"Kolecer" Mulai Terancam Keberadaannya.
Kampung ku berada di wilayah kabupaten Tangerang Provinsi Banten. Wilayah yang sarat dengan budaya-budaya lokal mulai dari proses penanaman/pemanenan/penjeruran/penggilingan padi secara tradisional, tradisi potong rambut bayi, tahlilan saat ada warga yang meninggal dunia, layang-layang dari daun pohon ubi hutan (gadung), kolecer, dan lain sebagainya.
Budaya lokal sarat akan makna. Budaya yang dilakukan secara turun temurun. Budaya yang sarat kebersamaan sesama warga, dilakukan penuh kesadaran, niat untuk bersedekah, dan menunjukan eksistensi.
Salah satu budaya lokal adalah kolecer. Kolecer dibuat dari bambu tua dan kering kemudian diserut dan ditipiskan. Cara kerja kolecer mirip seperti kipas angin, diputar dengan bantuan angin. Dipasang pada bambu khusus dan ditempatkan di pohon-pohon yang tinggi. Pada saat angin kencang kolecer berputar sesuai dengan tingkat kecepatan angin, saat batang kolecernya melengkung kebelakang terdengar suara "buuummm" begitu seterusnya.
Saat musim angin, setiap orang tanpa dikomandoi berlomba-lomba membuat kolecer dari ukuran kecil sampai dengan besar. Saat angin besar bertiup semuanya standby didekat pohon memperhatikan kolecer buatannya. Bahkan sambil bertepuk tangan dan berdecak kagum atas hasil kolecer karyanya mampu diputarkan angin dan mengeluarkan suara "buummm".
Terkadang angin bertiup sangat kencang sehingga kolecer bisa patah karena tidak mampu menahan angin, kemudian si yang punya kolecer akan membuat lagi. Begitu dilakukan secara terus menerus.
Musim kolecer akan berakhir saat musim angin berakhir. Kolecer akan dibiarkan diatas pohon sampai usang.
Seiring kemajuan zaman, di kampung ku mengalami alih fungsi lahan. Penduduk terus bertambah selain karena tingkat kelahiran yang tinggi juga berasal dari migrasi penduduk pendatang yang mengadu nasib menjadi buruh pabrik di kawasan Industri Tangerang.
Berbagai pohon besar akhirnya dikorbankan, ditebang untuk pembangunan pemukiman dan industri.
Pohon-pohon sebagai tempat pemasangan kolecer akhirnya satu persatu mulai berkurang. Kini pohon untuk menempatkan kolecer sifatnya terbatas tidak begitu banyak dan tinggi sehingga kolecer tidak lagi banyak jumlahnya. Kalaupun ada hanya beberapa saja pada pohon sisa yang belum ditebang yang jumlahnya terbatas.
Haruskah generasi masa depan kehilangan pengetahuan tentang cara membuat kolecer dan melihat aksinya di atas pohon, semoga saja tidak.
Semua pihak harus membudayakan menanam berbagai tanaman sekitar rumah, sehingga saat pohon-pohon kembali tumbuh besar keberadaan kolecer dapat dipertahankan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
bertambah satu pengetahuan. Kolecer. Tulisannya kereen