Sebagai propinsi yang memiliki perkebunan sawit cukup luas serta memiliki pabrik pengolahan biji sawit hingga menjadi minyak goreng. Apa iya bisa mengalami kelangkaan minyak goreng? Namun inilah kenyataan yang terjadi sejak awal Maret 2022. Di pasar, toko, dan supermarket yang namanya minyak goreng kosong. Kemarin siang, dan malam tampak dibeberapa toko dan supermarket antrian panjang warga terlihat mengular sekedar untuk mendapatkan satu liter minyak goreng kemasan plastik. Sungguh miris melihat kenyataan ini. Seperti pribahasa tikus mati di lumbung. Ini pasti ada permainan nakal para pemilik modal dan kebijakan. Mereka menimbun di gudang yang suatu saat akan mereka jual dengan harga tinggi. Keadaan ini dimanfaatkan partai untuk pencitraan diri. Mereka membagi-bagi paket minyak goreng ke majelis ilmu ibu-ibu. Bahkan ada isu ditempat penyelenggaraan vaksin ke-3 (Booster) akan ada pembagian satu liter kemasan minyak goreng bagi siapa saja yang suntik vaksin di tempat tersebut. Ada apa ini dengan negeriku Indonesia. Seperti jadi bukan-bulanan para investor asing saja. Tidak ada wibawa para pemimpin negeri ini di mata asing akibat dari mengemis dana dengan mereka. Dikhawatirkan kalau keadaan ini terus dibiarkan maka rakyat kecil akan tambah menderita, para UKM yang bermodal kecil akan tersingkir. Rakyat berharap para pemegang kebijakan untuk melakukan operasi pasar dan merazia gudang-gudang penimbun minyak goreng. Agar tidak memperkaya sebelah pihak dan merugikan banyak pihak. Karena setiap hari panen sawit di perkebunan selalu terjadi, ini dibuktikan adanya truk pembawa hasil panen yang membelah kota. Semoga saja rakyat bisa bersabar dan dapat move on dulu untuk beberapa saat dari minyak goreng.