Muslim Pohan

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Analisis Gender Dalam pemahaman Gender Biner

Analisis Gender Dalam pemahaman Gender Biner

Analisis Gender dalam Gender Biner

Berbicara mengenai gender, benarkah gender itu sudah setara? Sebelum itu, kita harus terlebih dahulu memahami perbedaan gender dengan seks. Gender, secara singkat dapat diartikan pembedaan. Sedangkan seks, secara singkat dapat diartikan sebagai penis, sel telur, vagina, atau sperma. Disini, kita harus mrmahami jika gender itu adalah buatan. Buatan yang di maksud ialah dibentuk oleh sekelompok/aktor tertentu yang disitu memiliki beberapa kepentingan, dan gender dapat berubah karena gender adalah konstruksi sosial. Seks, dapat dipahami sebagai pemberian dari Tuhan (kodrat) dan tidak dapat berubah.

Setelah memahami hal tersebut, di dalam gender, akan adanya status, hak, peran, dan tanggung jawab. Hal-hal tersebut di dalam masyarakat dapat membentuk suatu budaya yakni budaya patriaki. Apa itu patriarki? Patriarki dapat diartikan sebagai dominasi pria terhadap perempuan. Budaya patriarki ini sudah sangat kental di dalam masyarakat kita ini, kecuali di daerah Sumatra, yakni perempuannya yang lebih mendominasi pria atau yang disebut matriarki. Namun, budaya patriarki memiliki dampak atauk efek yang sama-sama buruk baik bagi laki-laki maupun perempuan. Seperti, terbatasnya akses perempuan di ranah pendidikan. Maksudnya, bila seorang peremmpuan yang sudah menikah dan ingin melanjutkan pendidikan mereka, mereka terlebih dahulu harus mendapat suami. Jika suami tidak mengizinkan istrinya untuk melanjutkan pendidikannya hanya karena pemikiran untuk apa perempuan sekolah tinggi-tinggi, lebih baik mengurus anak-anak. Itu gambaran singkat dampak patriaki bagi perempuan. Lalu, bagi laki-laki, ia memiliki tanggung jawab yang besar, dimana ia dituntut menjadi kuat dan tidak boleh menangis. Padahal laki-laki juga memiliki perasaan. Dampak-dampak dari patriarki inilah atau paradigma pemikiran masyarakat yang harus kita dobrak.

Merubah sesuatu yang sudah mengakar begitu kuat dalam konstruksi masyarakat tidaklah mudah. Namun, kita sebagai aktivis, pengajar, atau pemikir. Kita dapat melakukan hal-hal terkecil di sekitar kita untuk mendobrak budaya patriarki tersebut. Pertama, perempuan terlebih dahulu harus menghargai diri mereka sendiri dan orang lain. Maksudnya, tidak membuat justification kepada dirimu atau kepada perempuan lain ataupun laki-laki. Kedua, politik 30% harus kita manfaatkan sebagi peluang untuk mendapat akses yang lebih panjang, karena sesungguhnya untuk mendapat posisi 30% itu butuh waktu yang panjang dan lama. Oleh karena itu, politik 30% ini memiliki sifat afirmatif action yakni diskriminasi positif. Karena memang posisi 30% itu memang masih jauh dibanding laki-laki, namun ini dapat menjadi pemicu atau kesempatan bagi-bagi perempuan yang ingin berkarir di kancah politik, dan menunjukkan diri mereka yang terbaik bahwa mereka mampu dan bisa berada di kancah politik tersebut. Afirmatif action ini memiliki sifat sementara dan dapat berubah. Terakhir, membiaskan tidak menyerap apa yang ditampilkan di dalam film, karena seperti yang diketahui film-film Indonesia terutama untuk remaja masih banyak nilai-nilai budaya patriarki, contohnya Love in Paris, London of Story, dan sebagainya. Hal-hal kecil tersebut dapat dengan mudah kita lakukan, karena seperti yang kita ketahui suatu hal yang besar tidak pernah lepas dari sesuatu yang kecil dalam hal ini tindakan.

Bagi masyarakat, untuk siapa dan apa manfaat kita menyuarakan hal-hal seperti ini. Padahal harus kita sadari, manfaat yang di dapat apabila budaya patriarki ini kita dobrak atau hilangkan. Masyarakat baik perempuan dan laki-laki akan mendapatkan posisi dan tempat sesuai porsinya. Perempuan, mendapatkan akses dan laki-laki akan mendapatkan kesempatan untuk menunkukan sisi lembut mereka di ruang publik tanpa harus malu karena simbol dari ke-priaannya tersebut. Oleh sebab itu, suara -suara yang selalu ditunjukan oleh para aktivis perempuan atay badan LSM lainnya sebenarnya ditunjukkan kepada kita sendiri. Karena apabila kita menyadari dan paham akan hal tersebut, yakin budaya patriarki lama kelamaan akan terkikis juga. Akhir kata, apabila perempuan dan laki-laki dapat saling memahami, maka gender akan berperan sesuai dengan tempatnya dan apabila gender sudah ditempatkan, budaya patriarki pun tidak akan ada.

Ima Sustika Dewi

Bandung, 5 Agustus 2018

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post