Nelly kartina sosilawati

NELLY KARTINA SOSILAWATI SD NEGERI 11 SIJUK. BELITONG Jangan hanya menulis di waktu luang, tapi selalu meluangkan watu untuk menulis Salam literasi!...

Selengkapnya
Navigasi Web
Cinta Andara

Cinta Andara

Part. 11

Ola seperti biasa memintaku untuk menemaninya bertemu Deo. Kali ini mereka janjian di Pantai Tanjungpendam. Pantai yang menjadi tempat wisata pavorit di Belitung. Karena letaknya yang sangat strategis. Yaitu tidak jauh dari pusat kota Tanjungpandan.

Saat sore hari pantai ini selalu ramai. Banyak fotografer dadakan yang berjejer di tepi pantai mengabadikan keindahan senja.

Aku memacu sepeda motor matic ku. Kami melewati pusat kota. Aku melihat Ola senyum-senyum di belakang. Orang yang sedang kasmaran kadang tingkahnya memang aneh.

“Woi! Bayar dulu!” Aku menepuk paha Ola. Kami sudah berada di depan pintu masuk Tanjungpendam. Pengunjung membayar tiket masuk yang murah meriah. Ola memberikan uang lima ribu pada petugas penjaga pintu masuk. Tanpa menunggu tiket aku langsung tancap gas karena takut melewatkan sunset.

Aku memarkir sepeda motor di tepi pantai. Tak lama setelah kami sampai sebuah mobil berhenti di samping sepeda motorku. Begitu mepet. Aku merasa kesal. Seperti tidak ada tempat parkir yang lain. Padahal masih luas.

Aku menunggu sopir mobil itu turun.

“Hai Cantik! Pasti mau marah ya?” Deo turun dari mobil. Ola terlihat begitu bahagia melihat kehadiran kekasihnya. Tapi Deo tidak sendiri. Karena dia keluar dari pintu mobil sebelah kiri berarti bukan dia yang membawa mobil.

“Deo! Dasar ya, bikin orang emosi aja. Lihat motorku hampir keserempet!” Deo hanya cengengesan.

“Iya, maaf, tapi bukan aku yang nyetir. Ada yang kangen sama kamu,” bisik Deo. Aku menatap Deo. Tidak mengerti apa yang dia katakan.

Seseorang keluar dari mobil. Aku terkejut.

“Rama!”

“Hai, maaf ya sudah mengagetkan. Apa kabar?” Seseorang laki-laki berperawakan tegap dan berkulit coklat tersenyum menatapku.

“Apa kabar pipi tomat?” Aku tersenyum mendengar julukan yang disematkan Rama padaku. Dulu memang pipiku sering terlihat merah saat aku bermain atau berkeringat.

Kami berteman saat SMP, keluarga Rama juga sangat dekat dengan Nenek dan Kakek. Mereka memang tidak memiliki keluarga di Belitung. Jadi menganggap Kakek dan Nenek seperti keluarga mereka. Sampai kemudian Pak Rudi---ayah Rama kembali pindah tugas ke Palembang. Saat itu aku merasa sangat sedih dan kehilangan.

Aku sama sekali tidak menyamgka Rama akan kembali ke Belitung. Dia juga jauh berubah. Lebih gagah pastinya. Tubuhnya lebih tegap dan tinggi.

“Kamu makin cantik.” Rama menatapku.

Aku tersipu dan merasa salah tingkah.

Aku menoleh ke belakang bermaksud mencari Ola. Ternyata hanya tinggal kami berdua. Ola dan Deo entah sudah kemana.

Ih! Dasar! Aku merasa kesal pada keduanya yang tega membiarkan aku sendiri. Salah tingkah di depan Rama.

“Kapan datang? Sama siapa?” tanyaku sambil berusaha untuk tetap tenang.

“Siang tadi. Aku sendiri. Habis tidak kuat menahan rindu pada seseorang,” jawabnya sambil tersenyum.

“Oh, siapa? Siapa tahu aku mengenalnya.”

Rama tersenyum menatapku lekat.

“Tentu kamu kenal. Sekarang orangnya malah ada di hadapanku,” ucap Rama tertawa.

“Ah, kamu enggak berubah ya, becanda terus.”

“Siapa yang bercanda? Aku serius.”

“Udah, ah! Aku mau motret sunset.” Kutinggalkan Rama menuju pinggir pantai untuk mendapatkan posisi yang bagus. Sunset tampak begitu indah. Berwarna orange kemerahan bulat sempurna.

Oh iya, ponselku baru. Bagas yang membelikannya. Dia Menitipkannya pada Nenek.

Rama, terus mengikutiku. Dia membawa, kamera DSLR yang hasil jepretannya lebih bagus.

Aku memperhatikan pengunjung pantai yang sore itu cukup ramai. Mataku tertuju pada beberapa orang yang sedang berkumpul. Mataku tertuju pada sosok yang sedang mengabadikan senja. Aku seperti mengenalnya.

Bagas!

Laki-laki itu ternyata juga berada di sini bersama teman-temannya. Aku merasa cemburu melihat kedekatan dia dengan teman-teman wanitanya yang tampak bebas memeluk Bagas dan mengabadikan kedekatan mereka di layar ponselnya.

Rama melihat kelakuanku.

“Ada apa?” tanyanya sambil mengarahkan pandangan ke tempat yang sama.

“Siapa mereka?” tanya Rama menatapku.

“Apa?” jawabku pura-pura tidak mengerti.

“Siapa yang sejak tadi sepertinya begitu menarik perhatian kamu.” Aku segera menggeleng.

“Bukan siapa-siapa.” Aku kembali fokus pada kamera Rama. Dia begitu pintar mengambil posisi senja yang bagus.

“Bagus, ya pergi sendiri tidak bilang-bilang.” Aku terkejut mendengar suara seseorang tepat di belakangku.

“Bagas?”

“Iya, kamu pikir siapa? Bagus ya ternyata begini kelakuan kamu.” Bagas menatap Rama.

“Sebentar ya Ram.” Aku menarik Bagas agak menjauh. Aku takut dia akan berbuat sesuatu pada Rama.

“Siapa dia?

“Teman,” jawabku singkat.

“Jangan melakukan sesuatu yang aneh, kita mau menikah!”

Aku menatap Bagas.

“Harusnya perkataan itu untuk diri kamu sendiri.”

“Maksud kamu apa?” Bagas menatapku.

“Jangan berlebihan. Dia sahabat kecilku. Kami baru saja bertemu. Sementara kamu sendiri membiarkan diri di peluk oleh wanita lain padahal sudah punya calon istri. Tapi aku tidak masalah. Selama kita belum menikah kita jalani hidup kita Masing-masing.”

Bagas tiba-tiba menggenggam tanganku. Membuat aku terkejut. “Ok, kalau begitu bersiaplah. Kita akan menjadi sepasang kekasih.” Bagas tidak mau melepaskan tanganku walau aku sudah berusaha menariknya.

“Kamu apa-apaan sih! Aku tidak mau!” Beberapa orang melihat kearah kami. Begitu juga Rama. Dia langsung mendekat.

“Ada apa Dara?” Rama melihat tanganku yang berada dalam genggaman Bagas.

“Oh, iya kita belum kenalan. Saya Bagas calon suami Dara,” ujar Bagas menyodorkan tangan kanannya pada Rama. Laki-laki itu menatapku seakan meminta kejelasan. Aku mengangguk. Ada kilat kecewa dalam tatapan Rama.

“Oh, kalau begitu selamat ya, kapan nih peresmiannya?” tanya Rama. Dia menyambut uluran tangan Bagas.

“Sebentar lagi,” jawab Bagas dingin.

“Kita pulang sekarang,” ajak Bagas menarik untuk menjauh dari Rama.

“Aku bawa motor. Lagian aku sama Ola.” Ola dan Deo sudah bersama Rama.

Bagas menatapku. “Ya, sudah. Cepat pulang. Nanti aku ke rumah,” ucap Bagas. Suaranya seperti sengaja dia keraskan biar orang lain mendengar. Aku tidak bisa berbuat apa-apa selain mengangguk.

Aku menghampiri Ola. Tatapan Bagas mengikutiku.Dia sendiri kembali menuju tempat teman-temannya berkumpul.

“Jadi itu calon suami kamu?” tanya Ola. Aku memang belum pernah mengenalkannya. Aku mengangguk.

“Sepertinya calon suami kamu cemburu,” ujar Deo sambil melihat pada Rama yang hanya diam.

“Maaf ya Rama.” Laki-laki itu tersenyum dan mengangkat kedua jempolnya.

Aku segera mengambil motor, sekilas mataku menatap ke arah Bagas. Ternyata laki-laki itu masih memperhatikanku. Mataku juga tak sengaja melihat Rama yang melangkah gontai masuk ke mobilnya. Tidak ada lagi keceriaan dan semangat seperti saat awal kami bertemu.

Ah! Mungkin ini hanya perasaanku saja. Jangan Ge-er Dara!

Senja sudah tenggelam. Kami segera meninggalkan pantai.

Saat tiba di rumah, Nenek sudah menunggu.

“Dari mana? Sama siapa?” tanya Nenek menginterogasiku. Aku langsung menduga pasti Bagas sudah mengadu pada Nenek.

Huh! Dasar tukang ngadu!

“Dari pantai, Nek. Sama Ola.”

“Terus siapa lagi?”

Tidak mungkin aku menutupinya. Karena pasti. Bagas sudah menceritakan semuanya. Persis seperti anak kecil. Laki-laki egois.

“Iya, tadi di pantai kami bertemu dengan Deo dan Rama. Rama baru datang tadi pagi. Dia sendirian. Katanya kangen dengan Belitung,” Aku tersenyum menceritakan semuanya pada Nenek.

“Kamu tidak boleh terlalu akrab dengan laki-laki, ingat kalian sebentar lagi menikah.” Nenek mengingatkanku.

“Iya, Nenek. Aku juga tahu,” ucapku sambil meninggalkan wanita tua itu dan masuk ke dalam. Karena aku belum salat Magrib.

“Kamu kebiasaan ya, orang tua lagi ngomong main pergi aja!” teriak Nenek. “Maaf Nek, aku belum salat.”

Kakek yang baru pulang dari masjid hanya geleng-gekeng kepala melihat kelakuanku.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post