Mumtihanah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Rona Kisah Klasik (14)

#part 14

Terciduk Penjaga

Aku semakin ingin tahu apa yang terjadi di dusun ini. Aku penasaran dan berjalan menuju tempat perempuan itu menyimpan nampan, tapi tiba-tiba dua orang anak kecil berkejaran menghalangi jalanku. Salah seorang di antara mereka bersembunyi di belakangku. Terdengar saling bersahutan, rupanya mereka sedang bertengkar.

“Sudah, jangan bertengkar,” ucapku pada mereka.

“Dia yang salah, Kak, merebut makananku.” Anak yang dihadapanku terlihat geram.

Akhirnya mereka berdamai setelah kubujuk dengan memberikan makanan kecil yang ada di tasku. Setelah berbincang-bincang, dua orang anak itu ternyata bersaudara, mereka kemudian mengajakku ke rumahnya.

Anak-anak itu tampak senang kubonceng, di atas motor mereka bersenandung riang.

Saat sampai, mereka memperkenalkanku dengan ibunya, namanya Bu Rida. Tak seperti penduduk lainnya, Bu Rida ramah dan enak diajak berbicara. Aku memperoleh banyak informasi darinya.

“Di sini kami memang punya aturan sendiri dan kebiasaan yang berbeda dari tempat lain, tapi selama kita tak melanggar aturan, tidak akan terjadi apa-apa.” Bu Rida menjelaskan sambil membersihkan singkong hasil kebunnya.

“Di sini ada sekolah, Bu?”

“Ada, Sekolah Dasar dan Sekolah Menenengah Pertama, jenjang selanjutnya anak-anak sekolah di luar dusun.”

“Letaknya di mana, Bu?”

“Di ujung dusun ini, tak jauh dari sini. Sebaiknya kamu tak perlu ke sana, tidak ada yang unik, sama saja dengan sekolah di tempat lain.”

“Jangan khawatir, aku pamit dulu, Bu.” Aku tersenyum sambil mengambil helm dan naik ke motor.

Maaf. Bu, aku akan ke sana, rasa penasaranku tak terbendung. Jangan khawatir, semua akan baik-baik saja.

Tak sampai lima belas menit, aku sampai pada bangunan dengan cat yang mulai memudar. Di depannya ada papan nama sekolah dan ternyata kedua jenjang sekolah yang dimaksud berdekatan. Bangunannya tidak terlalu besar, atapnya juga sudah mulai berkarat, Nampak di halaman juga rerumputan mulai tumbuh, tapi cukup terlihat bersih, tak terlihat sampah berserakan. Tak ada hal aneh yang kutemui, biasa saja. Tapi saat hendak pulang, di kejauhan aku melihat papan lain dengan tulisan samar-samar.

Aku mencoba mendekat, terlihat tulisan “Kawasan Dilarang Masuk.” Sisi kanan dan kirinya dipenuhi rimbunan pohon bambu.

Ada apa di dalam, Ya? Daripada kepikiran, aku akan mencari tahu. Aku masuk dan melewati papan tulisan, terlihat sebuah rumah panggung yang cukup besar dengan halaman yang cukup luas. Gerbangnya terbuka, mungkin ada tamu. Dua orang lelaki berbaju hitam tampak berjaga di depannya. Aku secepatnya bersembunyi di balik rimbunan bambu.

Teringat pesan dari Pak Dusun, untuk tak membuat masalah, membuatku harus mengendalikan rasa penasaranku. Aku pikir, cukup memperhatikan dan memandang dari disini saja. Aku ambil ponsel, berniat mengabadikannya. Tak disangka dari belakang ada yang mencengkram leherku.

Aku nyaris tak bernafas. Kucoba balikkan tubuhku, tapi ternyata susah. Kaki kananku bergerak ke belakang mengenai tubuh orang itu, cengkeramannya terlepas. Keributan itu ternyata menarik perhatian kedua penjaga.

“Hei, Kamu siapa?” Seorang penjaga membentakku.

“Orang ini tadi mengintip dan mau memotret rumah ketua adat,” ucap orang yang mencengkramku yang ternyata adalah seorang lelaki, berpakaian hitam, sama dengan kedua penjaga itu.

“Beraninya, kamu!” ujar penjaga lainnya.

Aku mencoba mengatur nafas, kekuatan cengkeraman lelaki itu luar biasa. “Aku tak bermaksud apa-apa,” kataku masih tersengal.

“Kamu harus ikut kami.” Ketiga lelaki itu hendak memegang kedua lenganku, tapi aku menghindar.

Tanpa di duga Bu Rida datang tergopoh-gopoh. “Tuanku! tolong maafkan anak ini, ia tadi ke rumah dan mungkin tersesat, "jelas Bu Rida.

Ketiga penjaga saling berpandangan. “Lain kali, suruh anak ini jangan sembarangan di dusun ini.” Salah seorang di antara mereka berucap ke Bu Rida. Mereka kemudian beranjak pergi.

“Sudah aku bilang, jangan ke sini.” Bu Rida menghela nafas panjang.

Maafkan aku, Bu Rida. Aku cuma ingin tahu.

(Bersambung)

Nama, tempat dan peristiwa fiksi belaka

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post