SEBUAH CERPEN RELIGI 'SUARA DARI MENARA' (T.1323)
Ditulis oleh MN_GBC,
Malam itu, langit kota tampak cerah dengan bintang-bintang yang berkelap-kelip. Di sudut taman kota, sekelompok anak muda sedang berkumpul. Tawa riang dan percakapan seru menghiasi suasana malam. Di antara mereka, ada Dimas, seorang remaja berusia 17 tahun yang terkenal dengan semangatnya dalam setiap pertemuan.
"Ayo, kita ke kafe itu, katanya ada menu baru!" ajak Budi, salah satu teman Dimas.
"Ah, boleh juga," sahut Dimas sambil menyambar helm motornya. Mereka segera bergegas menuju kafe favorit mereka yang tak jauh dari taman.
Sesampainya di kafe, mereka duduk di meja pojok yang biasa mereka tempati. Percakapan berlanjut, kali ini diselingi dengan bercandaan dan cerita-cerita lucu. Tiba-tiba, suara adzan dari masjid terdekat terdengar mengisi malam yang hening.
"Allahu Akbar... Allahu Akbar..."
Dimas mendengar suara adzan itu, tetapi ia hanya menunduk, seakan-akan tidak mendengar apa-apa. Teman-temannya juga tidak ada yang bergerak, mereka terus asyik dengan obrolan mereka. Suara adzan yang seharusnya menjadi panggilan untuk sholat Isya hanya menjadi latar belakang bagi mereka.
"Masjidnya dekat sini ya, suaranya jelas banget," kata Fajar sambil menyuap makanannya.
"Iya, dari dulu juga sudah biasa kayak gini, kan?" sahut Dimas. Tapi, dalam hatinya, Dimas merasa ada sesuatu yang hilang. Ia ingat bagaimana dulu ayahnya selalu mengajaknya sholat berjamaah di masjid, namun sejak ayahnya meninggal, kebiasaan itu perlahan hilang.
Malam semakin larut, dan setelah beberapa jam di kafe, mereka pun memutuskan untuk pulang. Saat Dimas mengendarai motornya melewati masjid, ia melihat bayangan jamaah yang baru saja selesai sholat. Hati Dimas bergetar, mengingatkan pada kenangan bersama ayahnya.
Sesampainya di rumah, Dimas duduk di depan kamarnya, merenung. Ia merasa ada yang kurang dalam kehidupannya yang penuh kesenangan duniawi. Ia teringat pesan ayahnya yang selalu mengatakan, "Nak, dalam hidup ini, jangan pernah lupa pada Tuhanmu. Sesibuk apapun kamu, selalu sempatkan waktu untuk sholat."
Pagi itu, Dimas memutuskan untuk berubah. Ia ingin kembali merasakan kedamaian yang dulu ia rasakan saat sholat berjamaah di masjid. Ketika suara adzan subuh terdengar, Dimas segera bangkit dari tempat tidurnya, mengambil wudhu, dan berjalan menuju masjid. Di sana, ia merasakan ketenangan yang selama ini hilang.
Sejak hari itu, Dimas berusaha untuk tidak lagi mengabaikan panggilan Allah SWT. Ia sadar bahwa kesenangan duniawi hanya sementara, tetapi kedamaian yang diberikan oleh ibadah adalah kekal. Kini, setiap kali suara adzan terdengar, Dimas tersenyum dan bersyukur karena ia tahu, itu adalah panggilan dari Sang Pencipta yang mengingatkannya untuk selalu mendekatkan diri kepada-Nya.
Semoga cerita ini bermanfaat, Salam #MN_GBC
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar