Belajar Dalam Mengambil Tanggung Jawab
Belajar Dalam Mengambil Tanggung Jawab
#mengikat makna#
Dalam setiap kesempatan kita pasti sering mengatakan kepada anak didik kita agar belajar mengambil tanggung jawab. Mengambil tanggung jawab merupakan ciri kematangan kita dalam menjalankan amanah yang telah dibebankan kepada kita. Seberapapun kecil amanah yang dipercayakan kepada kita pasti ada tanggung jawab yang harus dijalankan. Semakin besar amanah semakin besar tanggung jawabnya. Dalam bahasa agama bahwa setiap amanah akan dimintai pertanggungjawabannya.
Kadang kita terlena dalam memberikan nasehat dalam tanggung jawab. Kita sering meminta orang lain mengambil tanggung jawab tetapi kita lupa atas kedudukan kita dalam mengambil tanggung jawab. Sebagai guru kita sering menuntut siswa untuk mengambil tanggung jawab tetapi sudahkah kita menunaikan tanggung jawab sebagai guru terlebih dulu sebelum meminta murid supaya belajar dengan keras, mengerjakan semua tugas, datang tepat waktu, pulang tepat waktu, dan tanggung jawab lainnya. Sudah kita menyiapkan pembelajaran kita jauh-jauh hari tidak sekadar menyiapkan hari ini untuk mengajar besok pagi karena kita sibuk dengan kepentingan-kepentingan pribadi. Sudahkah kita patuh pada aturan mengajar minimal 24 jam, hadir dalam jam kerja 37,5 jam per minggu, mengantarkan anak-anak didik sukses dalam belajar mata pelajaran kita, memberi pengajaran reedial bagi mereka yang belum berhasil dan memberikan pembelajaran pengayaan bagi mereka yang sudah berhasil.
Dalam konteks lain sering kita dengar kepala sekolah meminta kita untuk melakukan ini dan itu agar sekolah kita maju, tetapi apakah kepala sekolah telah mengambil semua tanggung jawabnya yang telah dibebankan kepadanya? Sudahkah kepala sekolah merancang semua program yang akan dijalankan jauh-jauh hari sebelum proses pemebelajaran awal tahun dimulai sehingga visi sekolah dapat dicapai, sudahkan kepala sekolah melakukan pembinaan, monitoring supervisi untuk seluruh komponen sekolah yang menjadi tanggung jawabnya sehingga semua proses dipastkan sesuai dengan yang direncanakan dalam mencapai tujuan yang telah dtetapkan. Sudahkah kepala sekolah melakukan evaluasi atas seluruh proses untuk mendapatkan umpan baik perbaikan di masa yang akan datang. Jangan-jangan kepala sekolah tidak mengetahui semua proses karena sibuk dengan dunianya sendiri. Adakah kepala sekolah yang mengundurkan diri bukan karena masalah prinsip tetapi hanya karena merasa tidak berhasil dengan tugasnya sehingga bisa dengan leluasa untuk keluar sekolah cukup sebagai guru sehingga jika mau izin cukup dengan kepala sekolahnya saja? Dalam konteks yang sama juga berlaku bagi pengawas sekolah atau penilik sekolah memiliki tanggung jawab yang sama atas beban amanah yang diembankan. Semua akan mengambil tanggung jawab. Akan sangat kontribustif jika setiap kedudukan menunaikan tanggung jawabnya sehingga sinergi tanggung jawab akan menghasilkan output dan outcome yang luar biasa.
Ada yang menarik yang bisa dipetik dari cerita suami tentang tanggung jawab pemerintah Jepang dalam hal ini pemerintah provinsi yang dikunjungi dalam upaya peningkatan kemampuan berbahasa Inggris bagi peserta didik. Dalam konteks pembelajaran bahasa Inggris, kondisi di Jepang dan di Indonesia mungkin memiliki kemiripan. Bagi kedua negara bahasa Inggris diyakini memiliki peran yang sangat besar dalam persaingan global di masa depan. Bagi Jepang bahasa Inggris tetap bukan bahasa utama dalam pembelajaran dan hal itu sama dengan kondisi yang dialami di Indonesia. Berbeda dengan Singapura, pembelajaran bahasa Inggris menjadi sangat utama karena bahasa pengantar utama dalam pembelajaran di Singapura adalah bahasa Inggris. Apakah ada yang berbeda akan tanggung jawab antara pendidikan di Jepang dan Indonesia?
Tidak sekadar membandingkan tetapi mungkin dapat sebagai bahan renungan. Ketika bahasa Inggris menjadi hal yang penting dalam perkembangan global, sistem persekolahan kita memiliki cara masing masing yang mungkin antara sekolah yang satu dengan yang lain berbeda. Oleh karena itu, pencapaian kemampuan berbahasa Inggris di sekolah-sekolah kita tergantung dari masing-masing inovasi yang dikembangkan oleh masing-masing sekolah. Hal ini berbeda dengan pendidikan di Jepang. Pemerintah Jepang menerapkan nasionalisme dalam pemakaian bahasa Jepang luar biasa, seperti dalam forum resmi seorang profesor pendidikan tetap menggunakan bahasa Jepang dalam penjelasannya dan peserta yang dari negara asing pun harus menterjemahkannya dalam bahasa-bahasa yang diinginkan. Walaupun demikian, pemerintah Jepang menyadari pentingnya penguasaan bahasa Inggris dalam percaturan global di masa yang akan datang. Peran dan tanggung jawab itu tidak hanya dibebankan kepada guru atau sekolah saja, tetapi seluruh pengambil kebijakan juga mengambil tanggung jawab.
Pemerintah Provinsi Kumamoto misalnya, dalam rangka memperkuat pembelajaran bahasa Inggris telah menerapkan kebijakan untuk pembelajaran team teaching dengan guru dari negara penutur asli bahasa Inggris, melakukan kegiatan seminar yang diorganisasi di tingkat provinsi dalam tema "Iki-Iki English Seminar", dan kegiatan-kegiatan lain yang mendukung pencapaian kemampuan siswa berbahasa Inggris. Nah, semua mengambil tanggung jawab. Kita bisa belajar dari cara pendidikan di Jepang dalam mengambil tanggung jawab memajukan pendidikannya. semoga bermanfaat
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Sedikit kritik ya, Bu. Mohon maaf. Sesuai ketentuan, setiap kata di dlm judul buku, karangan, artikel, dan makalah, serta nama majalah dan surat kabar, huruf pertamanya ditulis dengan huruf kapital, kecuali kata tugas: di, ke, dari, dan, yang, untuk. (lihat PUEBI hal. 10).
inggih Pak Edi, makasih masukannya.