Nazaruddin S.PdI

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
MEWUJUDKAN SEKOLAH/MADRASAH YANG RESPONSIF GENDER*

MEWUJUDKAN SEKOLAH/MADRASAH YANG RESPONSIF GENDER*

MEWUJUDKAN SEKOLAH/MADRASAH YANG RESPONSIF GENDER*

NAZARUDDIN S.PdI**

Semua orang di lahirkan merdeka dan setara mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendak nya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan ( Pasai 1 Deklarasi Umum Hak azasi Manusia )

A. PENDAHULUAN

Secara nasional, penduduk baik laki-laki dan perempuan sudah memiliki peluang dan hak yang setara untuk mendapatkan layanan pendidikan bermutu karena hal ini merupakan amanat UUD 1945, misalnya: anak laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama untuk dapat mengikuti pendidikan sampai ke jenjang pendidikan formal tertentu. Tentu tidaklah adil jika dalam era global ini menomorduakan ( Subordinasi ) pendidikan bagi perempuan, apalagi jika anak perempuan mempunyai kecerdasan dan kemampuan . Namun demikian kesenjangan gender masih terjadi di beberapa daerah, terkait dengan bidang pendidikan. Oleh karena itu, proses pembelajaran yang responsif gender perlu mendapatkan perhatian penting dan utama untuk mengatasi problem tersebut. Sebenarnya dalam bidang apapun termasuk pendidikan belum terwujudnya kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan dipengaruhi salah satunya oleh budaya patriarkhi yang sudah mengejawantah dalam pola pikir masyarakat.

Hal tersebut sebagaimana dipertegas oleh Ibu Khoffifah Indar Parawansa sekarang menjabat sebagai Mensos RI , bahwa beberapa hal yang mempengaruhi belum terwujudnya keserasian jender antara lain, masih kuatnya nilai-nilai sosial budaya yang patriakis. Nilai-nilai ini menempatkan laki-laki dan perempuan pada kedudukan dan peran yang berbeda dan tidak setara.Keadaan ini ditandai dengan adanya pembakuan peran, beban ganda, sub-ordinasi, marjinalisasi, dan diskriminasi terhadap perempuan yang menyebabkan perempuan tidak memiliki akses, kesempatan dan kontrol atas pembangunan serta tidak memperoleh manfaat dari pembangunan yang adil dan setara dengan laki-laki.Di samping itu,ketidaktepatan pemahaman ajaran agama seringkali menyudutkan kedudukan dan peranan perempuann di dalam keluarga dan masyarakat.

Sedangkan Mansour Fakih menyatakan bahwa sejarah perbedaan gender antara manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang.Oleh karena itu terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan,diperkuat bahkan dikonstruksi secara sosial atau kultural melalui ajaran keagamaan maupun negara.Lebih lanjut, Muhadjir M. Darwin dalam bukunya yang berjudul “Negara dan Perempuan: Reorientasi Kebijakan Publik ” mengemukakan bahwa perempuan Indonesia belum terbebas dari masalah ketimpangan gender dan nilai-nilai patriarki sebenarnya memiliki akar yang sangat kuat dalam kebudayaan Indonesia.

Masih dalam wacana di atas, oleh karena itu untuk membongkar realitas budaya yang mengakar tersebut diperlukan sarana yang efektif, yang dalam hal ini adalah melalui pendidikan.

Asumsinya adalah,pendidikan merupakan kunci utama dalam rangka transfer of knowledge, transfer of behaviour bahkan transfer of culture, bagi peserta didik. Sehingga dalam konteks kajian ini ketika yang disampaikan kepada anak didik bias gender maka pola pikir yang terbentuk pada peserta didik juga akan bias gender, begitu pula sebaliknya.

B. PEMBAHASAN

1. Keadilan dan Kesetaraan Gender

Keadilan dan kesetaraan gender merupakan suatu kondisi yang setara dan seimbang antara laki laki dan perempuan dalam memperoleh peluang/kesempatan, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan, baik di dalam maupun di luar rumah tangga. Keadilan gender adalah keadilan dalam memperlakukan perempuan dan laki –laki sesuai kebutuhan mereka. Hal ini mencakup perlakuan yang setara atau perlakuan yang berbeda tetapi diperhitungkan ekuivalen dalam hal hak, kewajiban,kepentingan dan kesempatan.Keseteraan gender pada hakekatnya berarti mengakui bahwa semua manusia ( baik laki-laki maupun perempuan ) bebas mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa dibatasi oleh stereotype, peran gender yang kaku. Hal ini bukan berarti bahwa perempuan dan laki-laki harus selalu sama, tetapi hak, tanggung jawab, dan kesempatannya tidak dipengaruhi oleh apakah mereka dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan ( Unesco, 2002 ). Manisfestasi ketidakadilan gender bermacam –macam, secara garis besar ketidakadilan gender termanifestasi dalam bentuk marginalisasi, subordinasi, stereotipe, kekerasan dan beban ganda.

2. Sekolah/Madrasah Berwawasan Gender

Manajemen sekolah memainkan peran yang sangat penting dalam mendukung upaya untuk mewujudkan sekolah yang berwawasan gender. Sistem manajemen pendidikan di sekolah pada umumnya kurang memperhitungkan aspek kesetaraan dan keadilan gender dalam penyusunan rencana, pelaksanaan, serta dalam evaluasinya. Hal ini dapat dilihat dari peran dan peraturan yang seringkali tidak mencakup aksi dan sanksi yang terkakit dengan masalah-masalah hubungan gender seperti pelecehan seksual, ejekan (bullying ) atau perlakuan tidak senonoh terhadap perempaun yang mempengaruhi hubungan antara laki-laki dan perempuan.

Di samping itu, sebagian besar sekolah kurang sensitif terhadap pemenuhan kebutuhan khusus bagi anak perempuan seperti kebutuhan fasilitas ruang khusus bagi anak perempuan pada waktu mereka sedang mendapatkan menstruasi, ketersediaan air, tempat sampah, pembalut wanita,dan sebagainya.Selain pemenuhan kebutuhan sebagaimana telah di sebutkan di atas, perlu diupayakan adanya penyusunan perencanaan dan anggaran responsif gender. Yang di maksud anggaran sekolah responsif gender adalah upaya yang dilakukan sekolah untuk menjamin agar anggaran yang dikeluarkan beserta kebijakan dan program yang mendasarinya dilaksanakan untuk menjawab kebutuhan setiap warga belajar dari kelompok manapun, baik laki-laki maupun perempuan. Anggaran sekolah berwawasan gender merupakan anggaran yang disusun dan di sahkan melalui proses analisis dalam perspektif gender.

Anggaran yang responsif gender bukan anggran 50% untuk laki-laki dan 50% untuk perempuan. Bukan pula anggaran yang terpisah untuk perempuan dan laki-laki. Dalam konteks sekolah dalam hal ini berhubungan dengan pendidikan, anggaran yang responsif gender mencakup seluruh anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan pendidikan. Karena itu diperlukan adanya kerangka pendanaan dalam menjawab isu gender.Memasukkan perspektif gender dalam kebijakan pendidikan di sekolah bukanlah pekerjaan mudah, karena berbenturan dengan berbagai kepentingan, nilai maupun keyakinan seseorang / sekelompok orang yang terlibat dalam proses formulasi kebijakan pendidikan. Secara garis besar ada 4 faktor yang memberi kontribusi cukup kuat terhadap terintegrasinya perspektif gender dalam pendidikan di sekolah/Madrasah.

Pertama, Kapasitas sumber daya manusia ( SDM ) yang terlibat dalam proses perumusan kebijakan pendidikan di sekolah, SDM tersebut tidak bekerja dalam ruang yang vakum, tetapi berinteraksi secara terus menerus dengan faktor-faktor di luar dirinya,sehingga membentuk keyakinan tentang penting tidaknya memasukkan gender sebagai arus utama pada kebijakan pendidikan. SDM yang paham tentang gender, memiliki sensitivitas gender dan memiliki otoritas terkait dengan pembangunan pendidikan di sekolah/Madrasah dengan memberi kontribusi sangat kuat terhadap terintegrasinya kesetaraan dan keadilan gender dalam kebijakan pendidikan di sekolah. Kedua, Capacity building dan advokasi pengarusutamaan gender di bidang pendidikan di Sekolah/Madrasah, baik terhadap stakeholders pada tingkat internal maupun eksternal Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dirjen pendidikan islam dan yang dilakukan secara berjenjang dari top eksekutif hingga pelaksana di tingkat grass root.

Ketiga, Budaya organisasi yang mengedepankan visi dan misi untuk mewujudkan keseteraan dan keadilan gender. Keempat, Pembentukan dan penguatan jejaring dan kemitraan.Sedangkan ciri-ciri sekolah berwawasan gender, antara lain :

1. Kepemimpinan dilakukan secara horisontal dan team work kooperatif yang ramah dan setuju terhadap perbedaan. Selain itu, manjemen tidak menawarkan peran stereotip gender sehingga menghalangi capaian target Sekolah/Madrasah;

2. Pembagian peran atau posisi fleksibel tergantung pada kebutuhan, kesempatan, komitmen dan kualitas.

3. Indikator Sekolah/Madrasah Berwawasan Gender

Sekolah/Madrasah merupakan lembaga yang berperan penting untuk merubah pola pikir peserta didik termasuk perilaku –perilaku yang dianggap bias gender. Oleh karena itu, Sekolah/Madrasah adil gender memegang peran dan fungsi yang strategis dalam mempersiapkan peserta didik agar dapat mengembangkan multi intelegensianya secara optimal tanpa terkendala oleh nilai-nilai sosial budaya yang kadang bias gender. Hanya sebagai penegasan, yang dimaksud dengan sekolah berwawasan gender adalah suatu Sekolah/Madrasah yang baik aspek akademik, sosial, aspek lingkungan fisiknya maupun lingkungan masyarakatnya memperhatikan secara seimbang baik kebutuhan spesifik untuk anak laki-laki maupun untuk anak perempuan.

Dengan demikian guru, orang tua, tokoh, anggota masyarakat di sekitarnya serta siswa laki-laki dan perempuan menyadari akan pentingnya dan oleh karena itu mempraktekkan tindakan-tindakan yang setara dan adil gender . Selain itu, sistem manajemen Sekolah/Madrasah, kebijakan-kebijakan dan tindakan nyata juga mengarah pada pemenuhan kebutuhan yang mungkin berbeda antara laki-laki dan perempuan. Aspek kurikulum, pembelajaran, metodologi pembelajaran, interaksi pembelajaran di kelas, dan proses manajemen pembelajaran juga berwawasan kesetaraan dan keadilan gender. Beberapa indikator yang bisa dijadikan acuan antuk mewujudkan sekolah berwawasan gender adalah sebagai berikut:

1. Adanya pembelajaran responsif gender

Pembelajaran responsif gender adalah proses pembelajaran yang memberikan perhatian seimbang bagi kebutuhan khusus laki-laki maupun perempuan. Sedangkan indikator pembelajaran responsif gender antara lain:

Pertama, Peserta didik perempuan dan laki-laki memperoleh akses partisipasi dan manfaat yang sama dari kegiatan belajar di sekolah, tanpa terpengaruh oleh pandangan stereotipe terhadap jenis kelamin tertentu. Kedua, Peserta didik perempuan dan laki-laki memperoleh hak dan kewajiban yang sama dalam belajar di sekolah/Madrasah.Ketiga, Peserta didik laki –laki dan perempuan memiliki kesempatan dan cara efektif untuk berbagi pengalaman hidup yang cenderung berbeda. Keempat, Berkurangnya pola–pola dan perilaku Sekolah/Madrasah yang dapat memarginalkan salah satu jenis kelamin, misalnya anak laki –laki dan perempuan bebas memilih pelajaran sesuai minat dan bakat tanpa dibatasi oleh jenis kelamin.Kelima, Peserta didik laki-laki dan perempuan yang memiliki kesulitan belajar memperoleh pelayanan yang baik dan bermutu dari tenaga pendidik.Keenam, Peserta didik laki-laki dan perempuan memiliki pilihan peran yang beragam dibandingkan dengan peran-peran tradisional mereka tanpa hambatan budaya dalam kehidupan mereka melalui pembelajaran di Sekolah/Madrasah. Ketujuh, Bahan ajar yang ada di sekolah seperti buku teks pelajaran, buku pengayaan, buku bacaan, serta bahan dan alat peraga pengajaran terbebas dari materi yang memuat gender streotype seperti: pembagian kegiatan domestik cenderung digambarkann dilakukan oleh perempuan, sedangkan pekerjaan di sektor publik cenderung dilakukan oleh laki-laki.

2. Adanya perencanaan pembelajaran responsif gender.

Pada pembelajaran responsif gender guru harus memperhatikan berbagai pendekatan belajar yang memenuhi kaidah kesetaraan dan keadilan gender, baik melalui proses perencanaan pembelajaran, interaksi belajar mengajar, pengelolaan kelas, mauipun dalam evaluasi hasil belajar. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pembelajaran pembelajaran adalah :

a) Materi atau konten pembelajaran apakah materi mengandug stereotip gender

b) Metodologi dan pedekatan mengajar. Guru harus memilih metode belajar mengajar yang dapat memastikan partisipasi yang setara dan seimbang antara peserta didik laki-laki dan perempuan;

c) Kegiatan Pembelajaran. Rencana pembelajaran harus dapat menjamin agar semua siswa dapat berpatisipasi dalam seluruh kegiatan pembelajaran tanpa kecuali baik laki-laki maupun perempuan.

3. Adanya penataan ruang Kelas yang responsif gender

Tata letak ruang kelas sangat penting untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran. Tata letak ruang kelas perlu merespon kebutuhan khusus anak perempuan dan anak laki-laki.

4. Adanya Managemen Sekolah responsif Gender

Pendekatan MBS/M yang berbasis kesetaraan gender ini mempunyai ciri dengan indikator sebagai berikut:

a. Laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan dan peran yang sama atau setara dalam mengendalikan sistem pendidikan di sekolah misal: kesamaan kesempatan antara laki-laki dan perempuan untuk menjadi Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah.

b. Laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan dan peran yang sama atau setara dalam membina, mengarahkan dan melaksanakan pelayanan pendidikan di sekolah dan dapat memperoleh manfaat yang sama dari kesempatan dan peran tersebut.

c. Sekolah/Madrasah memberi penghargaan terhadap hasil unjuk kerja tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan berdasarkan atas kompetensi yang mereka miliki tanpa terkendala oleh hambatan kultural terkait peran yang mereka jalankan.

d. Tersedia data terpilah menurut jenis kelamin di Sekolah/Madrasah sebagai dasar informasi dalam melakukan perencanaan, implementasi maupun monitoring dan evaluasi pendidikan responsif gender. Misalnya : data tentang jumlah siswa menurut jenis kelamin, data tentang siswa berprestasi menurut jenis kelamin, data tentang guru menurut kepangkatan;

e. Perempuan dan laki–laki memiliki hak yang sama untuk menempati jabatan struktural dan atau jabatan fungsional di sekolah;

f. Sekolah/Madrasah memilki saran prasarana yang dapat diakses dan memenuhi kebutuhan khusus laki-laki dan perempuan.

5. Adanya penggunaan bahasa yang responsif gender

6. Adanya Interaksi Kelas yang responsif gender

*Tulisan ini di siapkan untuk sebagai bahan diskusi tentang Gender

** Penulis Adalah Ka.mts Madinatul Ilmi dan ketua IGI Kabupaten Langkat

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

INformasi yang bermanfaat.

16 Aug
Balas

betul Pak. Laki-laki perempuan memiliki derajad yang sama.

16 Aug
Balas

3. Adanya penataan ruang Kelas yang responsif gender Tata letak ruang kelas sangat penting untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran. Tata letak ruang kelas perlu merespon kebutuhan khusus anak perempuan dan anak laki-laki Kami suka pernyataan di atas. Di sekolah kami, sekolah umum SMP Negeri 1 Pasirian Kab. Lumajang Prov. Jawa Timur tahun pelajaran 2016/2017 sudah melaksanaka kelas gender, terpisah kelas laki-laki dan kelas perempuan. Tahun pelajaran 2017/2018 masih dilanjutkan. Sekarang kami mutasi ke SMP Negeri 2 Pasirian.

16 Aug
Balas



search

New Post