Ini adalah purnama kedua Randy menjenguk gadis yang sudah dua tahun mengisi hatinya. Bukan di ruang berdinding putih dengan bau obat-obatan yang Renata benci. Bukan di taman sekolah yang selalu menjadi tempat favorit mereka bertukar cerita. Bukan juga di bukit cinta, tempat di mana mereka sering menghabiskan waktu untuk menikmati senja. Ini adalah tempat yang tidak pernah mereka kunjungi sebelumnya. Rumah masa depan. Randy tahu, ini adalah kebodohannya. Seharusnya Randy saja yang pergi malam itu untuk membeli segelas coklat panas kesukaan Renata. Dengan begitu, Renata akan tetap bisa menikmati hari seperti biasanya. Lihat sekarang! Rindu yang menggebu sejak detik pertama Renata pergi, membuat dadanya begitu sesak. Apakah air mata bisa membuatnya kembali? Sayangnya tidak. Matanya sudah sembab sebesar jengkol, tapi kesedihan itu masih juga bercokol.

“Aku ingin terus bersamamu. aku nggak mau sendiri,” kata Renata di depan kelas pagi itu. Randy mengacak poni Renata yang biasa dia rapikan menggunakan jari. “Aku juga nggak bakal ninggalin kamu, Jelek!” kata Randy, Meskipun Randy memanggilnya “Jelek” tapi jujur dari hati Randy yang paling dalam, Renata begitu cantik. Lebih cantik dari bidadari yang sering dilihatnya dilayar televisi. Matanya yang bulat selalu meneduhkan. Apalagi lesung pipi yang membuat wajahnya semakin imut. Randy menyukai semua yang ada pada diri Renata. Randy menyukai caranya merapikan poni, mengikat rambut, bahkan gayanya bercerita ketika sedang kesal. Renata terlihat lima kali lebih cantik. Sudah dua minggu, Randy tidak bisa mengacak poni itu lagi. Papan berwarna putih yang berdiri kokoh ini bertuliskan namanya, Renata Andini Putri. Tanggal lahir yang tertulis di sana adalah hari ini, 13 Januari. “Kamu mau kado apa?” Tanya Randy ketika Randy dan Renata sedang menimati bekal bawaannya di jam istirahat. Nilai tambah yang membuatnya semakin terlihat cantik adalah fakta kalau dia pintar memasak.

Renata menggeleng. “aku cuma mau tiup lilin di bukit cinta ketika senja.” “Cuma itu?” Randy mengernyitkan dahi. Rasanya tak percaya dengan apa yang ia ucapkan, mengingat Renata menyukai pernak-pernik yang berhubungan dengan Hello Kitty. “Bagaimana kalau hoodie Hello Kitty?” Renata tersenyum. Senyum yang selalu menular di wajahku. “Kado itu nggak melulu tentang barang, Rend. Ada kalanya, momen jauh lebih berharga untuk diingat ketimbang barang. aku hanya ingin menikmati senja bersamamu. Itu saja. Apa kamu keberatan?” “Enggak sama sekali,” jawab Randy waktu itu sambil mengacak poninya yang dibalas oleh lirikan tajam. Bau amis dari sambal ikan asin yang menempel di tangannya, berpindah ke poni Renata. Membayangkan percakapan waktu itu, membuat dadanya mencelus. Kalau saja, Randy tahu Renata akan pergi secepat ini, mungkin Randy akan mempercepat merayakan ulang tahunnya. Randy ingin membuat Renata merasa bahagia. Tapi, sayangnya bukan itu yang Randy beri. Keteledorannya dalam mengendarai sepeda motor membuat tulang rusuk Renata patah. Renata terpental delapan meter ketika Randy menerabas lubang jalan yang cukup dalam dengan kecepatan tinggi. Randy sempat melihat Renata mengerang kesakitan di bawah lampu jalan yang temaram. Kepalanya bocor hingga darah memenuhi sebagian wajahnya. Tidak sampai satu menit, semua berubah menjadi gelap. selamat jalan sayang….. maafkan aku….

Sawahladuang, 28042021