Neli Wardani

Guru BK di SMA N 2 Bukittinggi...

Selengkapnya
Navigasi Web
Cintaku Tumbuh Setelah Itu bag 2 (Day 57)

Cintaku Tumbuh Setelah Itu bag 2 (Day 57)

Oleh : Neli Wardani

Perlahan Reina membuka pintu kamarnya dan menuju dapur. Biasanya jam segini ibunya sudah sibuk di dapur membuat sarapan untuk ayah dan anak-anaknya.

“Ibu bikin sarapan apa?” Reina bertanya sambil mendongakkan kepala ke dalam wajan yang ada di atas kompor.

“Bikin nasi goreng cabe hijau. Kesukaan Reina kan? Ibu menjawab pertanyaannya dengan riang. Seperti membujuk Reina.

Ya, ibu berharap mendapat kabar baik pagi ini dari Reina. Sesuai janji sore kemaren. Tentunya.

“Iya bu, Reina suka. Pakai telur mata sapi kan bu? “

“Iya dong, yang separuh matang kan?” Ibu segera menimpali. Ibu nampak tambah ceria.

Reina merasa semakin tersudut. Dia dapat melihat, bahwa orang tuanya benar-benar ingin yang tebaik untuknya.

Reina sudah shalat sunat istikharah beberapa kali sejak sore kemaren. Hasilnya, hatinya masih belum kuat untuk menikah. Hanya ada satu yang diyakininya, bahwa dia tidak ingin mengecewakan orang tuanya. Setidaknya itu alasan Reina menerima  permintaan orang tuanya. Dia ingin menjadi anak yang berbakti. Dia belum bisa membalas jasa orangtuanya, mungkin inilah cara yang dikirimkan Allah untuk memberinya kesempatan bebakti pada orang tua.

Reina hanya berharap ridha Allah, dibalik ridha orang tuanya.

“Reina, ayo dibawa nasi gorengnyanya ke meja makan nak. Ayah pasti sudah lapar”. Tiba-tiba Reina dikagetkan oleh suara ibunya. 

Dalam hitungan detik ia melamun, ia sudah menemukan jawaban yang akan diberikannya pada orang tuanya. Ya, jawaban untuk orang tuanya.

Nasi goreng buatan ibu Reina memang enak. Dari dulu selalu begitu.  Ibunya memang seorang istri yang sempurna. Juga seorang ibu yang hebat untuk anak-anaknya.

Ayah telah menyelesaikan sarapannya. Beranjak duluan menuju ruang keluarga. Ayah duduk disitu sambil membawa secangkir kopi yang dibuatkan ibu.

“Ayah menungguku”, batin Reina.

Ibu memandang Reina, seakan mengingatkan, “Ayah menunggumu, Nak”.

Reina segera membereskan piring-piring kotor dan membawanya ke tempat cuci piring.

“Biar nanti Raya saja yang nyuci. Kamu temui ayah saja”. Ibu segera mengambil kebijakan, agar Reina tak menghabiskan waktu dengan menyuci piring.

“Iya bu”. Reina patuh dan melangkah pelan menuju ruang keluarga.

“Bagaimana keputusanmu nak?” Ayah langsung bertanya tanpa basa-basi, saat Reina sudah duduk di samping kanan ayahnya.

Reina masih menunduk, tak berani menatap ayahnya.

Ibu datang dari dapur dan duduk disamping kiri ayah.

“Iya, bagaimana hasilnya shalat istikharahmu?” Ibu memperjelas pertanyaan ayah.

“Iya bu, aku setuju menikah dengan Habib. Akhirnya jawaban itu keluar dari mulut Reina. Tanpa beban.

“Alhamdulillah”, ucapan syukur itu terdengar berbarengan keluar dari mulut ayah dan ibunya. Luapan kebahagiaan nampak jelas memancar dari wajah mereka.

“Setidaknya aku bahagia melihat orang tuaku bahagia. Mungkin ini memang takdir dari Allah untukku”. Reina membatin sendiri. Dia terharu melihat ayah dan ibunya nampak sangat senang dengan jawabannya.

“Baiklah, kalau begitu biar ayah suruh Habib pulang, agar kalian bisa bertemu dulu sebelum menikah. Biar bisa saling mengenal dulu”. Ayah mengambil handphonenya di atas meja.

“Tidak usah ayah, aku percaya pada ayah dan ibu”. Reina menolak untuk bertemu dengan Habib.

“Reina ndak mau ketemu dulu dengan Habib?” Ayah seperti tidak percaya.

“Ndak usah ayah”. Reina menjawab singkat.

“Kamu yakin nak?” Ayah masih tak percaya.

“InsyaAllah yakin yah”. Reina menjawab dengan tegas.

Tak lama ayahnya terdengar menelepon. Sepertinya ayah Reina sedang berbicara dengan orang tua Habib. Suara di ujung sana juga terdengar senang dengan kabar itu. Terdengar ayahnya menyebut bulan depan.

“Bulan depan? Sebulan lagi? Begitu cepatnya mereka memutuskan waktu untuk menjalin hubungan pernikahan itu” Reina mendesah.

Reina tidak peduli. Tokh cepat atau lambat dia akan sampai juga pada hari pernikahan itu. Dia sudah menyatakan setuju kepada orang tuanya.

Tidak apa-apa aku tidak mencintainya. Aku  tidak perlu betemu dengannya. Aku tidak ingin bertemu dengannya. Biarlah mengalir seperti apa adanya. Tokh nanti setelah jadi isterinya aku juga akan melihatnya. Semua ini demi ayah dan ibu. Kata-kata itu yang menari-nari dalam pikirannya. Menguatkan hati Reina.

Saat yang mendebarkan itu sampai juga.

Semua persiapan pernikahan sudah diatur dengan sempurna oleh ayah dan ibu Reina. Pernikahan itu dilangsungkan di masjid dekat rumah Reina. Hari itu juga dilaksanakan pesta pernikahannya.

Keluarga Habib sudah datang. Sosok tinggi tegap menggunakan jas berwarna hitam duduk di depan penghulu nikah yang sudah duduk sedari tadi. Reina tak melihat wajahnya. Tepatnya tak hendak melihat wajahnya. Hanya punggungnya ketika ia disuruh duduk oleh penghulu. Reina masih duduk diantara ibu-ibu saudara ayah dan ibunya. Menggunakan gaun putih dengan bordiran dan payet berwarna pink, yang dipadu dengan assesoris hijab berwarna senada. Membuat kecantikan Reina makin sempurna.

“Silahkan calon mempelai wanitanya dihadirkan ke sini”.  Ucapan dari penghulu membuat Reina terkejut.

“Ini sudah waktunya”. Kata Reina dalam hati.

“Bismillah”, dia berjalan dengan digandeng oleh ibunya menuju tempat prosesi nikah. Duduk di sebelah kiri calon mempelai pria. Berjarak sekitar satu meter.

Reina masih galau. Dadanya berdebar-debar. Dalam hitungan menit, statusnya akan segera berubah. Ya Allah, bantu aku agar kuat menerima takdirmu ini. Reina terus berdoa dalam hati.

Prosesi ijab qabul dimulai. Pak penghulu memberikan kesempatan latihan beberapa kali. Ayah Reina nampak sudah menghapal dengan baik kata-kata yang akan dilafalkannya. Beberapa kali Habib salah dalam menjawab. Mungkin dia grogi, pikiran Reina dalam hati. Perasaan Reina pias. Hambar. Pasrah.

Prosesi itu dimulai. Ayah melafalkan kata-kata menikahkan dengan lancar.

Habib menjawab kata-kata dari ayah Reina dengan lancar dan sempurna, para saksi serentak menjawab “sah”.

Deg…Reina seperti merasakan seperti ada sesuatu yang mengalir dalam kepalanya, lalu turun ke hatinya. Memberikan rasa sejuk, memberikan ketenangan. Darahnya berdesir. Dadanya berdebar-debar. Tapi debaran darahnya berbeda dengan apa yang dirasakan sebelum prosesi nikah tadi.

“Ya Alllah, apa yang terjadi denganku? Perasaan apa ini ya Allah?” Reina meminta petunjuk kepada Allah dengan memejamkan matanya.

Tiba-tiba seperti ada tenaga yang kuat menarik kepalanya. Ada keinginan luar biasa untuk menggerakkan kepalanya, menoleh ke arah kanan. Kepada sosok berjas hitam yang duduk disebelahnya. Laki-laki yang sudah berstatus sebagai suaminya. Untuk pertama kalinya.

Sosok ber jas hitam itu spontan juga menoleh kepadanya. Pandangan mereka bertemu. Senyum manis menghiasi wajahnya. Teduh dan karismatik. Memancarkan aura seorang laki-laki yang penyanyang. Sosok pelindung.

“Ya Allah. Diakah orang yang telah menjadi suamiku? Hati Reina langsung luluh dan tunduk. Benih-benih cinta dihatinya langsung bersemi hanya dalam hitungan detik setelah ijab qabul diucapkan.  Dadanya terasa bergemuruh. Badannya gemetar, menahan luapan rasa dihatinya. Sosok laki-laki itu terlihat gagah dengan pakaiannya.

“Silahkan mempelai saling memasangkan cincin kawinnya”. Kata-kata penghulu mengangetkan lamunan Reina.

Saat Reina mencium tangan suaminya, cinta itu makin besar. Tangan kokoh itu menjanjikan kedamaian. Ya, cinta itu telah tumbuh setelah ijab qabul itu terucap.

-----

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

mantap nasi gorengnya enak....sama tulisannya mengalir enak bacanya buk anel

17 May
Balas

Baper aku bu anel. Semoga Reina bahagia

17 May
Balas

co cuiiiiitttt.. Cinta yang besar menjanjikan kedamaian... Indah dan menyesak di dada. Luar biasa

17 May
Balas

Inilah yg selalu diidamkan oleh ayah dan ibu serta anak gadis

17 May
Balas



search

New Post