Murtiningsih

Guru Pembimbing di SMK N 2 Magelang...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mana yang Lebih Baik: Dia atau Dia

Mana yang Lebih Baik: Dia atau Dia

Mana yang Lebih Baik: Dia atau Dia?

#Mengikat Makna#

Pernahkah kita bertanya pada anak didik kita bahwa siapa yang pernah membaca buku cerita A? Jika hanya satu dua anak yang menyatakan sudah membacanya, apakah kita pernah mengakhiri dengan pernyataan bahwa si A saja sudah membacanya kok kamu belum. Pernahkan kita membandingkan satu anak dengan anak yang lainnya pada saat kita berada di depan kelas? Kadang kala kita juga mengatakan bahwa anak A saja sudah membaca buku A, B, dan C, sedangkan mengapa kamu belum membaca buku-buku tersebut? Atau mendengar kepala sekolah sedang membanding guru yang satu dengan guru yang lainnya pada saat breifingnya? Atau juga saat pengawas sekolah membandingkan kepala sekolah yang satu dengan kepala sekolah yang lainnya dalam memberi pembinaan? Secara tidak sadar kita kadang mengatakan kepada seorang siswa, contohlah si A atau si B yang telah melakukan banyak hal supaya kamu bisa meniru apa yang telah dicapainya?

Sebagian besar guru melakukan hal di atas didasarkan pada keinginan untuk memotivasi agar anak yang kita minta untuk meniru anak yang lain memiliki pencapaian yang sama dengan anak yang kita anggap berhasil. Dalam perspektif lain ternyata meminta anak untuk meniru anak lain, kita telah memberi stigma bahwa kamu belum berhasil dan anak lain sudah berhasil. Atau dengan kata lain, anak yang sudah berhasil saja sudah melakukan ini dan itu, sedangkan kamu yang belum berhasil belum melakukan ini dan itu. Inilah yang menjadi refleksi saya pagi ini yang membuat hati saya gundah karena pernah melakukan ini dan itu. Secara tidak langsung saya telah melakukan pembandingan lahiriah terhadap dua atau lebih anak yang berhasil dan kurang berhasil. Bukankah dalam perspektif pendidikan masa kini kita tidak boleh membandingkan pencapaian antara siswa yang satu dengan siswa yang lain? Dalam konteks ini mengapa kita saat ini menghilang ranking siswa dalam kelas atau secara paralel karena kita tidak boleh membandingkan pencapaian dan pembandingan hanya diperbolehkan terhadap kompetensi ideal yang harus dicapai bukan pencapaian teman yang lain.

Refleksi mendalam itu menyentak perasaan saya karena mendengan ceramah keagamaan pagi ini ketika berangkat kerja diantar suami. Menjadi kebiasaan suami, jika berangkat kerja pasti mendengarkan siaran agama pagi hari dari radio yang disiarkan dari kota sejuk Salatiga. Dalam ceramahnya seorang ustad menyampaikan bahwa kita tidak bisa membandingkan seseorang dengan orang lain, mana yang lebih baik. Apa yang kelihatan baik di mata manusia belum tentu sebaik yang kita duga. Jika kita membandingkan satu orang dengan orang lain, kita pasti memiliki data yang akurat. Walaupun demikian ternyata perbandingan itu tidak bisa serta merta untuk dilakukan. Sang penceramah memberikan contoh dengan pertanyaan. Siapakah yang lebih baik, Sahabat Abu Bakar atau Sahabat Abdullah ibn Amr (putra Amr ibn Ash). Para ulama, begitu penceramah menyampaikan, seakat bahwa Sahabat Abu Bakar pasti lebih baik. Mengapa lebih baik Abu Bakar, bukan Abdullah ibn Amr yang ibadahnya luar biasa melebihi kebiasaan para sahabat yang lain? Bukankah Abdullah ibn Amr yang menjadi asbabun nuzul, mengapa kita tidak boleh mengkhatamkan Al-Qur'an kurang dari 3 hari? Bukankan Abdullah ibn Amr yang menjadi sebab mengapa Rasulallah mengatakan puasa sunnah seperti Nabi Daud yang utama, bukan cara yang dilakukan Abdullah ibn Amr selalu puasa di siang hari dan beribadah di malam hari? Ternyata kebaikan seseorang itu tidak dilihat dari lahiriah semata menurut penceramah tetapi juga niat dan hatinya.

Refleksi, pelajaran, dan hikmah yang berharga bagi saya pagi ini semoga dapat mengimplementasikannya dalam dunia pendidikan yang menjadi tanggung jawab kami. Semoga bermanfaat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post