersihkan dengan lap, aku menciumnya. Ciuman terakhir sebelum kugudangkan. Buku – buku itu telah berjasa menemaniku selama setahun mengajarkan ilmu kepada siswa siswaku.

Beberapa buku masih aku simpan, masih sering kugunakan walau tidak setiap hari. Mataku lalu tertuju pada satu buku, lebih tepatnya lembaran kertas yang sudah kujilid rapi bersampul biru. Sampul plastiknya telah robek. Ia penghuni terakhir lemari buku yang belum kukeluarkan. Kulihat sepintas sampulnya, ada tulisan “DAFTAR NILAI HAFALAN BACAAN SALAT KELAS VII & IX TAHUN 2019.

Aku menghentikan pekerjaanku. Kuambil buku itu dan kubuka isinya. Beberapa nama sempat aku baca dan tersenyum sendiri. Kulihat angka – angka yang tertulis di situ, rata – rata dapat seratus. “Kelas ini kelas majelis taklimku.” Begitu aku menyebut salah satu kelas di kelas IX yang kuajar tahun lalu. Bahkan salah seorang siswanya ikut mewakili kecamatan kami mengikuti lomba kaligrafi tingkat Kabupaten.

Aku memang suka memberi julukan kepada kelas mereka sesuai karakter kalasnya. Aku juga menyebut salah satu kelas dengan julukan kelas selegram, karena rata rata siswanya aktif memposting foto di instagram. Bahkan ketika kelas itu menyetor tugas akhir, aku sampaikan kepada meraka, “jangan lupa ya, tulis akun instagramnya di sampul laporan biar aku bisa follow.” Mereka tertawa riang dan guru pun senang.

Aku memang royal untuk urusan nilai – nilai. Dan salah satu kebiasanku saat memberi nilai ke siswa adalah, aku memperlihatkan nilai itu kutulis di buku keramatku. “Biar tidak ada dusta di antara kita,” kataku kepada mereka. Biasanya mereka akan tersenyum puas, sepuas aku melihat usahanya.

Aku makin bernostalgia dengan buku daftar nilaiku yang sudah terkoyak sampulnya itu. Kubuka lembaran berikutnya. Ah, kelas ini. Aku tersenyum. Kelas yang satu ini memang trending topik di ruang guru. Beberapa siswa laki lakinya lincah, bahkan sangat lincah. Untunglah ibu wali kelasnya sangat penyabar dan penuh kasih sayang. Beberapa kali kudapati ibu wali kelas yang penyayang itu memberikan beberapa lembaran uang kepada mereka. “Mereka minta ditraktir,”katanya sambil tersenyum.

Ada beberapa nama yang kuhafal, dan mungkin nama nama itu akan kuhafal sampai aku pensiun nanti. Anaknya laki – laki, tubuhnya lebih besar dari saya. Kalau berjalan seperti artis India. Setiap kali saya masuk mengajar, biasanya mereka akan duduk di pojok belakang. Kalau aku mendekat, meraka akan berdalih, bahwa pulpen mereka jatuh. “Ah, klasik sekali alasannya,” tawaku dalam hati. Setiap masuk ke kelas ini, aku biasanya membawa beberapa pulpen untuk mereka.

Jika tiba waktu mengajar, maka yang aku lakukan adalah menunjuk mereka satu persatu untuk naik di depanku menghafalkan bacaan salat dan beberapa surah pendek. Ini memang tidak ada di dalam kurikulum, tapi ini sangat penting mereka ulangi. Materinya sudah kuatur sedemikian rupa. Bagi sebagian siswa yang pintar, hal itu tidak jadi masalah. Tapi bagi siswa yang super lincah, ini sangat meresahkan. Dan disitulah seninya mengajar.

Ketika tiba kusebut nama siswa yang super lincah itu, ia menatapku dan tersenyum. Aku tersenyum juga memahami kegundahannya. Sekali lagi kusebut namanya. Ia masih belum beranjak dari tempat duduknya. Beberapa temannya yang super lincah juga, batuk batuk kecil dan tersipu – sipu. Suasana kelas jadi seperti pasar malam.

“Kau ke sinilah dulu,” aku berdiri sambil melambaikan tangan padanya. Ia berjalan dengan malu malu tidak seperti artis India lagi. “Coba hafalkan lafaz niat salat ini dan ini.” Ia lalu menghafalkan beberapa lafaz niat salat yang kusebutkan tadi. Meskipun dengan bacaan yang kurang sempurna dan setelah diulang beberapa kali, namun aku puas. Usaha pertamaku berhasil. Kutulis di daftar nilaiku angka 80, dan dia tersenyum melihatnya. “Minggu depan kalau kau bisa menghafal ini,”sambil tanganku menunjuk ke buku, “Aku akan memberi nilai 100.” ucapku meyakinkan. “Bagaimana kalau tidak lancar, Pak ?” tanyanya tersipu - sipu. “Kita menghafal sama – sama, dan nilainya kita bagi dua,” kataku pelan setengah tertawa. Ia tertawa, lebar sekali. “Tapi tidak ada bukuku, Pak,!” lanjutnya. Kuserahkan buku itu kepadanya. “Ambil buku ini,” kataku.

Kuperhatikan sekali lagi buku daftar nilaiku yang sudah kusam itu. Di bagian keterangan, aku melihat tulisanku besar – besar “TUNTAS 85%”. Aku lalu ingat perjuangannya menghafalkan bacaan salat selama 1 tahun. Memang belum 100% tapi aku puas sekali, puas sekali. Semoga saja di sekolahnya yang baru, dia bisa menuntaskan 100%.

Kuambil buku itu, tidak kusimpan di lemari atau gudang, namun di ransal laptopku. Buku itu mungkin tidak akan kubuka atau kugunakan lagi. Namun ada yang kubutuhkan, “semangat yang tersirat di buku itu.”

Ditulis di Batu – Batu, 16 Februari 2021, jelang salat Zhuhur.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Guru hebat, Setiap lembaran buku nilai ada ceritanya. Apakah cara berjalan siswa yang seperti artis India itu bergoyang-goyang pak?

22 Feb
Balas

hehehehee, biasa Bunda, anak muda cari perhatian..

23 Feb

Begitu lah guru selalu menyimpan cerita unik tentang anak anak kita. Keren pak. Sudah saya follow ya

22 Feb
Balas

Keren cerita pengalamannya, Pak. Setiap guru punya trik sendiri untuk bisa merebut perhatian siswanya.

22 Feb
Balas

siap Bunda.. terima kasih sudah mampir di sini

23 Feb

Mantul cerpennya pak. Salam kenal dan salam literasi

23 Feb
Balas

salam kenal Bunda dari Soppeng.. Salam literasi

23 Feb



search

New Post