Nelly kartina sosilawati

NELLY KARTINA SOSILAWATI SD NEGERI 26 TANJUNGPANDAN. BELITONG Jangan hanya menulis di waktu luang, tapi selalu meluangkan watu untuk menulis Salam literasi...

Selengkapnya
Navigasi Web
Cinta Andara

Cinta Andara

Part. 13

Hari-hariku disibukkan dengan persiapan pernikahan yang sama sekali tidak kunikmati. Baju pengantin sudah dipersiapkan Tante Yeni. Aku hanya memilih pakaian pengantin Khas Belitung karena Pak Amat ingin melihat cucunya bersanding di pelaminan dengan mengenakan baju pengantin khas Belitung.

Aku hanya menurut saja apa yang mereka rencanakan. Tidak ada kebahagiaan yang kurasakan layaknya calon pengantin lain. Yang biasanya begitu bersemangat dalam menyambut hari bahagia dan bersejarah dalam kehidupan.

Selain sikap Bagas yang selalu berubah-ubah. Kadang lembut kadang juga cuek dan kasar. Aku juga ke pikiran sosok ayah. Aku masih penasaran dengan keberadaan Ayah. Aku yakin laki-laki itu masih hidup. Karena Nenek dan Kakek selalu mengelak saat aku bertanya di mana kuburan Ayah.

Yang menjadi penguat bagiku untuk tetap melanjutkan pernikahan adalah setiap kali melihat kebahagiaan di wajah Kakek dan Nenek. Aku berpikir, mungkin ini adalah cara yang dapat aku lakukan untuk membalas semua kebaikan dan kasih sayang yang telah mereka berikan padaku sampai saat ini.

Waktu begitu cepat berlalu, tak terasa hari pernikahanku tinggal sehari lagi. Aku sudah mulai menjalani ritual layaknya seorang pengantin.

Di rumah sudah ramai. Nenek tampak sangat bahagia. Tetangga kami semua datang membantu. Dan itu sudah sejak dua hari yang lalu. Rasa kekeluargaan di kampung memang masih kental.

Ola mengusap rambutku. Dia aku minta untuk menginap dan menemani aku di kamar.

“Dara, maaf kalau aku salah. Tapi sepertinya aku melihat kamu sepertinya tidak bahagia menghadapi pernikahanmu.” Aku terdiam. Memang aku tidak pernah bercerita pada Ola apa yang sebenarnya yang kurasakan selama ini. Aku tersenyum kecil.

“Hidup memang tidak bisa di tebak. Aku tidak pernah menyangka akan menikah secepat ini.”

Ola menatapku. “Jangan katakan kamu terpaksa menjalani semua ini. Karena pernikahan bukan untuk coba-coba. Ini belum terlambat, mundurlah jika perasaanmu tidak yakin.” Ola menatapku lekat.

“Tidak semudah itu. Ini menyangkut banyak orang. Kalau aku mundur akan banyak yang terluka dan kecewa. Bukan hanya tentang aku.”

Ola memelukku.

“Mengapa kamu tidak pernah terbuka dan bercerita?’

Aku tertawa. “Tidak perlu. Aku tidak ingin melibatkan siapa pun. Doakan saja semoga aku bisa bahagia.”

“Pasti, aku pasti mendoakan supaya kamu bahagia. Tapi aku sedih.”

“Kok sedih?”

“Iyalah, nanti kalau kamu sudah nikah. Tidak ada lagi yang bisa menemani aku untuk bertemu Deo,” jawab Ola.

“Huuu! Aku kira simpati padaku, ternyata memikirkan dirinya sendiri.” Ola tertawa mendengar jawabanku. Di bawa bercanda perasaanku sedikit lebih ringan. Sampai tengah malam kami saling bercerita. Menjelang dini hari kami baru terlelap.

Rasanya baru sebentar memejamkan mata, terdengar pintu kamar diketuk. Dengan malas aku bangkit dan membuka pintu. Sementara Ola masih meringkuk dalam selimut tebal ku.

“Segera bersiap. Setelah Salat Subuh kamu akan segera dirias.” Hatiku berdebar. Statusku sebentar lagi berubah.

“Iya Nek.” Wajah Nenek begitu semringah.

“Cepat mandi,” ucap Nenek sebelum dia berlalu.

Aku kembali ke tempat tidur dan membangunkan Ola. Gadis itu terlihat begitu nyenyak, tapi azan subuh sudah berkumandang.

“Ola, bangun. Sudah Subuh.”

“Hah, sudah Azan?” Ola langsung duduk. Seperti orang mengigau. Dia terlihat bingung dan menatap sekeliling kamarku.

“Woi, sadar! Ayo cepat mandi.” Ola seperti tersadar kalau dia menginap di kamarku.

“Ambil handuk di lemari,” ujarku memberi tahu Ola. Aku salat duluan karena sebentar lagi akan di rias. Di akhir salat ku berdoa semoga keputusan untuk menikah adalah yang terbaik untuk semuanya.

Terdengar pintu kamarku diketuk.

“Ya, masuk. Tidak dikunci,” jawabku membuka mukena. Ternyata tukang rias.

“Sudah siap Kak?” Aku mengangguk. Sebuah kursi sudah disiapkan. Aku segera duduk. Terdengar notifikasi pesan masuk di ponselku. Ola memberikan ponsel yang tadi kusimpan di dekat bantal.

Ternyata Rama yang mengirim pesan.

[Assalamu’alaikum, Dara. Maaf kalau aku menggangu. Aku tahu ini adalah hari pernikahanmu. Semoga kamu bahagia.]

Aku terdiam membaca pesan Rama.

[Waaalaikumusam..., iya Rama Terima kasih.]

Pesanku langsung tercentang biru. Terlihat kalau Rama sedang mengetik. Wajahku terasa dingin karena di pakaikan es batu katanya supaya riasan tahan lama. Kubuka lagi ponselku. Ada rasa penasaran apa lagi yang ditulis Rama.

Ya Allah, aku terkejut saat membaca pesan dari laki-laki yang merupakan sahabat kecilku itu.

[Dara, aku tidak menyangka ternyata kedatanganku terlambat. Asal kamu tahu, selama ini hanya kamu yang ada dihatiku.] Aku terdiam. Sama sekali tidak menyangka kalau Rama mencintaiku.

Ola menghampiriku. “Pesan dari siapa?”

Aku hanya tersenyum. Bukan saat yang tepat untuk menceritakan semuanya.

Nenek masuk ke kamar. Wanita itu terlihat begitu bahagia. Matanya berkaca-kaca saat menatapku.

“Nenek kenapa nangis?” Kugenggam tangannya.

“Nenek bahagia masih bisa melihat sampai kamu menikah,” ucapnya.

“Nenek jangan nangis. Nanti aku ikut nangis.” Kuusap bulir bening di sudut mata tua itu. Nenek duduk di tempat tidur menunggu sampai aku selesai berpakaian. Untuk akad nikah. Aku mengenakan kebaya putih yang sudah disiapkan Tante Yeni. Sebentar lagi wanita cantik itu akan menjadi ibu mertuaku. Merekalah yang membuat aku tetap melanjutkan pernikahan ini.

“Sudah selesai?” tanya Nenek pada tukang rias.

“Sudah Nek.”

Nenek segera mengajakku keluar menuju ruang tengah tempat ijab kabul akan dilaksanakan. Ola juga sudah tampak cantik. Dia memang paling bisa berdandan.

“Senyum, ini hari bahagia kamu,” bisik Nenek sebelum melepaskanku untuk duduk di samping calon suamiku. Bagas menatapku. Ada getaran yang kurasakan. Sebentar lagi kami akan resmi menjadi suami istri. Apa jadinya nanti. Aku tidak bisa membayangkan.

“Dara cepat duduk di samping Bagas,” bisik Ola yang menyadarkanku. Rasanya seperti mimpi. Kakek yang menjadi wali nikahku menatapku dengan tatapan berkabut. Laki-laki tua itu seperti menahan rasa haru. Aku tersenyum, tidak ingin membuat laki-laki yang selama ini juga sebagai sosok ayahku itu merasa khawatir.

Perasaanku campur aduk. Semuanya seperti samar. Bapak penghulu yang memberikan wejangan tidak begitu kudengarkan. Sampai kemudian kulihat tangan Kakek menjabat tangan Bagas. Satu tarikan napas Bagas mengucapkan ikrar ijab kabul. Semua terlihat gembira menyambutnya.

“Sah!” ucapan Pak penghulu seakan membuatku tersadar. Kini statusku sudah berubah menjadi seorang istri. Aku teringat Rama. Mungkin saat ini laki-laki itu sudah pulang dengan membawa rasa kecewa. Tapi salah sendiri selama ini dia tidak pernah menghubungiku.

“Dara cium tangan suami kamu,” bisik Nenek.

Ya Allah apa yang aku lakukan? Di saat pernikahan masih sempat memikirkan laki-laki lain.

Aku memberanikan menatap Bagas. Laki-laki itu tersenyum. Kali ini begitu manis dan sejuk. Tidak seperti biasanya. Dia mengambil jari tanganku. Dan memasukkan sebentuk cincin. Aku mencium tangan Bagas. Badanku terasa bergetar saat Bagas mencium kening ku.

Setelah selesai kami diminta berdiri untuk menyalami para tamu. “Selamat ya, sekarang telah resmi menjadi nyonya Bagas.” Seorang perempuan cantik yang ditemani laki-laki ganteng menegurku. Aku tersenyum dan menyalami. Perempuan berkulit putih dengan rambut panjang bergelombang dan bermata bulat itu melirik Bagas. “Awas jangan macam-macam lagi!” ucapnya seperti mengancam Bagas. Sepertinya mereka sangat dekat.

“Aku Marsha, sepupu Bagas, kalau dia macam-macam bilang sama aku,” ucapnya mengenalkan diri.

“O, iya Kak.”Aku tersenyum.

“Tenang Kak, adikmu ini kan laki-laki setia,” ucap Bagas yang disambut gelak tawa teman-temannya.

Bagas menarik tanganku untuk menghampiri teman-temannya. Ternyata ada lagi teman Bagas yang lain baru datang karena ingin menghadiri pernikahan kami. Aku tidak mengerti dengan laki-laki yang sudah menjadi suamiku ini. Katanya hanya keluarga kami saja yang boleh tahu. Tapi sekarang?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerpen yang luar biasa keren

18 Mar
Balas

Alhamdulillah.. Terima kasih Bun

19 Mar

Kisah yang menarik Bu Nelly. Salam kenal salam literasi. Izin follow Bu, bila berkenan mohon follow back.

18 Mar
Balas

Alhamdulillah... Terima kasih Bun. Udah follow balik ya Bun.

19 Mar



search

New Post