Munira Dharma Ningsih

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Matahari Pasti Datang Menggantikan Rembulan (3)

Matahari Pasti Datang Menggantikan Rembulan (3)

“Ayo, kita berangkat! Kita pamit dulu sama Ibu,” kata Atila

Sebelum berangkat mereka pamit kepada Ibu Rani. Ibu Rani berpesan agar hati-hati di jalan dan jangan pulang terlalu malam.

“Kita naik becak, ya! Gak pa-pa kan?” kata Atila sambil tersenyum.

“Ok, gak masalah, “ sahut Rani

Memang tempat pesta pernikahan tidak terlalu jauh dari rumah Rani. Dengan naik becak, lima belas menit sudah sampai ke gedung tersebut. Selama di perjalanan mereka ngobrol. Rani tidak terlalu banyak berbicara. Dia hanya menjawab apa yang ditanyakan Atila.

“Ngomong-ngomong, aku belum tahu namamu,” kata Atila.

“Maharani. Kamu panggil saja aku Rani, “ sahut Rani.

“Kamu mungkin belum tahu aku. Aku banyak kenal dengan orang-orang di kampungmu. Banyak teman mainku di sana. Apalagi aku satu kantor sama Mas Rian. Hampir tiap hari sepulang kerja aku ke rumah Mas Rian. Keluarga Mas Rian sudah kuanggap keluargaku juga. Aku cukup dekat dengan mereka,” cerita Atila.

Atila berusaha mencairkan suasana selama di perjalanan. Dia sebutkan satu persatu temannya yang ada di kampung Rani. Teman mainnya dan teman sekolah. Ternyata teman sekolah Atila adalah adik kelas Rani. Jadi dia lebih muda dari Rani.

Tanpa terasa mereka sudah sampai di tempat pesta pernikahan. Sudah banyak undangan yan hadir. Setelah memasukkan amplop sumbangan ke tepat yang sudah disediakan. Mereka mencari tempat duduk yang masih tersisa untuk mereka. Ahirnya mereka duduk di deretan belakang. Kebetulan juga teman-teman Atila yang hadir duduk di situ juga.

“Itu teman-temanku Ran, kata Atila sambil melambaikan tangan kepada teman-temannya.

Rani menanggapi Atila dengan tersenyum. Suara musik yang keras dan banyaknya tamu undangan membuat mereka berdua tidak bisa bebas berbicara.

Sepasang pengantin mulai memasuki ruangan pesta. Rona bahagia terpancar dari wajah mereka. MC mengucapkan selamat kepada pengantin, dan memberitahukan kepada undangan bahwa pengantin menikah tadi pagi di rumah mempelai wanita. Sepasang pengantin sudah duduk di pelaminan. Senyum bahagia mereka berikan kepada undangan yang hadir.

“Kebayang nggak kamu duduk di pelaminan seperti mereka?” tanya Atila setengah berbisik.

Ruangan yang bising membuat Atila lebih mendekat kepada Rani ketika mereka berbicara.

“Semua perempuan pasti ingin duduk di pelaminan bersama mereka. Termasuk aku. Tapi kalau aku, akad nikah itu sudah cukup. Tidak perlu pesta besar-besaran seperti ini. Yang penting sah dan sakral,”ujar Rani sambil memandang sepasang pengantin.

Acara pesta pernikahan sudah dimulai. Dua penyanyi wanita memprsembahkan lagu romantis untuk sepasang pengantin dan undangan. Sebelum hidangan disuguhkan Atila sudah mengajak Rani pulang.

Di luar gedung, Atila mengucapkan terima kasih kepad Rani, “Terima kasih Ran, kamu sudah mau menemaniku ke sini. Sekarang katakan apa yang kamu inginkan, aku akan berikan sebagai ucapan terima kasihku.”

Sebelum mengajak Rani, Atila sebenarnya berjanji dalam hatinya, akan memberikan apa yang diminta Rani, bila Rani mau menemani ke pesta pernikahan itu.

“Gak usah, anggap aja ini awal pertemanan kita,” kata Rani

“Gimana kalau kita ke Pasar Malam?” ajak Atila

“Boleh, tapi jangan lama-lama, ya. Aku gak begitu suka dengan keramaian. Apalagi sekarang malam Minggu, pasti rame. Aku juga gak suka berdesak-desakan dengan mereka,” ujar Rina.

“Ok, jangan khawatir. Kan ada aku yang menjagamu,” mulai Atila sedikit ngegombal.

Segera mereka berdua ke Pasar Malam. Kebetulan juga jarak Pasar Malam tidak jauh dari tempat pesta pernikahan. Ternyata sepanjang jalan menuju ke Pasar Malam memang ramai. Banyak juga yang berjalan kaki seperti mereka berdua. Pasar Malam menjadi salah satu tempat alternative refresing di kota Pamekasan. Tapi Pasar Malam hanya ada setahun sekali. Setelah para petani memanen tembakau.

Malam itu suasana Pasar Malam sangat ramai. Betul juga, untuk melewati pintu masuk mereka berdua harus berdesakan dengan pengunjung lainnya. Mereka bukan hanya penduduk kota. Tapi juga ada yang dari luar kota Pamekasan.

Atila segera merangkul Rani untuk melindunginya dari desakan pengunjung. Setelah berhasil masuk Atila menggandeng Rani agar mereka tidak terpisah.

Hati Rani berdegup kencang. Apalagi Atila menggenggam tangannya cukup kuat. Lelaki itu sangat menjaga dirinya. Hampir terjadi keributan antara Atila dengan pengunjung yang menyenggol Rani. Tapi Rani segera menarik Atila. Mereka berdua melihat-lihat permainan yang ada di sana. Mereka ada di depan stan penjual boneka. Atila membawa Rani ke dalam stan itu. Dia memilih boneka yang cukup besar.

“Saya belikan boneka ini buatmu, ya,” Atila menawarkan boneka teddy bear yang besar ke Rani.

“Gak usah. Saya gak suka boneka,” sahut Rani.

“Biasanya perempuan suka boneka. Adik perempuanku juga begitu. Dia suka tidur dengan bonekanya. Umurnya gak jauh beda denganku, “ kata Atila.

“Tapi aku gak suka boneka. Aku tidak pernah membeli boneka,” ujar Rani

“Aku harus beliin kamu apa dong Ran?” tanya Atila.

“Kita naik itu, ya! Aku belum pernah naik kincir ria,” ujar Rani sambil menunjuk ke kincir ria yang ada di depan stan boneka.

Atila tertegun sambil menatap kincir ria yang ada di depannya. Ada keraguan di dalam hatinya. Dia sendiri juga belum pernah naik kincir ria. Tapi karena dia ingin berterima kasih kepada Rani, ahirnya dia menyanggupinya. Segera dia membeli tiket kincir ria untuk mereka berdua.

Mereka berdua sudah ada di dalam gondola (kabin kincir ria). Tapi kincir ria itu belum berputar. Masih menunggu penumpang lainnya. Tiba-tiba Atila menggenggam tangan Rani. Tangannya sangat dingin. Rani memandangnya heran.

Satu persatu gondola mulai terisi. Kincir ria berputar perlahan. Ketika gondola yang mereka berdua tumpangi berada di atas, kincir ria berhenti. Tangan Atila semakin dingin. Atila memang phobia ketinggian. Dia berusaha melawan perasaan dengan bercerita kepada Rani bahwa rumahnya tidak jauh dari tempat mereka saat ini.

Setelah tiga kali berputar kincir ria itu berhenti. Satu persatu penumpang turun, termasuk mereka berdua. Atila lega. Karena kekhawatirannya sudah hilang.

“Aku tidak pernah naik kincir ria Ran, dan aku takut ketinggian,” cerita Atila setelah mereka turun.

“Pantesan, tanganmu dingin banget, “ sahut Rina sambil tersenyum. Dia berusaha menenangkan Atila.

“Kita pulang, ya! Sudah jam sembilan. Tapi kita makan dulu. Aku gak mau membuat Ibumu khawatir menunggumu,” kata Atila.

Sebelum keluar dari Pasar Malam, mereka bertemu dengan adik Atila. Adik Atila juga ke Pasar Malam bersama teman-temannya.

“Kak Atila, dengan siapa Kak? Pacar Kakak?” tanya adik Atila sambil senyum-senyum memandang mereka berdua.

“Ini teman Kakak, “ sahut Atila

“Oh ya Ran, ini Mila adikku,” kata Atila memperkenalkan adiknya kepada Rani.

Rani tersenyum kepada Mila yang tersenyum kepadanya.

“Mila, Kakak mau pulang nih. Tapi Kakak masih mau mengantar Rani pulang. Kamu juga segera pulang,” kata Atila kepada adiknya.

“Ya, Kak! Ini aku mau pulang,” sahut Mila. Mila mengerlingkan matanya kepada Atila, karena Atila masih menggenggam tangan Rani.

Setelah makan di warung nasi goreng, Atila mengantar Rani pulang. Sebelum Rani masuk ke dalam rumah, Atila mengucapkan terima kasih kepada Rani.

“Sekali lagi Rani, aku ucapkan terima kasih,” kata Atila sambil tersenyum.

“Sama-sama. Aku langsung mo istirahat ya. Besok aku kebagian sif pagi,” kata Rani.

Setelah memberi salam Atila pulang. Sementara Rani masuk ke dalam rumah. Segera ia mengganti gaunnya dengan baju tidur dan membersihkan riasannya. Sebelum beranjak ke tempat tidur dia sholat isya’ terlebih dahulu.

Rani memjamkan matanya. Hari ini cukup melelahkan. Karena dia belum beristirahat sampai saat ini. Jam di kamarnya sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Sampai pukul sebelas Rani belum bisa memejamkan matanya. Dia masih teringat apa yang dia lewati malam ini bersama Atila.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Super sekali,kita tunggu ketikan ide berikutnya

28 Sep
Balas

Kuereeeeen.........., salam kenal, salam literasi (ijin follow..)

28 Sep
Balas

Bagus, ingin tahu kelanjutannya

27 Sep
Balas



search

New Post