Murtiningsih

Guru Pembimbing di SMK N 2 Magelang...

Selengkapnya
Navigasi Web
Guruku, Aku belajar dari selembar kertas darimu

Guruku, Aku belajar dari selembar kertas darimu

Guruku, Aku belajar dari selembar kertas darimu

#mengikat makna#

Sore itu hujan membasahi kompleks perubahan kami. Hujan tidak juga berhenti sampai menjelang isya'. Anak-anak di sekitar rumahku yang biasanya rajin mengaji, kutunggu sampai jam setengah tujuh malam belum ada satu pun anak yang memanggilku "Bu Dhe......". Jika suara itu terdengar biasanya rombongan anak-anak kecil datang untuk mengaji di rumah yang kami sediakan untuk mendidik mereka belajar memahami Al Qur'an. Karena anak-anak tidak ada yang datang, maka kugunakan untuk istirahat sambil mengawasi anak-anak anak-anak kami.

Ini tentang putriku yang ragil yang baru duduk di kelas X SMA. Sudah menjadi kebasaan yang selalu memberitahukan sesuatu kepada kami jika ada informasi penting. Pada tengah hari putriku mengirimkan dokumen lewat "WA" berupa lembaran hasil Penilaian Tengah Semester" yang dulu bernama Mid Semester berubah lagi menjadi Ulangan Tengah Semester kemudian berubah menjadi Ujian Tengah Semester. Karena kesibukan menyiapakan PAK Tahunan, maka lembar Penilaian Tengah Semester putri ragilku tersebut tidak aku perhatian secara detail. Aku hanya meresponnya dengan memberikan ucapan selamat sambil kudoakan semoga semakin sukses. Kami memann hasil akademik anak-anak kami. Apapun pencapaian yang diperoleh kami apresiasi dengan baik jika telah dengan sungguh-sungguh berusaha untuk memperoleh hasil yang terbaik.

Di tengah waktu istirahat menunggu anak-anak kompleks ku mengaji itu, putriku datang sambil menyodorkan selembar kertas hasil Penilaian Tengah Semester yang barus saja dijalani selama dua minggu. Sambil menunjukkan ekspresi gembira, putriku berkata: "Bu, ini harus dirayakan karena sekarang rankingku naik". Putriku melanjutkan bahwa tidak mudah untuk mencapai ranisa memperoleh ranking 10 besar di sekolah yang tingkat kompetisinya sangat ketat seperti di sekolahnya. Untuk meyakinkan kami, putriku mengatakan jika belajar lebih keras lagi bisa memperoleh ranking 5 besar. Sambil memperhatikan huruf demi huruf dan angka angka yang tertera pada lembar Penilaian Tengah Semester tersebut, kami tersenyum dengan memberi ucapan selamat. Kami balik mengatakan bahwa nanti kita rayakan dengan catatan adek, begitu kami biasa memanggilnya, yang mentraktirnya. Setelah pembicaraan ringan, putriku kemudian keluar dan naik ke atas.

Saya perhatikan satu per satu nilai setiap mata pelajaran dari Pendidikan Agama dan Budi Pekerti sampai dengan mata pelajaran peminatan. Sampai pada mata pelajaran Fisika, saya berhenti dan saya tersenyum ternyata putriku memperoleh nilai 25. Ternyata benar ada apa yang disampaikan putriku minggu yang lalu sebelum kegiatan Kemah di Kaliurang bahwa satu kelas untuk pelajaran Fisika tidak ada yang memperoleh nilai di atas KKM, kecuali 1 atau 2 anak saja. Sebagian besar anak memperoleh nilai di bawah KKM bahkan ada anak yang memperoleh nilai di bawah 10 dan nol koma dari nilai skala 100. Kalau soal angka-angka ini tugasnya suami karena bidangnya sebagai mantan guru mata pelajaran, sedangkan saya sebagai guru pembimbing tugas saya sebagian membantu anak kesulitan belajar saja. Aku serahkan lembar hasil Penilaian Tengah Semester kepada suamiku yang sudah ada di sampingku.

Dilihatnya hasil penilaian putrinya tersebut dan sambil tersenyum, laki-laki tercintaku mengatakan bahwa ini yang hebat putriku atau gurunya ya. Masih dilanjutkannya, jangan-jangan putriku yang tidak memahami sebagian besar kompetensi atau gurunya yang tidak memahami cara membelajarkan mata pelajarannya. Mulailah laki-laki tercintaku tersebut sedikit memceramahiku. Aku dengarkan saja sambil aku perhatikan betapa gundahnya hatinya melihat kertas itu. Aku tahu betul karakter suamiku sehingga dalam diamnya pun aku tahu apa yang dipikirkan, begitu juga suamiku memahamiku. Aku yakin bahwa kegundahan suamiku bukan karena hasil putriku tidak memcapai KKM tetapi pasti ada yang dipikirkan masalah lain.

Benar juga dugaanku, ketika suamiku mulai ngobrol dengan mengatakan pada saat berpindah-pindah sekolah selalu mendapatkan guru guru yang beranggapan bahwa guru yang hebat itu guru yang membuat siswa memperoleh nilai sebagian besar di bawah KKM. Jika ini yang terjadi maka guru bisa mengatakan bahwa mata pelajaran yang saya ajarkan ini mata pelajaran yang sulit, makanya harus suguh-sungguh. Semakin anak-anak memperoleh nilai yang jelek, maka semakin hebat gurunya karena soal yang dibuat tidak mampu dijawab dengan baik oleh anak-anak.

Sekarang masalahnya bukan mata pelajaran sulit atau mudah, gurunya dianggap pintar atau tidak, atau siswa dianggap tidak pintar atau tidak, tetapi jika ada sebagian besar peserta didik dalam satu kelas memperoleh nilai di bawah KKM, maka pasti ada yang salah. Dari sudut pandang pembelajaran, maka tidak ada yang salah pada siswa. Pilihannya dalam kasus ini yang salah pasti guru, kepala sekolah, dan pengawas begitu suamiku melanjutkan obrolannya. Bagaimana guru mendapatkan sebagian besar muridnya memperoleh nilai di bawah KKM, sedangkan guru sendiri yang yang merencanakan pembelajaran, merencanakan KKM, yang mendesain pembelajaran, dan yang membuat penilaian yang sesuai desain pembelajaran. Guru tidak boleh berlindung di balik nanti bisa dilakukan pembelajaran remedial karena remedial itu didesain untuk memberikan kesempatan di sebagian kecil siswa dalam kelompok kurva normal yang memang memiliki permasalahan dalam pembelajaran bukan remedial massal. Dalam bahasa suamiku sambil bercanda guru yang demikian perlu dikirim pelatihan khusus.

Jika ada guru yang demikian, apakah kepala sekolah salah? Bukankah tanggung jawah kelas adalah guru? Jika kepala sekolah diam, maka kepala sekolah ikut menanggung "dosa" begitu kata suamiku. Karena ada kewajiban kepala untuk memberi jaminan kepada pelanggannya bahwa semua proses pembelajaran di sekolah menjadi tanggung jawab kepala sekolah. Ada instrumen yang harus dilakukan kepala sekolah meningkatkan kapasitas pembelajarannya. Jika kepala sekolah melakukan kesalahan, maka pengawas juga melakukan kesalahan karena tidak mampu menjamin bahwa semua proses yang menjadi wewenangnya tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Akhirnya, suamiku memberikan nasehat kepadaku untuk menjadi guru yang sukses, maka menurut Glen Geher, Ph.D, menekankan bahwa kesuksesan siswa adalah kunci kesuksesan guru. Ada 4 kunci dalam pengajaran yang sukses; pertama put your students on equal footing as yourself, kedua Truly believe in your students—and let them know that you believe in them, ketiga At all times, remember that your students are 100% human, dan keempat Be there for your students—literally.

Karena waktu isya telah, tiba suamiku mengakhiri obrolannya. Sambil tersenyum bangga aku katakan pantas lah kalau suamiku pernah menjadi guru dan kepala sekolah yang hebat di level nasional. Aku belajar dari selembar kertas tentang guru. Terima kasih suamiku.

Semoga bermanfaat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post