NANIK RIYANTI

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Hakikat Guru

BAB I

Hakikat Guru

Kisah ini mulai diukir dalam catatan sejarah perjalanan hidup seorang guru yang memulai karir sebagai pembangun insan cendekia sebutan untuk guru pada zaman sekarang ini yang mengalami perubahan paradigma terhadap pendidik dan pengajar di sekolah baik sekolah negeri maupun sekolah swasta milik yayasan pendidikan seperti pondok pesantren. Dahulu ketika pada masa-masa ketika sekolah masih kujalani dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai tingkat sekolah menengah atas atau sekolah menengah kejuruan, guru diberi gelar dan julukan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

Disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa memang layak diberikan karena pada zaman dahulu seorang guru tidak terbebani dengan berbagai aturan yang mengharuskan guru memiliki jam wajib mengajar 24 jam. Mengapa demikian? Karena guru mulai mengalami sedikit demi sedikit pergeseran tentang hakikat “guru yang wajib digugu dan ditiru”.

Guru seharusnya meneladani sikap dan perilaku yang telah dicontohkan oleh Rasullah saw kepada orang lain. Hal ini tidak sesuai dengan perintah Allah swt yang terdapat pada Al-Qur’an surah Al-Ahzab (2) ayat 21.

Artinya:

“21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.

“Guru wajib digugu dan ditiru” merupakan suatu pepatah yang memiliki makna yang sangat mendalam dimana seorang guru harus menjadi artis di dalam kelas maupun di luar kelas yang patut diikuti perkataannya, oleh karena itu guru harus menjaga setiap kata demi kata yang keluar dari bibir yang senantiasa diperhatikan oleh anak didiknya.

Setiap penampilan, perilaku, gerak-gerik badan senantiasa diperhatikan oleh anak didiknya. Penampilan guru yang sembarangan artinya berpakaian yang kurang sesuai dapat menganggu konsentrasi, seperti pakaian yang kusut, muka yang tidak cerah, sepatu yang sudah tidak layak pakai sangat menganggu anak didiknya terutama untuk jenjang sekolah menengah pertama atau sekolah menengah atas.

Penampilan guru yang berpakaian terlalu glamor, perhiasan seperti toko mas berjalan sampai pada muka yang menggunakan riasan sangat tebal bahkan dapat dikatakan menor, merupakan penampilan yang sangat menganggu kegiatan pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Guru mendapat komentar dari anak didiknya meskipun mereka tidak berani menyampaikan kepada guru yang bersangkutan. Anak didik mulai kasak-kusuk memperbincangkan guru yang penampilannya tidak sesuai. Pada akhirnya secara tidak kita sadari guru tersebut mengajarkan hal-hal yang tidak baik yaitu menggunjingkan seseorang di belakang. Hal ini tidak sesuai dengan perintah Allah swt yang terdapat pada Al-Qur’an surah Al-Hujurat (49) ayat 12.

Artinya:

“12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”.

Seorang guru juga harus menjadi orang yang legowo atau pemaaf karena perilau anak didiknya yang kadang-kadang sangat menjengkelkan. Selain terhadap anak didiknya, guru juga harus bisa menjadi contoh teladan bagi guru-guru yang lain terutama bagi guru senior yang sudah bertahun-tahun mengabdikan untuk menderdaskan anak bangsa terhadap guru-guru junior yang dalam tahap belajar karena guru junior baru diangkat menjadi guru atau baru mengabdi pada suatu sekolah atau lembaga.

Pada zaman sekarang ini paradigma pahlawan tanpa tanda jasa mulai bergeser seiring dengan peningkatan gaji, tunjangan yang diperoleh agar kesejahteraan guru mengalami peningkatan, guru mamapu fokus pada profesinya dan guru tidak membuat alasan-alasan bekerja di luar sekolah untuk mencari sumber rejeki penghasilan lain yang dapat menganggu kegiatan pembelajaran di sekolah.

Sebutan guru lebih cenderung pada “Pembangun Insan Cendekia”. Apa maksudnya?. Pembangun insan cendekia merupakan istilah yang dikumandangkan oleh pemerintah yang menggantikan pahlawan tanpa tanda jasa pada lirik terakhir lagu “Hymne Guru”.

Lagu hymne guru merupakan lagu seremonial yang senantiasa dinyanyikan pada peringatan hari guru nasional dan pada acara serah terima anak didik, bahasa lainnya perpisahan anak didik yang telah menyelesaikan masa belajar dari suatu sekolah kepada orang tua.

Kisah selanjutnya merupakan sebagian besar pengalaman pribadi selama kujalani hidup mulai menimba ilmu di salah satu pesantren di Jawa. Mudah-mudahan kisahku ini dapat memberikan motivasi, menjadi inspirasi bagi anak-anak didikku, dan bagi teman-teman seperjuangan dalam mengembang tugas negara yaitu mencerdaskan anak bangsa.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post