Muttaqin Kholis Ali

Saya adalah seorang guru biasa di daerah sekitar Sumatera Utara. Saya sangat menyukai dunia tulis menulis, alhamdulillah sudah menyelesaikan penulisan buku dan ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kecerdasan Buatan, Peluang dan Tantangan
Penulis : Muttaqin Kholis Ali

Kecerdasan Buatan, Peluang dan Tantangan

Beberapa tahun belakangan ini umat manusia dikagetkan dengan kemajuan teknologi yang berkembang dengan begitu cepatnya. Kita seakan gagap untuk menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat ini. Belum lama ini kita kembali dihebohkan dengan kehadiran kecerdasan buatan atau yang sering disebut dengan Artificial Intelligence. Hadirnya Artificial Intelligence, atau yang sering disebut (AI) ini dinilai akan memberi ancaman baru bagi sebagian umat manusia.

Dalam survei yang dilakukan oleh Pew Research Center pada tahun 2018 menunjukkan bahwa sekitar 65% responden merasa khawatir bahwa teknologi AI akan menggantikan pekerjaan manusia di masa depan. Selain itu, survei juga menunjukkan bahwa sekitar 64% responden merasa khawatir tentang kesenjangan ekonomi yang semakin besar karena adanya teknologi AI.

Sementara itu, World Economic Forum pada tahun 2018 juga melakukan survei, dan hasilnya menunjukkan bahwa sekitar 50% pekerjaan global kemungkinan terancam akan hilang karena perkembangan teknologi digital, termasuk teknologi AI. Survei tersebut juga menunjukkan bahwa sekitar 65% anak muda yang berusia antara 15-24 tahun khawatir bahwa mereka tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi perubahan yang disebabkan oleh kemajuan teknologi digital.

Beberapa jenis pekerjaan yang diprediksi dapat dengan mudah digantikan oleh teknologi AI seperti, bidang keuangan, bidang kesehatan, bidang transportasi, dan juga customer service. Survei yang dilakukan oleh McKinsey Global Institute pada tahun 2017 menunjukkan bahwa pekerjaan yang paling rentan diambil alih oleh AI adalah pekerjaan yang dilakukan secara rutin dan terstruktur, seperti pengolahan data, administrasi, dan tugas-tugas yang sederhana dan monoton. Pekerjaan-pekerjaan tersebut mencakup sekitar 60% dari semua jenis pekerjaan di pasar tenaga kerja global.

Hal ini tentu sangat mengagetkan dan terdengar sangat mengerikan. Kita umat manusia semakin dibuat kelabakan dengan adanya fakta-fakta tersebut. Dampak yang akan terjadi semakin banyaknya pengangguran dan kesulitan mencari pekerjaan yang sesuai bagi sebagian besar pekerja. Sebuah studi oleh McKinsey Global Institute pada tahun 2017 mengestimasi bahwa sekitar 400-800 juta pekerjaan di seluruh dunia dapat terancam perannya diambil oleh otomatisasi dan teknologi AI pada tahun 2030. Angka yang sangat besar. Bisa dibayangkan apa dampak yang terjadi jika banyaknya pengangguran.

Seperti yang di ungkapkan dalam jurnal "The Social and Economic Consequences of Unemployment: Evidence from Panel Data" oleh Stephen Nickell di The Economic pada tahun 2017, yang menjelaskan bahwa pengangguran jangka panjang memiliki dampak yang signifikan dan negatif pada kesejahteraan ekonomi individu dan berdampak pada menurunnya kesehatan mental dan fisik pada individu. Selain itu, Nickell juga menemukan bahwa pengangguran jangka panjang berdampak pada menurunnya keterampilan dan pengalaman kerja, yang dapat memperburuk situasi pengangguran dan membuat sulit bagi individu untuk kembali bekerja di masa depan.

Banyaknya pengangguran tentu akan memberi dampak yang sangat luas, seperti kesenjangan sosial, meningkatnya kejahatan, kelaparan, dan secara global tingginya tingkat pengangguran dapat memiliki dampak yang luas dan kompleks pada suatu negara, termasuk berdampak pada pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, meningkatnya belanja Pemerintah, stabilitas sosial, dan partisipasi politik. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Agustus 2021 tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 7,07%, meningkat dari 6,26% pada Agustus 2020.

Sebuah Jurnal tahun 2016 "The Effect of Unemployment on Crime: Evidence from a Cross-Country Study" oleh Roxana Gutiérrez-Romero di Journal of Economic Surveys, menunjukkan bahwa pengangguran dapat menyebabkan peningkatan kejahatan, terutama kejahatan ekonomi seperti pencurian dan penipuan. Dalam penelitian ini juga mengungkapkan bahwa kejahatan lebih besar terjadi di negara-negara dengan sistem hukum dan keamanan yang kurang efektif dan tingkat ketidaksetaraan pendapatan yang tinggi.

Sungguh kemajuan teknologi yang sangat menggelisahkan. Salah satu pakar dalam bidang kecerdasan buatan (AI), Stuart Russell, mengatakan bahwa “Kemajuan AI yang tidak terkendali dapat mengancam keberlangsungan hidup manusia dan dapat menghasilkan dampak yang tidak diinginkan”. Seorang sejarawan dan penulis, Yuval Noah Harari juga mengungkapkan bahwa teknologi AI memiliki potensi besar untuk mengubah cara kita hidup dan bekerja, namun juga dapat menghadirkan tantangan dan bahkan risiko besar jika tidak diatur dengan baik.

Belum lama ini, tepatnya November 2022, sebuah lembaga penelitian AI yang berbasis di San Fransisco dan didirikan pada tahun 2015. OpenAI secara resmi mengumumkan versi prototipe dari chatbot AI terbaru mereka yang dinamai dengan ChatGPT (Generative Pretrained Transformer). ChatGPT adalah model bahasa alami yang dilatih untuk memahami bahasa manusia dan menghasilkan jawaban yang relevan dinilai mampu mengerjakan pekerjaan yang biasanya hanya mampu untuk dilakukan oleh orang-orang yang kompeten dibidangnya.

Tidak hanya itu, Chat Gpt juga dapat menjawab segala macam pertanyaan, membuat puisi, membuat artikel, melakukan pemograman dasar, membuat analis keuangan, dan masih banyak lagi yang mampu dilakukan ChatGPT. Seluruh kemampuan ini diperoleh dari data set massif yang terus-menerus diperbarui. Dan kedepan ChatGPT akan semakin akurat dan efisien yang mampu melakukan semua tugas-tugas yang manusia sendiri tidak mampu untuk melakukannya.

Dalam pelaksanaannya, pengguna dapat berinteraksi dengan ChatGPT melalui platform chatting pada umumnya. Dalam interaksi tersebut, ChatGPT menggunakan kemampuan pemrosesan bahasa alaminya untuk mengerti apa yang pengguna maksud dan merespon dengan jawaban yang sesuai. Bahkan ChatGPT juga bisa menolak permintaan yang kurang pantas dan meminta maaf jika dia tidak mampu memberikan informasi sesuai yang kita harapkan.

Pencipta ChatGPT, Sam Altman, juga mengakui bahwa teknologi kecerdasan buatan (AI) yang ia kembangkan diprediksi akan memberikan potensi yang menakutkan. Menurut dia, penting untuk segera mengatur penerapan AI dalam regulasi yang jelas. Seorang profesor di Stanford University, Andrew Ng dan salah satu pendiri Google Brain dan Coursera. Ng telah menyatakan bahwa teknologi seperti ChatGPT akan menjadi semakin canggih kedepannya, dan dapat sangat berpengaruh dalam beberapa tahun ke depan, yang bisa saja digunakan dalam berbagai aplikasi, mulai dari asisten virtual hingga chatbot untuk Customer Service.

ChatGPT juga bisa saja menggantikan peran manusia dalam beberapa bidang pekerjaan, seperti yang disampaikan oleh profesor emeritus sistem informasi di Singapore Management University Steven Miller. “Perkembangan dalam kecerdasan buatan menandai bahwa teknologi dapat melampaui lebih banyak lagi. hal itu tentu saja akan berdampak pada pekerjaan”.

Hal ini semakin membuat kita umat manusia ketar-ketir, kita sangat khawatir jika peran kita didunia kerja dapat dengan mudahnya digantikan oleh kecanggihan teknologi ini. Beberapa pekerjaan yang diprediksi akan digeser oleh ChatGPT ini diantaranya customer service and support, content creation, language translation, dan data entry. Karena pekerjaan yang bisa kita lakukan dengan memakan waktu yang cukup lama, namun dapat dengan mudah diselesaikan oleh ChatGPT hanya dalam hitungan menit saja.

Namun, beberapa pekerjaan yang digeser oleh teknologi AI, telah membuka peluang untuk munculnya jenis pekerjaan baru yang sebelumnya tidak ada atau minim di masa lalu. Penelitian yang berjudul "The impact of artificial intelligence – Widespread job loss, creative destruction or an opportunity for job enhancement and growth?" oleh Stavros Sindakis, tahun 2019 mengungkapkan bahwa meskipun AI memungkinkan beberapa pekerjaan manusia dapat dilakukan secara otomatis, tetapi juga memungkinkan munculnya pekerjaan baru yang memerlukan keterampilan yang lebih maju dan kompleks. Peneliti juga mengemukakan bahwa pengenalan teknologi AI dan pemanfaatannya secara cerdas dapat memberi peluang baru bagi peningkatan pekerjaan yang lebih produktif dan menguntungkan bagi masyarakat. Namun, peneliti juga menunjukkan bahwa implementasi teknologi AI harus dikelola dengan hati-hati untuk memastikan bahwa dampak negatif terhadap pekerjaan dan pasar tenaga kerja dapat diminimalkan.

Jurnal yang berjudul "Artificial Intelligence and the Future of Work: Human-AI Collaboration in a New Age of Productivity" oleh Paul R. Daugherty dan H. James Wilson di Harvard Business Review pada tahun 2018. mengungkapkan bahwa perkembangan teknologi AI tidak hanya akan mengubah jenis pekerjaan yang ada, tetapi juga akan menciptakan jenis pekerjaan baru yang membutuhkan keterampilan yang lebih kompleks dan tinggi. Misalnya, pekerjaan yang memerlukan kemampuan untuk mengelola, menginterpretasikan, dan menganalisis data yang dihasilkan oleh AI. Selain itu, artikel tersebut juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara manusia dan AI dalam mencapai produktivitas yang lebih tinggi dan efisiensi yang lebih besar.

Jurnal tersebut juga menekankan bahwa AI dapat membantu meningkatkan kemampuan manusia, dan memungkinkan mereka untuk fokus pada tugas-tugas yang membutuhkan kecerdasan manusia seperti kreativitas, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan yang kompleks. Pekerjaan manusia dan AI akan lebih efektif ketika mereka bekerja secara bersamaan, dengan AI yang menangani tugas-tugas yang dapat dilakukan secara otomatis dan manusia yang memanfaatkan kemampuan mereka untuk memimpin, berinovasi, dan mengembangkan solusi yang lebih baik.

Beberapa jenis pekerjaan baru yang muncul seperti, Spesialis Analitik Data (Data Analyst Specialist), Insinyur dan Pengembang AI (AI Engineer and Developer), Spesialis Robotika (Robotics Specialist), Ahli Keamanan Kecerdasan Buatan (AI Security Expert), Ahli Keterampilan Kecerdasan Buatan (AI Skills Trainer), Pengawas Kecerdasan Buatan (AI Supervisor). Namun, masih ada banyak jenis pekerjaan lainnya yang akan terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi AI.

Perkembangan teknologi selalu membawa dampak besar pada dunia kerja, termasuk kemampuan untuk menghapus jenis pekerjaan yang telah ada dan memunculkan jenis pekerjaan baru yang belum pernah ada sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan teknologi dapat mengubah lanskap dunia kerja dan memerlukan adaptasi yang cepat dari para pekerja untuk tetap relevan dan bersaing di pasar kerja yang semakin kompetitif.

Dalam dunia pendidikan sendiri, ChatGPT juga dapat menjadi tantangan besar bagi tenaga pendidik seperti guru dan dosen karena dikhawatirkan akan menggantikan peran mereka sebagai tenaga pendidik. Seperti Survei yang dilakukan oleh Oxford Insights pada tahun 2020 menunjukkan bahwa penggunaan AI dalam pendidikan dapat mengancam pekerjaan guru dan staf pendidikan lainnya, yang dapat mengurangi kualitas pendidikan dan layanan yang diberikan kepada siswa.

Hal ini kemudian akan berdampak pada turunnya mutu Pendidikan dan merusak system Pendidikan yang sudah berjalan selama ini. Penelitian oleh Zimmer pada tahun 2017 mengatakan bahwa penggunaan AI dapat mengurangi kemampuan siswa untuk mengembangkan keterampilan kritis dan kreativitas, karena AI cenderung mengikuti pola yang sudah ada dan tidak mampu menghasilkan ide-ide baru. Tentu saja fakta ini bisa merusak generasi.

Chat GPT juga dapat menghilangkan interaksi murid-guru yang sangat dibutuhkan dalam pembentukan karakter, kemampuan menyelesaikan masalah, dan berfikir secara kritis. Hal ini seperti yang dipaparkan dalam Penelitian oleh Selwyn pada tahun 2018, yang mengatakan bahwa penggunaan AI dapat mengurangi interaksi manusia ke manusia dalam proses pembelajaran, yang dapat mengurangi kualitas interaksi interpersonal dan empati. Tentu saja inti dari sebuah Pendidikan tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan tapi juga mengajarkan siswa untuk memiliki rasa empati terhadap sekitar.

Selanjutnya, Menurut survei oleh UNESCO pada tahun 2019, penggunaan AI dalam pendidikan dapat memperkuat ketidaksetaraan dan diskriminasi, karena algoritma dan data yang digunakan dalam AI dapat mereproduksi bias dan stereotipe yang ada dalam masyarakat. Selain itu, AI juga dapat mengabaikan faktor-faktor penting yang tidak dapat diukur dalam data, seperti keunikan siswa dan konteks sosial atau budaya mereka.

Penggunaan ChatGPT dalam dunia pendidikan juga dapat berakibat pada meningkatnya risiko kecurangan yang dilakukan oleh siswa. ChatGPT yang dapat menghasilkan jawaban yang sangat mirip dengan tulisan manusia, dapat memungkinkan siswa untuk dengan mudah menyalin dan menempelkan teks dari internet atau sumber lain ke dalam tugas mereka tanpa memberikan kontribusi nyata.

Selain itu, ChatGPT juga dapat digunakan untuk menghasilkan jawaban palsu dalam ujian atau tugas, karena kemampuannya untuk menghasilkan jawaban yang meyakinkan dan terstruktur dengan baik. Ini dapat memberikan keuntungan tidak adil bagi siswa yang memanfaatkan ChatGPT dalam kecurangan, dan merugikan siswa lain yang bekerja keras untuk menjawab soal dengan cara yang benar dan jujur.

Survei yang dilakukan oleh The Learning Counsel pada tahun 2018 menemukan bahwa sekitar 85% siswa mengaku telah menyalin dan menempelkan teks dari internet ke dalam tugas mereka. Hal ini disebabkan karena akses ke informasi melalui internet dan teknologi AI yang dapat dengan mudah di peroleh dan mampu menghasilkan jawaban yang mirip dengan tulisan manusia.

Selain itu, survei yang telah dilakukan oleh Kryterion pada tahun 2018 juga menunjukkan bahwa sekitar 60% siswa mengakui telah melakukan kecurangan dalam ujian online. Dalam survei ini, kecurangan yang paling umum dilakukan oleh siswa adalah membuka situs web lain selama ujian dan menggunakan aplikasi pihak ketiga untuk membantu menjawab soal ujian.

Kurangnya pemahaman siswa tentang etika akademik dan penggunaan teknologi yang tepat juga dapat menjadi faktor penyebab kecurangan. Sebuah studi yang dilakukan oleh The Center for Educational Statistics pada tahun 2018 menunjukkan bahwa sekitar 40% siswa tidak menyadari bahwa menyalin dan menempelkan teks dari internet dianggap sebagai bentuk kecurangan.

Lantas, Langkah apa yang harus diambil untuk menghadapi fenomena ini?

Memberikan siswa pemahaman dan penekanan pada etika dan integritas akademik secara berulang-ulang dapat membantu Guru meminimalkan niat siswa untuk melakukan kecurangan. Siswa harus diingatkan bahwa kecurangan akademik dapat memberi dampak yang buruk bagi citra diri mereka sebagai individu yang jujur dan dapat merusak karir mereka di masa depan. Selain itu, Pihak sekolah juga dapat meningkatkan pengawasan selama ujian dan mengurangi kesempatan siswa untuk dapat berkolaborasi dan saling berbagi jawaban. Pengawasan dapat dilakukan secara manual atau melalui sistem keamanan yang lebih canggih, seperti kamera CCTV atau software pengawasan ujian online.

Pihak sekolah juga dapat menggunakan software anti-plagiarism untuk memeriksa keaslian tugas-tugas siswa. Software seperti Turnitin, Plagiarism Checker X, dan Grammarly dapat membantu dalam mengidentifikasi kecurangan seperti plagiatisme dan memeriksa keaslian tugas siswa.

Seperti yang telah dilakukan di beberapa sekolah diluar negeri misalnya, beberapa sekolah telah menghilangkan tugas PR karena rentan dikerjakan oleh siswa dengan mengandalkan ChatGPT. Beberapa sekolah juga memilih untuk memberikan tugas dikelas, diskusi kelompok, dan juga membuat makalah dengan tulisan tangan. Hal Ini juga dapat merubah system penilaian yang selama ini telah berjalan, yaitu dengan memberikan tugas-tugas sekolah dan ujian tertulis.

AI bisa saja akan merevolusi budaya belajar mengajar di dunia pendidikan. Dalam jurnal yang berjudul "Artificial Intelligence and the Future of Education" oleh Dr. Jemma Green dari Curtin University. Mengatakan bahwa dampak teknologi AI pada budaya belajar ini dapat mengubah paradigma Pendidikan yang selama ini berjalan. Dalam hal ini, potensi AI untuk mengubah peran guru dan memperluas kesempatan belajar di luar lingkungan sekolah akan terbuka lebar. penulis menyebutkan bagaimana teknologi AI dapat membantu dalam personalisasi pembelajaran dengan mengidentifikasi kebutuhan dan preferensi siswa, serta memberikan umpan balik yang lebih efektif.

Bisa jadi para guru tidak perlu memberikan tugas PR atau ujian tertulis, namun lebih berfokus pada penyelesaian masalah, berfikir secara kritis, dan juga melatih karakter para murid. Dalam jurnalny yang berjudul "The Impact of Artificial Intelligence on Learning and Teaching in Higher Education", Dr. Eman Alkhamis dari Kuwait University menjelaskan bagaimana penggunaan teknologi AI dalam pendidikan dapat mengubah cara siswa dan guru berinteraksi di dalam kelas. Hal ini yang seharusnya lebih penting untuk diajarkankan pada murid sebagai budaya pembelajaran yang baru.

Survei yang berjudul "AI for Education: A Systematic Review" yang dilakukan oleh para peneliti dari University of Toronto, Kanada, menunjukkan bahwa penggunaan teknologi AI dalam pendidikan dapat memberikan kemudahan dalam beberapa hal, seperti personalisasi pembelajaran, pengaturan tugas dan kuis yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa, dan memberikan umpan balik yang lebih tepat waktu dan spesifik bagi siswa. Selain itu, teknologi AI juga dapat membantu dalam meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran, serta membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah.

Selain itu, dalam jurnal yang berjudul "Using Artificial Intelligence to Personalize Learning for Students" oleh Betsy Corcoran, CEO EdSurge pada tahun 2017, menunjukkan bahwa teknologi AI dapat membantu guru dalam mengumpulkan data tentang kemajuan belajar siswa dan memahami kebutuhan dan preferensi individu siswa. Dengan informasi ini, teknologi AI dapat digunakan untuk memberikan pengalaman belajar yang disesuaikan dengan setiap siswa, sehingga meningkatkan keterlibatan dan hasil belajar siswa.

Dalam konteks ChatGPT, kemampuannya dalam menghasilkan teks secara otomatis dapat membantu guru dalam menghasilkan materi pembelajaran, menjawab pertanyaan siswa, dan memberikan umpan balik yang spesifik bagi siswa. Dalam beberapa kasus, penggunaan ChatGPT juga dapat membantu guru dalam menyelesaikan tugas-tugas administratif seperti pengumpulan tugas dan pemberian nilai secara otomatis, sehingga guru dapat lebih fokus pada kegiatan pembelajaran yang lebih kreatif dan interaktif.

Menurut survei oleh Forbes Insights, menjelaskan bahwa penggunaan teknologi chatbot seperti ChatGPT dapat membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Dalam survei ini, 60% dari responden menyatakan bahwa mereka percaya teknologi chatbot seperti ChatGPT dapat membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Alasan utama yang disebutkan adalah karena teknologi chatbot dapat memberikan dukungan tambahan kepada siswa dan guru, mempercepat respons dan feedback, serta membantu memantau kemajuan siswa secara individual.

Selain itu, Menurut survei oleh McGraw Hill Education, 85% dari 1.000 responden menyatakan bahwa mereka tertarik untuk menggunakan teknologi chatbot seperti ChatGPT untuk membantu siswa dalam belajar. Alasan utama yang disebutkan adalah karena teknologi chatbot dapat memberikan dukungan tambahan kepada siswa, membantu mempercepat respons dan feedback, dan membantu memantau kemajuan siswa secara individual.

ChatGPT juga diharapkan dapat mengurangi kesenjangan dalam Pendidikan. Khususnya di Indonesia yang memiliki kesenjangan Pendidikan masih tinggi. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, angka melek huruf penduduk Indonesia pada usia 15 tahun ke atas mencapai 95,77%. Namun, ketika dilihat berdasarkan daerah, terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Misalnya, di Papua, angka melek huruf hanya mencapai 76,56%. Hal ini bisa jadi karena Papua merupakan provinsi yang memiliki wilayah yang sangat luas dan terdiri dari banyak pulau dan pegunungan. Keterbatasan infrastruktur transportasi dan jaringan listrik yang masih terbatas menyebabkan akses pendidikan yang terhambat

Tingkat kemiskinan yang tinggi di beberapa daerah Indonesia juga menyebabkan banyak anak putus sekolah karena keluarga tidak mampu membiayai pendidikan mereka. Hal ini juga semakin memperparah tingkat kesenjangan Pendidikan yang ada di Indonesia. Pada tahun 2018, Indonesia menempati peringkat ke-72 dalam indeks kualitas pendidikan yang dibuat oleh The Economist Intelligence Unit. Peringkat tersebut menunjukkan adanya kesenjangan antara kualitas pendidikan di Indonesia dengan negara-negara maju lainnya.

Dalam sebuah jurnal yang berjudul "Artificial Intelligence in Education: Current Landscape and Future Directions" oleh Nandini Chatterjee Singh dan Snehanshu Saha tahun 2021 mengungkpkan bahwa AI dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan mengurangi kesenjangan pendidikan bagi siswa yang kurang terlayani. Dalam penelitian tersebut peneliti juga mejelaskan bahwa teknologi AI dapat digunakan untuk menyesuaikan pengajaran dan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan preferensi siswa. Hal ini dapat membantu mengurangi kesenjangan pendidikan, karena siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda dapat memperoleh pengajaran yang lebih efektif.

Sementara itu, peneliti dari Amerika Serikat tahun 2020 juga mengungkapkan dalam jurnalnya yang berjudul "Artificial Intelligence in Education: Promises and Implications for Equity", bahwa AI dapat digunakan untuk mengembangkan platform pembelajaran yang dirancang untuk mendorong siswa yang kurang terlayani untuk belajar dan mengembangkan keterampilan mereka. Dalam hal ini, AI dapat membantu mengatasi kesenjangan pendidikan yang disebabkan oleh faktor sosial dan ekonomi. Peneliti juga mengungkapkan bahwa AI dapat digunakan untuk meningkatkan transparansi dalam proses penilaian dan evaluasi, sehingga memberikan kesempatan yang lebih adil bagi para siswa untuk menunjukkan kemampuan mereka.

Selain itu, AI juga dapat membantu mengurangi bias dalam penilaian dan evaluasi siswa, yang nantinya akan berdampak pada menurunnya kesenjangan yang disebabkan oleh faktor non-akademis seperti latar belakang sosial atau budaya siswa. Dengan menggunakan AI untuk melakukan penilaian dan evaluasi, sistem dapat didesain untuk meminimalkan pengaruh faktor-faktor non-akademis dan menilai siswa berdasarkan kemampuan akademis mereka secara obyektif. Hal ini dapat membantu mengurangi kesenjangan dalam penilaian dan evaluasi siswa, sehingga siswa yang sebenarnya memiliki kemampuan akademis yang sama tidak dinilai secara berbeda karena faktor-faktor non-akademis.

Tentu saja Teknologi AI, dalam hal ini ChatGPT dinilai mampu memberikan peluang dalam dunia Pendidikan. Khususnya di Indonesia, AI dinilai dapat memberikan banyak peluang dalam meningkatkan kualitas Pendidikan dan meningkatkan literasi bagi siswa. Terutama siswa di daerah yang terpencil. Keterbatasan membuat para siswa ini memiliki tingkat Pendidikan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemudahan dalam mengakses informasi dan mendapatkan kualitas Pendidikan yang lebih baik.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia pada tahun 2020, tingkat literasi penduduk Indonesia pada usia 15 tahun ke atas sebesar 98,02%. Meskipun demikian, tingkat literasi di Indonesia masih belum merata, terutama di wilayah-wilayah pedalaman atau di daerah yang terdapat masyarakat yang kurang terlayani. Dengan fakta ini, kemajuan teknologi AI dapat memberikan harapan untuk mengatasi kesenjangan tersebut dengan memperluas akses pendidikan dan literasi bagi masyarakat di wilayah-wilayah tersebut melalui aplikasi dan platform AI yang dapat membantu mengakses informasi dan pengetahuan secara online, dan mempercepat proses pembelajaran dengan metode pembelajaran adaptif. Dengan demikian, diharapkan AI dapat membantu meningkatkan tingkat literasi secara merata di seluruh wilayah Indonesia.

AI juga dapat digunakan untuk memberikan pembelajaran dan pengajaran yang adaptif dan personalisasi untuk memenuhi kebutuhan individual siswa, serta untuk mengidentifikasi dan menangani masalah belajar sejak dini. AI juga dapat digunakan untuk memperkuat pengembangan kurikulum dengan memberikan informasi tentang apa yang diinginkan oleh industri atau masyarakat. AI juga dapat membantu dalam mengidentifikasi dalam kebutuhan pengembangan keterampilan dan pengetahuan, sehingga membantu dalam pengembangan kurikulum yang lebih relevan dengan dunia kerja dan perkembangan teknologi.

Salah satu alat berbasis AI adalah Adaptive learning. Adaptive learning merupakan sebuah metode pembelajaran yang menggunakan teknologi untuk memungkinkan siswa belajar secara individual dan disesuaikan dengan kebutuhan dan gaya belajar mereka sendiri. Dalam adaptive learning, sistem pembelajaran menggunakan data dan algoritma untuk menentukan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, serta menyesuaikan materi pelajaran dan metode pengajaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Adaptive learning memiliki potensi besar untuk merevolusi cara belajar yang selama ini diterapkan di dunia Pendidikan. Pembelajaran tradisional selama ini mengharuskan siswa belajar dengan cara yang sama, tanpa mempertimbangkan perbedaan individu mereka dalam kemampuan, gaya belajar, preferensi, dan kebutuhan belajar. Oleh karena itu dengan adanya teknologi AI, diharapkan dapat membantu dalam menciptakan pendekatan pembelajaran yang lebih personal dan efektif. Pendekatan ini dinilai jauh lebih efektif karena siswa memiliki perbedaan dalam cara mereka memahami, mengingat, dan menerapkan informasi.

AI dapat menyesuaikan metode dan jenis pembelajaran yang sesuai dengan setiap siswa secara individu. Misalnya, AI dapat merekomendasikan jenis tugas atau materi yang sesuai dengan kemampuan atau preferensi siswa. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pembelajaran, karena siswa dapat belajar dengan cara yang lebih efektif dan efisien untuk mereka. Selain itu, personalisasi pembelajaran juga dapat meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri siswa, karena mereka merasa lebih terlibat dalam pembelajaran dan melihat kemajuan dalam belajar mereka secara lebih signifikan. Siswa juga dapat dilatih untuk berfikir secara kritis, dan scientific.

Alat berbasis AI berikutnya adalah platform pembelajaran online. Di Indonesia, sudah memiliki beberapa platform pembelajaran online seperti, RuangGuru, Zenius, dan Ruang Pintar. Dimana beberapa platform ini sudah memiliki banyak pengguna aktif, yang sudah cukup banyak. Di tahun 2020 pengguna aktif Ruangguru telah mencapai lebih dari 15 juta pengguna, dan Zenius telah mencapai lebih dari 6 juta pengguna. Itu artinya sudah banyak siswa yang memanfaatkan teknologi AI dalam meninngkatkan kualitas Pendidikan. Siswa juga dengan mudah untuk memperoleh akses ke materi pembelajaran, kursus dan juga tutor secara online.

Platform pembelajaran online juga bisa menjadi upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan yang ada di Indonesia ini, khususnya dalam hal kesenjangan pendidikan. Dengan platform pembelajaran online, siswa yang tinggal di daerah terpencil atau terbatas oleh faktor geografis, ekonomi, atau sosial dapat memperoleh akses yang sama terhadap sumber daya pembelajaran yang berkualitas. Selain itu, platform pembelajaran online juga dapat membantu meningkatkan efektivitas pembelajaran dan memperkuat kemampuan siswa

Waktu yang fleksible dan kemudahan akses, diharapkan mampu menjebatani para siswa yang berada di daerah terpencil untuk dapat memperoleh kesempatan mendapatkan pengetahuan yang semakin luas. Selain itu, Platform belajar online dapat mengadopsi teknologi adaptive learning, yang memungkinkan pembelajaran dapat lebih personal dan disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Teknologi ini dapat memonitor dan mengevaluasi kemajuan siswa, serta menyediakan materi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa.

Namun, semua kemudahan teknologi ini bukan tanpa kendala. Di Indonesia sendiri masih banyak mengalami kesenjangan digital di beberapa daerah, terutama di wilayah pedesaan. Hal ini membuat aksesibilitas ke teknologi dan layanan AI menjadi terbatas, sehingga penerapan AI dalam dunia pendidikan menjadi sulit untuk diimplementasikan di seluruh Indonesia.

Dalam penelitian yang berjudul "Digital Divide in Indonesia: Characteristics and Implications" (2018) oleh Andi Rahman Alamsyah dan Timbul Thomas Raja Simanjuntak., mengungkapkan bahwa masyarakat di daerah perkotaan dengan pendidikan yang lebih tinggi, cenderung memiliki akses internet yang lebih baik. Selain itu, status ekonomi juga mempengaruhi akses internet, di mana masyarakat yang lebih mampu secara ekonomi memiliki lebih banyak akses internet daripada masyarakat yang kurang mampu. Penelitian ini juga menemukan bahwa kurangnya infrastruktur telekomunikasi yang merata dan keterbatasan akses ke TIK juga menjadi faktor yang mempengaruhi kesenjangan digital di Indonesia. Masyarakat di daerah yang terpencil dan sulit dijangkau lebih sulit untuk mendapatkan akses internet yang memadai, sehingga mereka kehilangan kesempatan untuk mengakses informasi dan layanan digital.

Selain itu, Indonesia juga masih mengalami kekurangan tenaga ahli dan sumber daya manusia yang kompeten dalam pengembangan dan penerapan AI di bidang pendidikan. Hal ini membuat Indonesia semakin sulit untuk mengembangkan dan menerapkan solusi AI dalam dunia Pendidikan. Dalam sebuah penlitian berjudul "AI in Southeast Asia: Ready or Not?" pada tahun 2019 oleh McKinsey Global Institute. menemukan bahwa salah satu kendala utama dalam penerapan AI di Indonesia adalah kurangnya jumlah tenaga ahli yang memiliki kemampuan dalam bidang AI. Hanya sekitar 22.000 tenaga ahli AI di Indonesia pada tahun 2019, yang hanya mewakili sekitar 5% dari jumlah total tenaga ahli di bidang IT.

Implementasi AI di bidang Pendidikan juga memerlukan akses ke data sensitif tentang siswa, seperti informasi pribadi, riwayat belajar, dan kinerja akademik. Namun, ada kekhawatiran tentang privasi data dan keamanan yang dapat membatasi penggunaan AI dalam dunia pendidikan. Tidak hanya itu, dana investasi yang signifikan, baik untuk pengembangan sistem AI, infrastruktur, maupun pelatihan sumber daya manusia. Hal ini dapat menjadi kendala bagi beberapa institusi pendidikan yang memiliki keterbatasan anggaran.

Dari beberapa kendala tersebut dibutuhkan upaya yang cukup serius agar kemudahan ini bisa terwujud, yaitu dengan meningkatkan infrastruktur teknologi dan akses internet di seluruh Indonesia, terutama di daerah pedesaan, merupakan langkah penting dalam memperluas aksesibilitas ke teknologi dan layanan AI. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mempercepat pembangunan jaringan infrastruktur telekomunikasi di daerah-daerah yang masih minim akses internet, meningkatkan kualitas sinyal internet, serta mengurangi biaya akses internet.

Selain itu, pemerintah juga dapat memperluas jangkauan program-program bantuan akses internet dan perangkat teknologi kepada masyarakat di daerah pedesaan, seperti program Pusat Layanan Digital Desa yang diluncurkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan dapat membantu meningkatkan aksesibilitas ke teknologi dan layanan AI di seluruh Indonesia, sehingga penggunaan AI dalam dunia pendidikan dapat lebih luas dan merata.

Pemerintah Indonesia perlu memberikan perhatian khusus pada wilayah-wilayah yang masih mengalami kesenjangan digital untuk mempercepat pembangunan infrastruktur telekomunikasi, sehingga akses internet dapat diperluas dan masyarakat bisa mendapatkan harga yang terjangkau. Selain itu, Pemerintah perlu meningkatkan kualitas dan ketersediaan sumber daya manusia di bidang teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung implementasi AI dalam dunia pendidikan

Tidak hanya itu, Pemerintah dapat membantu meningkatkan keterampilan dan pengetahuan siswa dan tenaga pendidik dengan cara menambahkan mata pelajaran AI dalam kurikulum pendidikan untuk tingkat sekolah menengah dan perguruan tinggi. Hal ini dapat membantu siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam mengembangkan dan menerapkan AI di bidang Pendidikan. Selain itu, Pemerintah dan institusi pendidikan juga dapat menjalin kemitraan dengan perusahaan dan institusi AI untuk membantu mengembangkan dan menerapkan solusi AI di bidang pendidikan. Hal ini dapat membantu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tenaga pendidik serta memperluas penerapan AI dalam dunia pendidikan di Indonesia.

Namun, diperlukan kerja sama dari semua pihak, termasuk pemerintah, sekolah, dan masyarakat, untuk memastikan bahwa platform pembelajaran online dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mengurangi kesenjangan pendidikan di Indonesia.

Pemerintah, lembaga pendidikan, dan sektor swasta perlu bekerja sama untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di bidang AI, termasuk melalui pelatihan, kursus, dan program pendidikan yang berfokus pada AI di bidang pendidikan. Di samping itu, Pemerintah dan sektor swasta juga dapat membantu dalam menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pengembangan dan penerapan AI dalam dunia pendidikan, termasuk melalui penyediaan dana untuk riset dan pengembangan, serta fasilitas penelitian dan pengembangan yang memadai.

Selain itu, Pemerintah dan lembaga Pendidikan diharapkan juga dapat menciptakan program-program pendidikan yang mendorong pengembangan keterampilan yang terkait dengan AI, seperti data science, machine learning, dan neural networks. Hal ini akan membantu menciptakan generasi muda yang memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan menerapkan solusi AI di bidang pendidikan.

Dalam sebuah buku yang berjudul "The Fourth Age: Smart Robots, Conscious Computers, and the Future of Humanity" karya Byron Reese mengatakan “pengembangan kecerdasan buatan yang sepenuhnya dapat membawa akhir dari ras manusia. Kecerdasan buatan tersebut dapat mengembangkan dirinya sendiri dengan kecepatan yang semakin meningkat, sedangkan manusia terbatas oleh evolusi biologis yang lambat sehingga tidak dapat bersaing dan akan tersisihkan.”

Kesimpulannya, kemajuan Artificial Intelligence (AI) memberikan banyak dampak yang sangat signifikan bagi umat manusia. Banyak aspek kehidupan yang telah berubah dengan adanya teknologi AI ini. Mulai dari pekerjaan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Dalam dunia pekerjaan AI telah berhasil menggeser peran manusia dalam melakukan pekerjaannya. Dengan membantu mengotomatisasi tugas-tugas yang rutin dan terstruktur. sehingga manusia dapat fokus pada pekerjaan yang memerlukan keterampilan dan kemampuan yang lebih kompleks.

Dalam bidang kesehatan, AI juga telah membantu mengidentifikasi risiko penyakit, memprediksi perkembangan penyakit, dan menganalisis data medis dengan cepat dan akurat, sehingga membantu meningkatkan kualitas layanan kesehatan dan efisiensi proses medis. Dalam pendidikan, AI juga dapat membantu meningkatkan pengalaman belajar siswa dengan memberikan pengalaman yang lebih personal dan interaktif, serta membantu guru dalam menilai kemampuan siswa dan memberikan umpan balik yang lebih cepat dan akurat. AI juga telah membantu meningkatkan keamanan dengan pengawasan dan deteksi ancaman keamanan, seperti pengecekan dan identifikasi orang atau kendaraan yang mencurigakan, serta menganalisis data intelijen dan pemantauan video.

Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai umat manusia untuk memahami dan mempersiapkan diri menghadapi perubahan yang dibawa oleh kemajuan kecerdasan buatan ini. Kita perlu meningkatkan keterampilan yang sulit digantikan oleh kecerdasan buatan seperti kreativitas, empati, dan kemampuan interpersonal. Selain itu, kita juga perlu terus mengikuti perkembangan teknologi terbaru dan terus-menerus belajar untuk beradaptasi dengan perubahan. Dalam menjalankan dan mengembangkan AI, manusia harus mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar, serta menjaga etika dan privasi data. Dengan cara ini, manusia dapat memanfaatkan kecerdasan buatan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan memajukan peradaban manusia ke masa depan.

Dalam dunia pendidikan juga sangat penting diperhatikan bahwa perlu adanya persiapan dan peningkatan tenaga pendidikan, agar dapat mengoptimalkan pemanfaatan teknologi AI dalam pembelajaran. Tenaga pendidik perlu dilatih dan disiapkan untuk menggunakan teknologi AI dengan efektif dan efisien dalam mengoptimalkan proses pembelajaran. Tenaga pendidik juga perlu difasilitasi agar semakin meningkatan kualitas Pendidikan. Hal ini tentu memerlukan pelatihan dan edukasi untuk memperluas pemahaman mereka tentang teknologi AI dan cara menggunakannya dalam pembelajaran, serta meningkatkan keterampilan dan kemampuan dalam mengelola pembelajaran dengan teknologi AI.

Selain itu, penting juga untuk menumbuhkan kesadaran dan keterampilan yang cukup pada siswa tentang teknologi AI. Dengan pemahaman yang cukup tentang teknologi AI, siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan kolaborasi dengan menggunakan teknologi AI sebagai alat bantu dalam proses belajar-mengajar. Selain itu, siswa juga perlu dibekali dengan pengetahuan tentang etika dalam penggunaan teknologi AI agar dapat memahami implikasi sosial dan etika dalam penggunaan teknologi AI. Hal ini dapat membantu siswa dalam mengambil keputusan yang tepat dan bertanggung jawab saat menggunakan teknologi AI.

Dengan demikian, persiapan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia pendidikan akan menjadi kunci dalam menjaga relevansi tenaga pendidik manusia di era teknologi AI, sehingga pemanfaatan teknologi AI dalam pembelajaran dapat memberikan manfaat yang maksimal untuk pendidikan yang lebih baik dan bermanfaat bagi masyarakat.

Pada akhirnya, manusia tidak akan pernah bisa menolak kehadiran teknologi, manusia tidak bisa melawannya. Namun, manusia dan teknologi dapat berjalan secara beriringan.

Penulis : Muttaqin Kholis Ali, Guru Komputer SMAN 1 Tambangan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara (WA : 082285178213)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen ulasannya, Pak. Salam literasi

13 Mar
Balas

Wow ulasan yang keren. Salam kenal dan dalam literasi.

15 Mar
Balas



search

New Post