Tantangan Hari ke-76

#TantanganGurusiana

Masih teringat jelas materi himpunan Pengetahuan Umum, pada saya waktu duduk di bangku SD. Saya dan teman-teman menghafal ilmu-ilmu yang ada di buku itu. Jepara terkenal sebagai kota ukir. Hal itu sudah sering menjadi pembicaraan oleh guru-guru dan juga teman-teman saya. Tapi sejujurnya, saya agak kurang mengetahui dan paham yang sebenarnya. Di rumah orang tua dan tetangga, belum saya jumpai ukir-ukiran yang menghiasinya. Makhlumlah, warga kampung Wates, tempat kelahiran saya termasuk desa terpencil yang sebagian besar bekerja sebagai buruh di PTP Perkebunan Beji kala itu. Gaji sebagai buruh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok saja.

Setiap perjalanan dari Jepara ke Semarang, saya suka menikmati pemandangan di sekitar. Di daerah Jepara, khususnya desa Tahunan berjejer-jejer toko-toko mebel. Setelah menikah dan tinggal di Desa Bandengan kecamatan kota Jepara, barulah saya paham yang sebenarnya. Keunikan kota Jepara dan warga-warganya, yang dari dulu saya kenal sebagai kota ukir.

Di desa Mulyoharjo Jepara, ternyata tak hanya kaum adam saja tapi ada pula kaum hawa yang pekerjaannya mengukir. Aou..., luar biasa. Pengetahuan pertama ini saya dapatkan ketika berkeliling bersama suami, untuk mencari mebel guna persiapan mengisi rumah kami. Desa-desa sekitar penghasil mebel juga kami datangi untuk membandingkan antara harga dan kualitasnya.

Mebel-mebel paling utama sudah terpenuhi yang berikutnya, yakni menghiasi vertilasi kosen-kosen rumah kami. Hiasan kaligrafi yang menjadi impian saya dan suami juga menyetujui. Menurut internet pada jasakaligrafimasjid, kata kaligrafi diambil dari kata Latin “kalios” yang berarti indah dan “graph” yang berarti tulisan atau aksara. Arti seutuhnya kata kaligrafi adalah kepandaian menulis elok atau tulisan elok. Sedangkan menurut KBBI, kaligrafi adalah seni menulis indah dengan pena. Kaligrafi yang saya inginkan, tulisan indah yang mempesona yang diwujudkan dalam media kayu jati.

Saya pun mencari informasi dari rekan kantor dan akhirnya saya mendapatkan informasi bahwa ada pembuat kaligrafi yang harganya murah. Informasi saya teruskan ke suami, tapi tak ada tanggapan sama sekali. Hemmmm..., haruskah saya sakit hati? Tidaklah, biarkan suami tak peduli, yang penting yakin hasilnya tetap mempunya kaligrafi.

Suatu hari suami mengajak saya mencari pembuat kaligrafi, saya pun tetap mengajak ke tempat pembuat kaligrafi yang murah. Diam, diam, dan tetap diam, namun kendaraan masih dijalankan menuju desa Bulu kota Jepara. Rumah Pak Ali yang menjadi tujuan suami. Pak Ali pembuat kaligrafi yang sudah sering melakukan pameran sampai ke Jakarta. Karya Pak Ali pasti mahal, pikiran itu terlintas di benak begitu saja.

Di depan rumah Pak Ali ada sebuah masjid dan sebelahnya ada tempat untuk menuntut ilmu agama. Akhirnya kami pun dapat bertemu Pak Ali, kami berkenalan dan Pak Ali pun bercerita tentang dirinya dan karya-karya yang dipajangnya. Alhamdulillah, Pak Ali yang baik hati, beliau memberi harga teman untuk membuat kaligrafi pada ventilasi kosen-kosen rumah kami.

Pesanan saya sederhana, di depan pintu utama bertuliskan ucapan salam dan dua ventilasi jendela sebelah kiri bertuliskan dua kalimat sahadat. Dengan membuat hiasan dari kaligrafi tersebut, kami berharap setiap makhluk apapun yang masuk ke dalam rumah akan selalu membawa keselamatan bagi penghuninya. Dua kalimat sahadat tersebut, dapat kami pandangi setiap saat duduk di ruang tamu ataupun di teras sebagai mengingatkan kami agar selalu beristiqomah dengan agama kami. Sedangkan tulisan untuk ventilasi kosen-kosen yang lain saya serahkan sepenuhnya kepada Pak Ali.

Sketsa rumah dan bahan, serta catatan sudah kami berikan kepada Pak Ali. Setelah menunggu akhirnya dua kalimat sahadat dan ucapan salam sudah dapat diambil dan langsung kami pasang. Beberapa hari, bahkan berminggu minggu kami menunggu pesanan yang lain tapi tak kunjung datang. Justru yang datang pak Ali dan saudaranya yang kelihatannya seorang Kyai. Dengan melihat penampilan dan pembawaan, saya suka menyebut dengan Pak Kyai. Pak Ali memperkenalkan bahwa saudaranya yang menjadi desainer kaligrafinya. Rumah kami di jelajahinya, ruangan apa saja yang kami miliki. Pak Kyai bercerita, tak semua tulisan di Al Quran dapat diambil untuk membuat kaligrafi. Yang dipilih, hanyalah ayat-ayat yang mengandung doa. Pak Kyai juga menjelaskan, kenapa beliau sampai datang melihat sendiri ke rumah kami, karena setiap kaligrafi yang dibuatnya, harus bersesuaian dan seirama tergantung tempat pemasangannya. Saya pun masih berpesan, jika saya suka kaligrafi yang tulisannya cenderung berdiri. Pak Kyai mengerti maksud saya dan menjawab,”Nanti akan saya carikan doa yang banyak memuat huruf alif dan lam”.

Akhirnya saya baru saja mengerti, kenapa pak Ali, tidak secepatnya memenuhi pesanan-pesanan kami. Ternyata beliau mengingankan karya terbaiknya untuk rumah kami. Saya juga baru memahami, kenapa suami tak pernah menghiraukan ajakkan saya untuk mencari kaligrafi yang murah. Kaligrafi Pak Ali yang semula saya pikir harganya mahal, ternyata masih terjangkau oleh kami saat itu.

Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah, telah Kau pertemukan kami dengan orang yang tepat untuk melengkapi rumah kami. Rumah sebagai surga, tempat peristirahatan, tempat melepas segala kelelahan, tempat menikmati suasana disaat kami selesai menjalankan tugas-tugas negara. Kaligrafi di rumah kami, terdapat untaian doa-doa yang ditata rapi oleh Pak Kyai.