Muttaqin Kholis Ali

Saya adalah seorang guru biasa di daerah sekitar Sumatera Utara. Saya sangat menyukai dunia tulis menulis, alhamdulillah sudah menyelesaikan penulisan buku dan ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Budaya Tawuran Semakin Marak, Bukti Pendidikan Karakter Tidak Efektif?

Budaya Tawuran Semakin Marak, Bukti Pendidikan Karakter Tidak Efektif?

Budaya Tawuran Semakin Marak, Bukti Pendidikan Karakter Tidak Efektif?

Oleh : Muttaqin Kholis Ali,M.Pd.T.

Bangsa yang maju tercermin dari generasi yang berbudi pekerti luhur. Sebuah kalimat yang mengisyaratkan bahwa generasi muda memainkan peran yang sangat penting dalam kemajuan sebuah bangsa. Dengan semangat, energi, dan kreativitas yang dimilikinya, generasi muda mampu menjadi pemimpin masa depan yang mampu membawa perubahan dan memberi inovasi bagi kemajuan bangsa. Dalam hal ini, peran generasi muda sebagai penggerak perubahan, inovator, kontributor sosial, dan agensi perubahan sangat penting dalam memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi bangsa.

Pentingnya karakter generasi muda menjadi salah satu faktor vital dalam menentukan arah dan keberhasilan pembangunan nasional. Karakter yang berbudi luhur akan membentuk generasi muda yang memiliki integritas, tanggung jawab, kejujuran, keberanian, disiplin, toleransi, dan kemandirian. Hal ini menjadi modal yang kuat bagi generasi muda untuk menjadi pemimpin masa depan yang mampu memimpin bangsa menuju kemajuan yang berkelanjutan.

Dalam sebuah jurnal yang berjudul "Pendidikan Karakter dalam Membangun Karakter Anak Bangsa" oleh Arsyad (2015), mengungkapkan bahwa pendidikan karakter berperan sangat penting dalam membentuk karakter anak bangsa yang akan menjadi generasi muda yang berperan penting dalam memajukan negara.

Untuk itu Pendidikan karakter di sekolah menjadi sangat berperan dalam membentuk karakter anak bangsa, dalam konteks ini Pendidikan perlu lebih menekankan nilai-nilai dasar untuk hidup bermasyarakat. Pentingnya karakter dalam kehidupan sosial akan memberi dampak yang signifikan bagi setiap lini kehidupan. Seperti yang diungkapkan dalam jurnal dengan judul "The Importance of Character Education for the Young Generation in Building Social Life" oleh Ramadhani dan Ismail (2018), bahwa pendidikan karakter merupakan upaya untuk membentuk sikap, perilaku, dan nilai-nilai yang baik pada generasi muda, sehingga mereka mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan sekitarnya.

Dalam sebuah Survei Karakter Pelajar Indonesia 2018 oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan bahwa karakter pelajar Indonesia cenderung positif, dan karakter yang paling baik adalah jujur, disiplin, tanggung jawab, dan rasa ingin tahu. Sedangkan karakter yang perlu ditingkatkan adalah kerjasama, toleransi, dan rasa sosial. Salah satu survei yang dilakukan oleh Indonesian Survey Institute (ISI) pada tahun 2017 menunjukkan bahwa sekitar 60% siswa dan mahasiswa di Indonesia kurang memiliki toleransi terhadap perbedaan agama dan etnis. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang hak asasi manusia, kurangnya pendidikan multikultural, serta pengaruh keluarga dan lingkungan yang intoleran.

Rendahnya rasa sosial dan toleransi ini sering menjadi penyebab terjadinya tawuran antar siswa ataupun sekolah. Tawuran antar siswa atau sekolah yang melibatkan siswa SMP, SMA, atau STM memang masih cukup sering terjadi di Indonesia. Kurangnya kemampuan untuk mengontrol emosi dan konflik interpersonal, sehingga para siswa dengan mudah terpancing emosinya dan berujung kekerasan. Hal ini bisa menjadi salah satu penyebab tawuran masih sering terjadi di Indonesia.

Menurut laporan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), pada tahun 2020 sedikitnya terdapat 153 kasus tawuran antar pelajar di Indonesia. Angka ini menurun dibandingkan dengan tahun 2019 yang mencatat 232 kasus tawuran antar pelajar. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2021 ada 188 desa/kelurahan di seluruh Indonesia yang menjadi arena perkelahian massal antar pelajar atau mahasiswa. Jawa Barat menjadi provinsi dengan lokasi kasus tawuran pelajar terbanyak, yakni terjadi di 37 desa/kelurahan. Diikuti Sumatera Utara dan Maluku dengan masing-masing 15 desa/kelurahan yang mengalami kasus serupa. Berdasarkan data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), pada tahun 2020 terdapat 57 kasus tawuran antar pelajar yang melibatkan anak di bawah umur di seluruh Indonesia.

Nampaknya kasus tawuran memang sudah begitu melekat dengan citra Pendidikan di Indonesia, berbagai Upaya telah di lakukan seperti pemberian sanksi, memberikan edukasi kepada siswa sekolah, dan juga sanksi berupa dikelurkannya siswa yang terlibat tawuran dari sekolah, untuk mengatasi masalah sosial ini, namun upaya itu nyatanya tetap tidak membuahkan hasil. Tawuran masih sering terjadi, apalagi saat-saat menjelang bulan Ramadhan.

Bulan Ramadhan yang seharusnya menjadi bulan suci penuh kedamaian justru dimanfaatkan oleh Sebagian remaja untuk tawuran. Salah satu penyebabnya adalah maraknya kegiatan mabuk-mabukan dan balap liar di jalan raya pada malam hari, yang sering kali melibatkan remaja atau pelajar. Selain itu, selama bulan Ramadan, suasana yang tegang dan kurangnya kontrol diri dalam menghadapi rasa lapar dan haus dapat memicu emosi dan perilaku agresif pada sebagian orang. Kondisi ini dapat meningkatkan risiko terjadinya konflik dan tawuran antar individu atau kelompok.

Seperti yang terjadi pada bulan Ramadhan tahun lalu di wilayah Tangerang, Polisi mengamankan sejumlah anak muda yang melancarkan aksi tawuran di tengah berjalannya ibadah puasa Ramadhan 1443 Hijriyah (dilaporkan oleh REPUBLIKA News pada rabu, 6 april 2022, dalam berita “Saat Ramadhan Polisi Amankan Puluhan Remaja yang Tawuran di Tangerang”)

Selain itu, hal yang sama juga pernah terjadi saat Ramadhan 2021, Tawuran yang terjadi di Jalan Alternatif Cileungsi, Jonggol pada Jumat (16/4/2021) dini hari ini, melibatkan 5 orang pelajar. (dilaporkan oleh WartaKotalive.com pada jumat, 16 april 2021 dalam artikel “Tawuran Perang Sarung Usai Sahur di Bulan Suci Ramadan, Remaja di Cileungsi Diamankan Polisi”).

Ramadhan tahun 2020 juga pernah terjadi tawuran yang terjadi pada Kamis (30/4/2020). Kejadian ini bahkan sampai menewaskan satu orang berinsial ST. Setelah dilakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) polisi menemukan senjata tajam di dekat sungai tak jauh dari lokasi kejadian. Tawuran ini melibatkan dua pelajar yang masih berusia belasan tahun. (dilaporkan oleh Suara.com pada Jumat, 1 mei 2020 dalam artikel “Satu Pelajar Tewas Dibacok Saat Tawuran di Bulan Puasa”).

Bulan Ramadhan yang juga dikenal sebagai Bulan Pendidikan beralih rupa menjadi bulan tawuran. Bulan Ramadhan yang didalamnya dipenuhi program-program pembinaan akhlak di sekolah yang katanya mengutamakan Pendidikan karakter justru tidak mampu merubah kebiasaan tawuran antar remaja. Lalu apa yang salah dengan pola Pendidikan karakter kita sampai-sampai bulan suci saja tidak dapat menjadi momentum meningkatkan kualitas karakter peserta didik kita?

Sebuah jurnal dengan judul "The Impact of School-Based Violence on Student Learning in Indonesia" oleh Jessica Utts dan Megan Price, diterbitkan di jurnal "Journal of Interpersonal Violence" pada tahun 2017, menjelaskan bahwa siswa yang terlibat dalam kekerasan cenderung memiliki kinerja akademik yang lebih buruk daripada siswa yang tidak terlibat dalam kekerasan. Selain itu, siswa yang menjadi korban kekerasan juga memiliki kinerja akademik yang lebih buruk daripada siswa yang tidak mengalami kekerasan. kekerasan di sekolah, termasuk tawuran, memiliki dampak yang signifikan terhadap kinerja akademik siswa di Indonesia.

Jurnal dengan judul "The Psychosocial Impact of Bullying and Violence in Indonesian Schools" oleh Agustinus Suryo Baskoro, diterbitkan di jurnal "Journal of Child and Adolescent Psychiatric Nursing" pada tahun 2017. Juga menjelaskan bahwa dampak psikososial dari kekerasan di sekolah, termasuk tawuran, terhadap kesehatan mental siswa di Indonesia. Penulis menjelaskan bahwa kekerasan di sekolah dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental, seperti kecemasan, depresi, dan post-traumatic stress disorder (PTSD).

Dengan adanya fakta ini, menunjukkan adanya permasalahan yang perlu dibenahi secara serius. Pendidikan, baik di rumah maupun di sekolah, memainkan peran penting dalam mencegah dan mengatasi tawuran pelajar. Dalam jurnal "Pengaruh Lingkungan Rumah Terhadap Pelajar yang Sering Terlibat Tawuran di Sekolah" oleh Ira Setiawati, Dwi Haryati, dan Siti Fadhilah pada tahun 2019, mengungkapkan bahwa lingkungan rumah memiliki peran penting dalam membentuk perilaku tawuran pelajar di sekolah. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan rumah dan mengoptimalkan peran orang tua dalam mengawasi perilaku anak.

Pendidikan di rumah juga mengambil peran yang penting untuk mencegah terjadinya tawuran. Orang tua dapat menanamkan nilai-nilai agama, moral dan etika kepada anak-anak sejak dini, seperti nilai kebersamaan, toleransi, dan menghormati perbedaan. Perhatian dan dukungan terhadap anak-anak juga sangat diperlukan untuk mencegah mereka menjadi korban kekerasan dan atau korban tawuran.

Begitupun dengan Pendidikan di Sekolah, punya andil besar dalam mencegah tawuran. Sekolah dapat lebih menekankan Pendidikan budi pekerti bagi siswa dan program pembelajaran yang mendorong kerja sama dan mengajarkan keterampilan sosial yang positif, seperti kemampuan berkomunikasi yang efektif dan kemampuan menyelesaikan konflik secara damai. Selain itu, sekolah juga perlu menerapkan aturan dan disiplin yang ketat untuk mencegah tawuran dan menindak pelaku tawuran dengan tegas.

Dalam rangka mencegah terjadinya tawuran, perlu adanya kerjasama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat. Pendekatan holistik dan berkelanjutan harus diterapkan dalam pendidikan agar dapat menciptakan lingkungan belajar yang aman dan positif bagi siswa. Dengan demikian, diharapkan jumlah kasus tawuran di sekolah dapat diminimalisir dan siswa dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Terlebih saat menjelang Ramadhan, Pemerintah perlu memberlakukan penegakan hukum yang ketat bagi pelaku tawuran selama Ramadan. Ini akan memberikan efek jera bagi pelaku tawuran dan dapat membantu mencegah terjadinya tawuran di masa mendatang. menambah jumlah petugas keamanan di daerah yang rawan tawuran selama Ramadan. Pemerintah juga dapat menambahkan petugas keamanan, agar dapat meminimalisir terjadinya tawuran di tempat-tempat umum. Penulis : Muttaqin Kholis Ali,M.Pd.T. (Pegiat Literasi, Guru Komputer SMAN 1 Tambangan, Sumatera Utara, WA : 082285178213)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post