Akhir tahun di asrama, teman-teman Salwa dikunjungi keluarga mereka. Tampak temu kangen diantara mereka sangat mesra. Ayah, ibu ,adik dan kakak bercengkerama di gazebo dekat taman. Seandainya ibu masih ada, ia juga pasti akan datang mengunjungi ku karena ibu adalah orang yang sangat peduli kepada anak-anaknya. Salwa hanya bisa melihat pemandangan ini dari jendela kamar yang terbuka lebar dengan jeruji besi berbaris ditengahnya yang menghadap ke taman. "Udahlah Salwa tak usah banyak menghayal, kau harus menyelesaikan kuliahmu tepat waktu agar bisa terlepas dari ketergantungan hidup dengan papa".Tiba-tiba dalam benak bawah sadarnya ia bergumam. Seketika tangan reflek mengusap hidungnya, yang seperti ada sesuatu mengalir keluar. Diamatinya tampak ada warna merah di jarinya. Entah untuk ke berapa kali semenjak meninggalnya mama ini terjadi padanya. Orang menyebutnya mimisan, namun kalau tidak segera ditangani ini sangat berbahaya. Salwa juga bingung harus bicara kepada siapa tentang keadaannya ini. Ia hanya bisa berharap Allah akan penyakit ini dari tubuhnya, sehingga perkuliahannya di jurusan farmasi tak terganggu."Salwa, liburan semester kamu pulang ke rumah enggak?"Suara Vani membuatnya terperanjat.

"Kemungkinan besar di sini aja Van."Jawabnya menatap Vani.

"Gimana kalau kamu ikut ke rumah aku aja."Tawar Vani.

"Enggak usahlah Van, aku takut merepotkan saja nanti."Tolak Salwa.

"Enggak enak tahu sendirian di sini."Bujuk Vani lagi.

Vani memang teman dekat Salwa di asrama ini. Ia selalu berbagi dengan Salwa kalau dapat kiriman makanan dari rumah. Ia anak yang periang dan tidak pelit.