Nelly kartina sosilawati

NELLY KARTINA SOSILAWATI SD NEGERI 11 SIJUK. BELITONG Jangan hanya menulis di waktu luang, tapi selalu meluangkan watu untuk menulis Salam literasi!...

Selengkapnya
Navigasi Web
Cinta Andara

Cinta Andara

Part. 9

Aku termangu di depan jendela kamar. Menatap sarang burung di ranting pohon jambu. Sepertinya itu sarang yang baru, karena sarang yang lama kulihat sudah terjatuh. Mungkin karena tertiup angin karena sarangnya sudah kosong ditinggalkan penghuninya sudah pergi.

Anak-anak burung sudah besar dan kini sudah terbang mengarungi kerasnya kehidupan. Mirip dengan kehidupanku yang sebentar lagi akan meninggalkan rumah yang sejak kecil telah menjadi tempatku berteduh dan menerima kasih sayang dari Kakek dan Nenek.

Ada rasa sedih yang kurasakan karena, nanti akan berpisah. Namun, keputusan besar telah kuambil. Ada keraguan dan penyesalan.

Apa aku sanggup untuk menjalani semua ini? Sebuah perkawinan adalah sebuah ikatan sakral. Semua orang menginginkan hanya sekali menjalaninya untuk seumur hidup. Walaupun akhirnya takdir yang berbicara. Sehingga ada yang terpaksa harus menjalaninya berkali-kali dengan alasan ketidakcocokan.

Tubuhku masih terpaku menatap halaman di luar jendela. Perjanjian dengan Bagas membuatku merasa gundah. Ingin rasanya pergi jauh dan melupakan semuanya.

“Kenapa sedih?” Aku terkejut saat Kakek mengusap rambutku. Aku tidak menyadari saat Kakek masuk ke kamar. Pintu kamar memang tidak kututup.

“Besok Om Hendra dan semua keluarganya akan datang. Bagas ingin pernikahan kalian diadakan di sini.”

Aku terkejut mendengar apa yang dikatakan Kakek.

“Pernikahan Kek?”

“Iya, menikah. Kami sudah tua. Kami ingin melihat kalian menikah selagi kami masih ada dan sehat. Setelah menikah kamu boleh keluar dari kota ini sesuai dengan keinginanmu.” Perkataan Kakek ada benarnya, tapi aku tidak mengira akan secepat ini.

“Tapi, Kek. Hubungan kami belum genap sebulan. Rasanya terlalu cepat untuk memutuskan menikah. Bagas juga pasti tidak setuju.” Kakek tersenyum. Ada binar bahagia dari sorot mata tuanya.

“Kamu salah, Bagas tidak menolak. Malah katanya lebih cepat lebih baik.”

Aku terdiam. Apa lagi yang kamu rencanakan laki-laki licik? Tanyaku dalam hati. Dia yang pernah bilang tidak mau terikat, tapi begitu cepat pendiriannya berubah.

Menikah? Merasakan bagaimana pacaran saja aku belum pernah. Sekarang aku sudah harus menikah. Bagaimana nanti kalau aku benar-benar jatuh cinta pada seseorang? Dasar laki-laki egois!

“Sebenarnya Bagas itu anak yang baik. Pergaulan di ibu kota yang membuatnya kadang suka bersikap seenaknya,” ucap Kakek. Dia seperti tahu apa yang Kupikirkan.

Aku hanya diam dan merespons ucapan kakek dengan senyuman.

“Pernikahan kalian akan dilangsungkan dua minggu lagi. Besok kita akan mengurus surat-suratnya.”

Kutatap wajah Kakek yang sudah mulai mengeriput. Tubuhnya terlihat lebih kurus. Kakek adalah seorang pekerja keras. Kebun ladanya cukup luas dan sebentar lagi panen. Sedangkan Nenek adalah pensiunan guru sekolah dasar. Biasa menghadapi murid di sekolah, sikap Nenek lebih tegas. Dan itu diterapkan Nenek padaku.

Saat sekolah Dasar aku bersekolah di tempat Nenek mengajar. Tidak ada keistimewaan malah sebaliknya. Aku harus belajar lebih rajin karena malu kalau mendapat nilai jelek. Pasti akan diledek masa cucu guru nilainya rendah.

“Kek, boleh aku tanya sesuatu?” Kakek tersenyum menanggapi pertanyaanku.

“Tentu saja boleh, ada apa?” Senyum lembut Kakek memang selalu membuatku merasa tenang. Saat kecil kalau Nenek marah aku selalu minta pembelaan Kakek dan berlindung di belakangnya.

Kakek mengajakku duduk di ruang tengah. “Apa yang ingin kamu tanyakan?”

Perasaanku mendadak gelisah, sebentar lagi aku akan memasuki babak baru. Kembali kutatap wajah Kakek. “Kakek yakin Bagas bisa berubah dan bersikap lebih baik?”

“Setiap orang berhak mendapat kesempatan untuk memperbaiki diri. Bagas sendiri yang meminta pada Kakek untuk diizinkan menjalin hubungan denganmu.”

“Kakek percaya?”

“Masa depan itu tidak ada yang pasti. Kemungkinan apa pun bisa terjadi. Apa yang terlihat baik bisa menjadi buruk. Pun sebaliknya apa yang terlihat buruk ternyata bisa menjadi yang terbaik. Kakek hanya berpikir positif. Kalian berjodoh atau tidak biar Allah yang menentukan. Mungkin bagi kamu apa yang kami lakukan terlihat egois, tetapi percayalah. Kakek tidak akan menyetujui kalau bukan laki-laki yang bertanggung jawab. Selain itu, Hendra dan Yeni menyayangi dan menerima kamu dengan tangan terbuka, meskipun secara ekonomi kita tidak sepadan. Mereka akan menjadi mertua yang baik untukmu.”

Aku menyandarkan kepalaku di bahu Kakek. Tidak tega rasanya menghancurkan kebahagiaan yang terpancar di wajah penuh keriput itu. Ini adalah balasan yang bisa kulakukan. Sampai detik ini aku belum bisa membalas kasih sayang yang telah mereka berikan selama ini.”

**

“Kak, bangun!” Samar-samar aku seperti mendengar suara perempuan memanggil. Setelah subuh aku memang tidur lagi. Aku membuka mata dengan malas. Kulihat Mak May berdiri di samping tempat tidur. Pasti Nenek yang memintanya membangunkanku.

“Sebentar lagi Mak, masih ngantuk.” Aku kembali menarik selimut dan menutupi wajahku dari sinar mentari yang dengan bebasnya masuk ke kamar karena jendela sudah terbuka lebar.

“Eh, kok tidur lagi, itu Nak Bagas sudah ada di halaman belakang.”

“Hah! Yang benar Mak?” Aku segera bangkit. Mak May tertawa melihatku.

“Mak tutup pintunya, aku mau mandi!” Aku segera berlari ke kamar mandi.

“Dasar anak kecil! Bangun siang!” Aku terkejut melihat Bagas menghadangku di pintu belakang. Aku hanya tersenyum meringis. Nenek tersenyum melihat aku yang hanya bisa terdiam.

“Iya, Nak Bagas. Dara memang kebiasaan habis salat Subuh tidur lagi.” Nenek seakan mengadu pada Bagas.

“Tenang Nek, kalau sudah jadi istriku pasti tidak lagi,” jawab Bagas tersenyum pada Nenek.

Huh!

Diam-diam aku segera masuk ke kamar mandi. Saat selesai tak kulihat lagi Bagas di belakang.

“Nak Bagas sudah pulang. Kelamaan mandinya,” ucap Nenek. Mendengar itu aku merasa lega.

“Syukur deh, kalau sudah pulang.” Aku tertawa. Aku menarik kursi makan untuk duduk dan membuka ponsel.

“Eh, malah duduk. Ayo segera bersiap. Tadi Bagas diminta Mamanya untuk mengundang kita sarapan bersama di rumahnya.”

O, pantas Nenek sudah rapi. Aku segera kembali ke kamar untuk merapikan bedak dan menyapukan sedikit lipstik di bibirku.

Aku juga mengganti pakaianku dengan baju gamis yang dulu dibelikan Tante Yeni.

Nenek tampak bahagia melihat penampilanku.

“Kamu mirip sekali dengan ibu kamu,” ucap Nenek. Matanya tampak berkaca-kaca. Aku tersenyum dan mencium pipi wanita tua itu. Walau banyak keriput tapi Nenek tetap kelihatan cantik.

“Udah ah, aku tidak mau sedih,” ucapku seraya menghapus air mata Nenek dengan ujung jariku.

Kami segera berjalan menuju rumah Bagas.

Aku terkejut, ternyata yang datang bersama keluarga Bagas cukup ramai.

Kakek dan Nenek menghampiri Om Hendra dan Tante Yeni, Tante Yeni segera memelukku.

“MasyaAllah kamu cantik sekali,Nak,” ucap Tante Yeni menatapku lekat. Aku hanya bisa tersipu. Bagas tersenyum menatapku.

Kami dikenalkan dengan anggota keluarga lain yang ikut bersama mereka.

Nenek dan Kakek tampak asyik ngobrol dengan Pak Amat dan Om Hendra. Bagas tampak asyik berkumpul bersama teman-temannya yang juga ikut dalam rombongan mereka.

Aku duduk di kursi dan menikmati hidangan. Jujur aku paling malas untuk berbasa-basi.

Seseorang duduk di kursi yang ada di sebelahku. Aku menoleh. Ternyata itu adalah temannya Bagas yang waktu itu juga ikut.

“Oh, ternyata kamu calonnya Bagas?”

Aku tersenyum dan mengangguk.

“Jadi curiga, kok selera Bagas jadi turun, ya?”ucapnya lagi.

“Ada masalah?” tanyaku acuh tak acuh. Meskipun ada rasa marah yang kurasakan. Apa maksud ucapannya?

“Iya, aneh saja, selama ini kan selera Bagas cukup tinggi kok sekarang....” Tatapannya merendahkanku.

“Silakan bilang pada Bagas kalau merasa aku tidak cocok dengannya!” balasku memotong ucapannya.

Wanita cantik itu terlihat kesal melihat aku yang tidak bisa diam begitu saja dan berani menantangnya. Dia segera bangkit dan meninggalkanku. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya.

Tak lama kemudian, Bagas menghampiriku. Teman-teman nya terlihat menatap kearahku. Pasti wanita itu sudah mengadukan sikapku pada Bagas.

Benar saja, Bagas menarik tanganku ke ruangan lain.

“Tadi kamu mengatakan apa pada temanku? Harusnya kamu harus bersikap sopan. Mereka sudah mau jauh-jauh datang untuk menghadiri pernikahan kita,” ucap Bagas dengan nada kesal.

Aku tersenyum menatapnya.

“Maaf kalau aku salah. Aku hanya bilang sebaiknya dia bertanya langsung sama kamu mengapa sampai memilih aku sebagai calon istri. Itu saja Kok.”

Bagas tampak semakin kesal. Dia mendorongku hingga aku mepet ke dinding. Bagas mengunci tubuhku hingga tidak ada celah untuk melarikan diri.

Dia meletakkan tangannya di atas kepalaku. “Sebaiknya mulai sekarang kamu harus menjaga sikap. Apalagi di hadapan teman-temanku.”

“Mengapa aku harus menuruti semua keinginanmu? Mengapa kau mengambil keputusan untuk menikah cepat tanpa meminta pendapatku? Mengapa kamu mengajak teman-temanmu itu padahal kita sudah sepakat untuk merahasiakan hubungan kita?” ucapku membela diri dan berusaha untuk pergi.

“Kamu mau kemana? Kita belum selesai. Kamu tidak pernah diajari sopan santun ya!” bentaknya sambil menahan langkahku dengan kasar. Sentakannya membuat ponsel yang kupegang jatuh. Aku segera mengambilnya. Ternyata layarnya sudah retak seribu dan gelap.

Aku menarik napas kesal. Ingin menangis tapi kutahan.

Tidak! Air mataku terlalu mahal untuk laki-laki kasar seperti Bagas. Aku segera pergi meninggalkannya dan langsung pulang ke rumah lewat pintu samping.

Kulangkahkan kaki. Dadaku rasanya sesak. Air mata yang tadi kutahan akhirnya luruh. Andai bukan demi kebahagian Nenek dan Kakek serta Tante Yeni yang begitu menyayangiku. Sudah ku batalkan rencana pernikahan gila ini.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Alhamdulillah BarokallahSalam kenal Bu Nelly

13 Mar
Balas

Salam literasi dan salam sehat Pak

14 Mar

Salam literasi dan salam sehat Pak

14 Mar



search

New Post