NANIK RIYANTI

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Menjadi Santri

Menjadi Santriwati

Perjalanan saya dalam mencari ilmu pengetahuan penuh dengan liku-liku. Dimulai dari Sekolah Menengah Farmasi (SMF) Ikasari Pekanbaru selama 3 tahun, melanjutkan belajar mengaji di Pesantren Riyadhus Sholihin Ketapang probolinggo yang dipimpin oleh guru besar Almarhum Habib Muhammad Bin Ali Al-Habsy selama 6 bulan ( Juli 2000- Desember 2000), kemudian berbekal informasi dari seorang teman (Bunasri) hasil perkenalan ketika beliau menghadiri acara Hafatul Imtihan di Pesantren Riyadhus Sholihin.

Bunasri merupakan salah satu orang yang berjasa dalam hidup saya dalam rangka pencarian lembaga pendidikan sesuai dengan tujuan untuk menimba ilmu pengetahuan.

Ketika berbincang-bincang dengan beliau, saya banyak bertanya seperti nama, alamat dan asal daerah serta tempat belajarnya dan sediit informasi tentang pesantren genggong.

Semua informasi yang diberikan langsung berkesan di hati saya, sehingga tanpa pikir panjang saya kabari orang tua kalau saya mau pindah mondoknya dari Pesantren riyadhus Sholihin Ketapang Probolinggo ke Pesantren Genggong di Kecamatan Pajarakan tepatnya desa Karang Bong.

Pada awal tahun 2001 merupakan masa yang sangat bersejarah ketika saya yang sudah lulus SMF Ikasari Pekanbaru berangkat dari Lumajang tempat Nenek dari bapak dan Ibuku untuk nyantri (menimba ilmu) di Pesantren Genggong.

Awalnya saya sempat ragu, apakah saya mampu beradaptasi dengan lingkungan pesantren yang notabene sangat disiplin, memisahkan semua kegiatan baik sekolah maupun mengaji antara santri putra dengan santri putri.

Kehidupan dan lingkungan yang sangat berbeda dengan yang saya alami selama belajar di SMF Ikasari Pekanbaru.

Stress awalnya kalau saya boleh jujur. Mengapa? karena tidak melihat santri putra, tidak bersosialisasi dengan santri putra. Hal dikarenakan kebiasaan di sekolah yang berbaur dengan laki-laki yang jumlahnya sangat sedikit 10:1 10 untuk perempuan dan 1 untuk laki-laki.

Namun dengan membaca “Bismillahirahmanirrahim” dan saya berniat ingin membahagiakan orang tua terutama bapakku yang ingin salah satu anaknya belajar di pesantren dan menjadi santri dengan harapan kalau bapak dan ibumu nanti meninggal ada yang mendoakan, kata bapakku yang pada saat itu bagaikan perintah yang tidak bisa dibantah atau ditawar lagi.

Pada hari senin (tanggal Lupa) bulan Januari tahun 2000 saya mendaftar di Kantor Pusat Informasi Pesantren (PIP) dan berjumpa dengan Ustadz Taufik. Ustadz Taufik merupakan Alumni Pesantren Genggong, kemudian mengabdi dan menjadi panitia penerimaan santri baru.

Ustadz Taufik merupakan orang yang sangat ramah dalam menerima dan melayani santri baru dan orang tuanya. Setelah melakukan registrasi dan membayar semua biaya yang dibutuhkan saya diantarkan ke kamar C4 tepatnya di lantai 2 oleh 2 orang petugas yang sudah dikonfirmasikan oleh ustadz Taufik melalui Telepon pesantren putri.

Hanya ibuku yang diperbolehkan masuk ke kamar atau asrama putri, sedangkan bapakku menunggu di ruang tunggu sampai saya keluar lagi menjumpai bapak dan ibu yang mau pulang ke Lumajang.

Sebagai santri baru saya berkeliling seluruh asrama untu berkenalan dengan santri-santri putri yang ada dan lebih dulu belajar di pesantren ini. Sebagian besar berasal dari kabupaten Proboinggo, Lumajang, Jember, pasuruan, Situbondo, Banyuwangi, Sidoarjo, Pasuruan. Dari luar pulau jawa ada yang berasal dari Sumatera, Kalimantan, Madura, Bali, Nusa Tenggara bahkan dari Malaysia dan Singapura.

Hari-hari berikutnya, saya jalani keadaan di pesantren ini dan mulai menikmatinya. Kegiatan pagi diawalai shalat Tahajud Jam 02.00 wib, pukul 04.15’ saya dibangunkan untuk shalat shubuh berjamaah, dilanjutkan mengaji Al-Qur’an dengan Almarhumah bu Ny. Hj Endah Nihayati Saifurridjal sampai waktu shalat dhuha. Setelah shalat dhuha seluruh santri diperbolehkan untuk mandi atau mengambil makanan di kantin dengan suasana antri. Suasana antri seperti ini membuat saya semakin senang karena memiliki kesempatan untuk berkenalan dengan santri lain yang berbeda-beda kamar.

Pada pukul 07.30 wib, saya berangkat untuk sekolah Diniyah khusus siswa SMP yang belajar pada sisng hari. Wow amazing, itulah kata pertama yang keluar dari bibir saya setelah mengetahui kelasnya yang terletak pada lantai III. Dari depan kelas saya dapat melihat sekeliling pesantren seperti sekolah, masjid putra, jalan raya dan perumahan penduduk sekitar pesantren.

Saya bertambah kaget ketika mengetahui teman-teman sekolah Diniyah yang pada umumnya berusia 3 tahun dibawah saya karena mereka sekolah di SMP. Wow temen-temen saya masih kecil-kecil. Namun itu tidak menyurutkan langkah saya dalam belajar meskipun sya menjadi santri paling tua di kelas tersebut. mengingat semua pesan bapak dan ibu menjadikan saya bersemangat dalam belajar meskipun banyak sekali hafalan-hafalan yang ditugaskan oleh ustadzahnya.

Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam surah Al-Mujadilah ayat 11 yaitu:Artinya:

“11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Firman Allah tentang menuntut ilmu juga terdapat pada surah At-Taubah ayat 122 yaitu:

Artinya: “122. tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.

Kegiatan pembelajaran di Diniyah berakhir pada waktu menjelang shalat zuhur. Dilanjutkan dengan mandi, shalat berjamaah, makan dan tidur (bagi yang tidak ada jam masuk di sekolah umum).

Kegiatan tidur inilah saya lakukan meskipun sebentar di masjid sambil berkenalan dengan santri lain yang tidak sekolah pada waktu siang sampai sore hari.

Kegiatan selanjutnya yaitu shalat Ashar di masjid asrama putri. Acara selanjutnya yaitu saya diajak ke asta (Makam) Kiayi dan Ibu Nyai beserta kerabat-kerabatnya di kompleks pemakaman keluarga Genggong.

Jika tidak ada kegiatan sekolah, belajar maupun mengaji, para santri oleh ibu nyai diwajibkan untuk ke asta untuk berdoa dan mengaji Al-Quran. Mengapa diwajibkan?. Karena dalam memberikan kegiatan pembiasaan ada kalanya harus memaksa kepada santri. Seperti halnya belajar di sekolah, anak didik akan merasa terpaksa ketika diperintahkan untuk mengerjakan sesuatu yang baru dan kadang-kadang menggerutu. Yakinlah anak didik yang awalnya terpaksa lama kelamaan akan menikmati dan terbiasa melakukannya. Dan pada akhirnya anak didik akan berterima kasih kepada guru karena dengan tugas yang diberikan dapat memberikan pelajaran dan makna tentang kehidupan.

Tujuan diwajibkan pergi ke makam (asta) para guru adalah memberikan pelajaran tentang hakikat hidup di dunia yang hanya sementara, mengingatan bahwa semua makhluk di dunia hanyalah sementara sedangkan kehidupan akhirat yang abadi. Dengan demikian santri akan senantiasa melaksanakan perintah agama seperti shalat, puasa, belajar dan lain-lain, dan santri akan senantiasa meninggalkan larangan agama atau larangan guru di pesantren seperti mencuri, bolos waktu kegiatan di pesantren atau belajar di sekolah, berbicara dengan kurang sopan, menyakiti hati orang lain dan yang sering terjadi adalah ghosab (istilah meminjam tanpa memberi tahu pemiliknya).

Ghosab adalah perilaku yang menggunakan barang milik orang lain tanpa izin, dengan kata lain disebut sebagai meminjam tanpa memberi tahu pemilik dan tidak berniat untuk memilikinya. Kenapa tidak izin kepada pemilik? Hal ini dikarenakan barang tersebut milik bersama disuatu tempat dan ketika ingin meminta izin pemilik barang tersebut tidak ada di tempat. Contoh ghosab yang sering terjadi adalah meminjam sandal tanpa izin yang akan digunakan ketika akan ke kamar mandi atau menuju masjid atau tempat-tempat lain tetapi setelah digunakan dikembalikan lagi ke tempat asal barang tersebut ketika dipinjam.

Kegiatan setelah shalat magrib adalah melaksanakan mengaji bersama kelompok yang telah dibentuk pada awal masuk yang telah dites atau diuji. Alhamdulilah saya masuk kelompok B dan dipandu oleh ustadzah Zubaidah. Saya bersyukur karena tidak tergolong kelompok C. Saya bersyukur karena semua itu adalah hasil belajar di pesantren Riyadhus Sholihin yang dibimbing oleh ustadzah Sholihah.

Mengaji diakhiri ketika adzan berkumandang sebagai penanda waktu shalat isya telah masuk dan harus segera dilaksanakan. Kegiatan selanjutnya yaitu belajar malam khusus materi keagamaan dengan ustadzah yang telah ditunjuk.

Kegiatan santri baru selanjutnya adalah istirahat karena waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 wib, pada waktu ini santri bebas melaksanakan kegiatan yang lain seperti bercengkerama dengan teman-teman sesama santri baru, bergurau atau ada yang antri membeli bakso atau antri masak mi instan untuk bekal makan malam karena ada tugas Toguran.

Toguran adalah istilah ronda malam yang dilakukan oleh santri lama, sedangkan bagi santri baru merupakan kegiatan belajar melaksanakan toguran. Bedanya adalah santri baru boleh tidur pukul 11.00 wib. Sistem yang digunakan adalah bergiliran dengan cara membagi beberapa orang tidak tidur selama 2 jam sdangkan yang lain boleh tidur, demikian seterusnya sampai pukul 02.00 wib untuk melaksanakan shalat tahajud dan pukul 04.00 wib untuk melaksanakan shalat shubuh.

Tugas pelaksana toguran adalah membangunkan para kepala daerah, ketua kamar bahkan santriwati yang mayoritas tidur di masjid khusus asrama putri. Mengapa banyak santri tidur di masjid, tujuannya adalah agar tidak jauh ke sumur dan kamar mandi ketika akan melaksanakan shalat tahajud dan shalat shubuh.

Setelah shalat shubuh adalah mengaji Al-Quran dengan (Almarhumah) Ibu Ny. Hj. Nihayati Saifurridjal dan berakhir pada waktu menjelang shalat dhuha.

Beliau (Almarhumah Ibu Ny. Hj. Endah Nihayati Saifurridjal) merupakan sosok guru yang sangat pintar, disiplin, tegas dan konsisten terhadap semua santriwati yang berada dibawah asuhannya.

Kegiatan terakhir yaitu melaksanakan shalat dhuha setelah santriwati mandi dan menjelang waktu sarapan tiba.

Demikian kegiatan yang saya kisahkan dan dilaksanakan sehari-hari bagi santriwati yang baru masuk. Sedangkan untuk santri lama kegiatan hampir sama, akan tetapi terdapat sdikit perbedaan yaitu pada waktu mengaji bersama KH. Mutawwakil Allallah atau KH.Saiful Islam.

Bagi para pembaca wabil khusus para guru dan para ustdzah yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu dan para alumni santri pesantren zainul Hasan Genggong saya mohon maaf apabila ada kekeliruan dan kekhilafan dalam kisah ini.

Rest In Place (RIP) to My Teacher

Almarhumah Ibu Ny.Hj. Endah Nihayati Saifurridjal

Semoga Allah Swt memberikan tempat bersama para Aulia dan Syuhada di syurga-Nya.amin Ya Robbal ‘Alamin.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post