M.YAZID MAR'I, M.Pd.I

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
KULIHAT BULAN DI WAJAHMU

KULIHAT BULAN DI WAJAHMU

Bagi sebagain orang nama bukanlah suatu yang penting dan esensi, hingga muncul ungkapan “apa arti sebuah nama”. Namun Pak Adi bukanlah orang yang bermadzabungkapan itu. Nama baginya tetap suatu yang penting dan esensi bagi seseorang. Semisal hari ini, era ini, coba yang memilki anak perempuan diberi nama-nama jadul (jaman dulu) seperti: Menik, Semi, Trubus, Bojok, Tempah, dan lain-lain, atau jika mempunyai anak laki-laki juga diberi nama jadul (tempo dulu), seperti: Trumpah, Dangir, Ngatmin, dan lain-lain. Tentu jika tidak kebetulan anak-anak Bapak-Ibu akan menjadi bahan ejaan dan tertawaan, yang membuat anak-anak Bapak-Ibu minder (bhs Indonesia: kurang percaya diri). Selain itu baginya nama juga merupakan identitas darimana dan apa ajaran agama yang dianutnya. Di Agama Hindu Bali, kita akan mengenal nama I Made, I Ketut, I Wayan, I Made, dan lain-lain. Di Agama Kristen, kita akan mengenal nama FX (Franciscos Xaferius), Lucas, Matius, Abraham, dan lain-lain. Dan di Islam kita akan mengenal nama: Muhammad, Ahmad, Khotijah, Aisyah, Fatimah, dan lain-lain. Dan barang kali kita coba bolak balik keperunukannya, tentu semuanya akan kacau. Belum lagi keyakinannya, bahwa memberikan nama , termasuk bagian dari kewajiban orang tua, setelah member nafkah, mengkhitankan, dan menikahkan.

Maka untuk kali ini, menjelang kelahiran anak ketiganya, yang diprediksi oleh bidan perempuan, Iapin juga harus mempersiapkan nama untuk putrinya itu. Iapu yakin nama bagi seseorang selain sebagai identitas juga sebagai motivator orang tua dan anak untuk menjadi seseorang yang identik dengan namanya. Semisal, ketika anak laki diberinya nama Muhammaad Amin, artinya Muhammad yang dipercaya, harapanya anak kelak memiliki perilaku seperti Muhammad yang dapat dipercaya. Atau diberi nama Fatimah jika perempuan, dengan harapan nanti anaknya seprti putri Nabi istri Kholifah terahir Ali Ibn Abi Tholib yang memiliki ahlaq yang sangat mulia.

Disiapkanlah sederet nama untuk anak ketuganya ini: Ayatul Husna, Ana Alfatun Nisa, Safira Hayati Abdillah, Roisyah Amini, Zahratun Ni’mah, Faridatus Shalihah. Namun begitu ditawarkan pada istri semuanya tidak ada yang cocok. Adipun mulai menyampaikan satu persatu. Bagaimana kalau namanya Ayatul Husna atau Ana Alfatun Nisa? Kok seperti pemain Film ayat-ayat cinta! Pun niku Mas! (jangan itu) jawab istrinya. Kalau Safira Hayati Abdillah? Nopo artine Mas! (apa artinya), perjalanan hidup seorang hamba Allah, jawab suaminya. Niku kedawan Mas! (kepanjangan), kata isrinya. Kalau gitu, Roisyah Amini, Zahratun Ni’mah, Faridatus Shalihah! Ketinganle pun katah engkang name niku (kelihatan sudah banyak nama seperti itu), kata istrinya. Dan istrinyapun melanjutkan pembicaraan, Benjing-benjing mawon mas nek pun lahir (besuk-besuk aja kalau sudah lahir).

Baru saja selesai bicara, istrinyapun terasa kalau mau melahirkan. Adipun langsung membawanya ke rumah bidan terdekat. Cukup lama ditunggu, istrinyapun belum jua melahirkan. Tampaknya kelahiran anak ketiga ini begitu berat, keringat dingin mengucur deras membasahi tubuh istrinya, dan perlahan Adi mengusapnya penuh rasa cinta. Terpaksa Bidanpun membatunya dengan Inpus, untuk menambah kekuatan istrinya. Alhamdulillah 5 September 2008 saat adzan subuh dikumandangkan lahirlah anak ketiga dari pasangan Adi dan Shalehah. Anak perempuan yang cantik rupa. Setelah membersihkan baju-baju yang penuh darah, Adipun menghampiri istrinya. Dijenengne sinten Mas! (dikasih nama siapa?), Tanya istrinya. Selintas banyangan, munculah nama untuk putrinya “Ayatutsaqila” , entah dengan tiba-tiba nama inipun muncul dihadapanya. Ayatutsaqila dik? Nopo artine? (apa artinya?). kalau diartikan secara luas kira-kira ayat atau tanda-tanda yang berbobot atau berarti. Gih pun, niku mawon! (ya itu saja bagus), jawab istrinya.

Aya kecilpun diperlakukan sama dengan kakak-kakaknya, dibacakan cerita sebelum tidur, dipijitnya, digedongnya sambil dinyanyikan pujian oleh ayahnya. Kurang lebih begini syairnya: Ilahi lastu lil Firdaus. Ala aqwa alannari jahimi, Dhunubi ……..(artinya: Aduh Gusti kulo boten ahli suargo, nagging kulo boten kuat sikso neroko. Doso kulo kados wilangane wedi. Mugi Allah taubat kulo dipun tampi, Ya Allah aku bukanlah ahli surge, tapi aku tak kan kuat siksaan neraka, dosaku laksana hitungan pasir. Semoga Allah menerima taubatku): bait syair Robiah al Adawiyah Perempuan Sufi.

Karena sering digendong Shaleha ibunya, untuk mengajar di PAUD, si kecil tampaknya mampu merekam dengan memorinya, seluruh apa yang didengar dan dilihatnya di PAUD. Aya pun tumbuh dan berkembang pesat. Di usianya yang baru 1 tahun ia sudah mampu membaca majalah, Koran dan alqur’an. Terkadang wali muridpun iseng, Aya coba ini dibaca dik! Aya pun membacanya dengan lancar.

Selepas dari pendidikan di PAUD Al Hidayah, ayahnyapun berkuat hati untuk menyekolahkan putrinya, sama seperti kakak-kakaknya dulu. Setelah kepastian siswa yang diterima di sekolah itu, Pihak sekolah pun melakukan pemetaan dengan melakukan tes akademik, non akademik dan psikologi. Sehari pasca tes pemetaan, hasilnyapun dibagikan kepada walimurid. Shaleha, Ibu ayat membacanya dengan pelan. Akademik dan non akademik bagus. Tipe belajar: Kinestetik (dominan gerak).

Diakui memang, anak bunsunya ini sejak kecil memang sifatnya sedikit berbeda dengan kakak-kakaknya, banyak bergerak, banyak bertanya, dan humoris. Baginya si Bungsu ini dapat menjadi penghibur di kala capek dan lelah dari pulang mengajar. Iapun sangat pengertian, memilki rasa empati yang tinggi. Sering kali ayah dan ibunya dipijitnya. Sambil cerita ini itu, bertanya ini itu, dan cerita semua kejadian saat di sekolah, dengan gurunya, dengan temanya, hampir tak tertinggal sedikitpun.

Saat Ayahnya menjemput dan mempertanyaan kepada temanya, hampir-hampir semua kenal namanya, mulai dari kelas I sampai kelas VI. Ya itulah salah satu kelebihanya, mudah bergaul dan mudah berteman.

Bulan Maret, si Bungsu untuk pertama kalinya mengikuti lomba matematika nalaria, dan mendapat juara 2 di levelnya, sayang ibu dan ayahnya tak dapat mengantarnya, karena ibunya harus mengikuti kegiatan di Kabupaten dan ayahpun harus mengajar. Sesampainya di rumah si Bungsupun mulai bicara. Ayah-Ibu, katanya Aya dapat juara II. Maaf ya bu dak dapat juara I, dak jadi pergi ke Bogor! Ayah dak marah to….. Ibu dak marah to….., terus saja berbicara sebelum dijawabnya. Memang itulah juga sifatnya. Tidak apa-apa, jawab ibu, Aya berani ikut lomba aja ibuk sudah bangga. Iya … Iya ayahnyapun menjawabnya, Aya sudah berhasil meraih juara dua, jos! matoh!(sudah bagus).

Baru saja dijawabnya, ada lagi pertanyaan yang muncul. Yah, Ibuk, tanggal 21 April nanti akan ada Munaqosah, ujian hafalan untuk jus 30 dan surat Ar Rahman tahap ke-2, Tapi Aya masih kurang tiga, aya boleh ikut kan. Boleh…. Boleh …. Jawab ayahnya. Masih ada kesempatan, yang penting serius kata ayahnya. Baru aja dijawab oleh ayahnya, Ayapun berbicara sama Ibuknya. Ibuk kalau Aya Hafal al qur’an, Aya besuk akan masuk surga, dan Aya akan memakaikan mahkotanya ibu besuk di surga.

Baru saja berbicara selesai, Aya segera meluncur keluar rumah bersama teman-temanya. Ayaku … Lucu, humoris, cerdas, juga cantik, bak bulan di wajahmu (m. yazid mar’i).

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post