Nelly kartina sosilawati

NELLY KARTINA SOSILAWATI SD NEGERI 11 SIJUK. BELITONG Jangan hanya menulis di waktu luang, tapi selalu meluangkan watu untuk menulis Salam literasi!...

Selengkapnya
Navigasi Web
Serenada di Pulau Seliu ( Part. 16. Bangkit)

Serenada di Pulau Seliu ( Part. 16. Bangkit)

#Serenada_di_Pulau_Seliu

Part. 16. Bangkit

Amara menatap layar ponselnya. Wanita itu merasa bergetar. Ia merasa tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

“Ya Allah, benarkah ini Bang Aldi?”

Tertulis di running teks “Mahesa Raditya Pewaris Putra Konglomerat Wijaya Kusuma Telah Kembali”

Segera di kliknya tombol play pada vidio you tube. Sesuatu yang sangat jarang ia lakukan.

Seorang pemuda tampak gagah dalam balutan stelan jas hitam. Di sebelahnya berdiri seorang gadis yang sangat cantik, tinggi dan langsing. Senyum menghiasi wajah-wajah yang tampak pada vidio di layar ponsel Amara. Sesekali gadis yang berdiri di sebelah Mahesa memegang tangan pemuda itu. Saling melempar senyuman.

Semua yang hadir pada acara itu bertepuk tangan saat Mahesa selesai menggunting pita peresmian sebuah Mall besar dengan fasilitas super lengkap. Wijaya Kusuma tampak tersenyum bahagia. Kamera menyorot saat keduanya berpelukan.

“Alhamdulillah, Terima kasih. Saya bahagia karena putra saya sudah kembali.” Wijaya Kusuma menutup acara. Renata—wanita yang pernah menolak Amara untuk ikut bersama Mahesa tampak begitu bahagia.

Amara menguatkan diri untuk tetap menonton. Walau hatinya begitu perih. Tak terasa bulir bening mengalir di sudut netra bening Amara. Hatinya berdegup kencang. Rasa sedih, kecewa, marah bercampur di hatinya.

Benar yang dikatakan Rudi kalau Bang Aldi tak mungkin ingat pada gadis kampung seperti dirinya.

Gadis itu menatap cincin yang masih melingkar di jari manisnya. Air matanya semakin menderas. Ia menarik napas panjang dan mengembuskannya. Dihapusnya dengan kasar air mata yang masih menetes.

“Aku tidak boleh seperti ini, hidupku harus terus berlanjut.”

Perlahan ia melepaskan cincin yang sudah sebulan lebih ada di jarinya. Digenggam nya erat. Ada pertentangan di hatinya antara membuang cincin itu atau menyimpannya dan berharap suatu saat Mahesa akan kembali.

‘Sudahlah Amara...lupakan laki-laki itu! Mustahil ia masih ingat kamu,’ suara hati kecilnya.

Namun, hati kecilnya yang lain berkata sebaliknya,

‘Sabar Amara, pasti Mahesa tidak akan melupakan kamu. Percayalah suatu saat ia pasti menemui kamu.”

Amara berteriak dan menutup kedua telinganya dengan tangan.

Mendengar suara teriakan. Ibu Rodiah yang sedang berada di dapur terkejut. Dilepaskan nya kelapa yang sedang mau dicincang untuk memberi makan ayam-ayam peliharaan mereka.

Setengah berlari ia menuju kamar anak gadisnya.

“Amara! Ada apa, Nak?” Wanita itu segera mendekap Amara. Gadis itu melepaskan semua tangisnya dalam pelukan ibu yang begitu menyayanginya.

“Mau cerita sama Umak?” tanya Bu Rodiah. Ia menghapus air mata Amara yang masih tersisa. Perlahan Amara kembali membuka vidio yang tadi dilihatnya dan memperlihatkan pada ibunya.

“Inikan, Nak Aldi!” Ibu terlihat sangat terkejut melihat sosok yang ada di vidio. Amara menganggukkan kepalanya perlahan.

“Iya, Mak.... “

Ibu Rodiah kembali mendekap anak gadisnya. Ada rasa bersalah. Seandainya mereka tidak memaksa Amara dan Aldi untuk segera menikah, mungkin tidak akan begini kejadiannya. Minimal Amara, tidak terlalu sakit, walau di tinggalkan oleh Aldi. Karena mereka belum ada ikatan apa-apa. Tapi kalau sekarang?

Amara harus mendengar omongan orang tentangnya. Seorang istri yang ditinggalkan suami di hari perkawinan.

“Sayang, kamu harus kuat, Nak. Ingatlah semua sudah ketentuan dari-Nya. Semua pasti ada hikmahnya,” ujar Ibu Rodiah perlahan. Hanya itu yang bisa mereka lakukan untuk menenangkan hati anak kesayangannya. Diusapnya hijab yang membalut kepala Amara dengan lembut.

“Cincin kamu mana, Nak?” tanya Ibu Rodiah saat tidak melihat cincin di jari Amara.

“Sudah aku lepas, Mak. Untuk apa dipakai lagi? “ ujar Amara. Ibu tidak bisa berkata apa-apa.

“Disimpan, Nak. Jangan kamu buang.”

“Untuk apa disimpan, Mak? Bang Aldi tak mungkin akan kembali,” ujarnya perlahan.

“Kamu tidak boleh, begitu. Tidak ada yang tidak mungkin kalau Allah berkehendak. Selalu berdoa semoga diberikan yang terbaik.”

Amara terdiam. Melihat anaknya sudah lebih tenang, ibu segera kembali ke dapur. Hari semakin sore.

“Umak ke dapur ya, mau mencincang kelapa makanan ayam. Sebentar lagi mereka masuk kandang.”

“Iye, Mak,” jawab Amara perlahan. Ia, menyimpan cincin bersama dengan jam milik Aldi kedalam sebuah kotak kecil.

“Semoga nanti kita bisa bertemu, Bang. Aku hanya ingin mengembalikan ini,” bisiknya pada dirinya sendiri sambil menatap kotak kecil di hadapannya.

Ia segera melangkah ke dapur menyusul ibunya.

“Mak, aku beri makan ayam ya..., “ serunya sambil membawa kelapa yang sudah dicincang. Ibu Rodiah tersenyum. Ia merasa lega, karena Amara sudah mau keluar kamar.

Amara tertawa melihat ayam-ayam yang berebut makanan. Ia duduk di tangga belakang. Netra beningnya menatap lautan luas yang terbentang di hadapannya.

Ia teringat tawaran Dokter Bety untuk melanjutkan pendidikannya ke S1. Ada tawaran beasiswa.

“Sayang, kalau kamu tidak mengambil kesempatan ini,” ujar Dokter Bety memberi semangat pada Amara. Ia, merasa kasihan dengan kejadian yang menimpa asistennya itu. Amara gadis yang pintar dan cerdas. Ia dengan cepat mengikuti insruksj yang ia berikan. Dokter Bety sudah menganggap Amara seperti adiknya sendiri. Saat ia merasa sedih karena di tempatkan di pulau kecil ini, Amara menghiburnya dan membuatnya betah. Bahkan Amara sampai rela, menginap di rumah dinas dokter untuk menemaninya.

Amara tersenyum.

“Saatnya aku harus bangkit dan melanjutkan hidup, sedihnya selesai!” teriakannya membuat ayam yang sedang berebut makanan terkejut dan berlari berhamburan. Melihat hal itu Amara tertawa lepas. Hal yang dilupakannya sebulan ini.

Mendengar suara gaduh, dan tawa Amara. Ibu segera keluar.

“Ada apa, Nak?”

“Ayamnya kaget mendengar aku teriak, Mak,” jawab Amara. Wajahnya, masih tersenyum. Ibu merasa lega.

Gadis itu kembali masuk kerja dan mengutarakan pada Dokter Bety kalau ia menerima tawaran dokter cantik itu. Mendengar Amara menerima tawaran nya. Dokter Bety merasa sangat bahagia. Ia mengatakan, kalau nanti akan membantu Amara untuk mengurus semua pendaftaran. Mereka akan berangkat bareng ke Jakarta. Masa pengabdian dokter Bety juga sudah selesai. Mungkin nanti akan ada dokter lain yang menggantikan dirinya untuk bertugas di Pulau Seliu. Mendengar hal itu Amara semakin bersemangat.

Saat selesai makan malam. Gadis itu menceritakan tentang niatnya pada kedua orang tuanya. Awalnya Ibu terlihat sedih, wajar saja perasaan seorang ibu yang akan berpisah dengan anaknya. Begitu juga bapaknya.

“Yang. Bapak belum punya uang sekarang. Uang simpanan Bapak sudah dipakai untuk acara pernikahan kamu,” kata Pak Syukur dengan wajah sedih. Amara tersenyum.

“Amara dapat beasiswa, Pak. Dokter Bety yang mengurusnya. Aku juga punya simpanan sedikit. Sayang kalau kesempatan ini tidak diambil,” ujarnya.

Pak Syukur menatap istrinya. Mereka merasa bahagia sekaligus sedih. Bahagia karena melihat anaknya sudah kembali bersemangat tapi juga sedih karena Amara akan pergi meninggalkan mereka. Karena, kampus yang memberi beasiswa adalah sebuah kampus yang berada di Jakarta. Yang merupakan almamater Dokter Bety.

Dokter cantik itu juga menemui kedua orang tua Amara dan menjelaskan tentang bagaimana Amara nanti.

“Bapak dan Ibu jangan khawatir. Amara akan tinggal di rumahku,” ujar Dokter cantik yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan dengan kekasih yang katanya seorang pengusaha muda di Jakarta.

Bety percaya, kalau Amara akan bisa melanjutkan pendidikannya di S1 keperawatan. Nilai D3 nya mendapat predikat sangat memuaskan atau cumlaude. Ia merasa sayang kalau hanya setengah tanpa dilanjutkan lagi.

Sebenarnya beasiswa yang ditawarkan tidak sepenuhnya, tapi hanya setengah. Namun, tidak dikatakannya pada Amara. Karena memang ia berniat untuk membantu gadis itu.

Bety juga sudah menceritakan pada kedua orang tuanya yang merupakan dokter di rumah sakit ternama di jakarta. Kalau ia akan membawa Amara untuk tinggal di rumah mereka selama gadis itu melanjutkan pendidikannya. Ia juga sudah menceritakan nasib yang dialami gadis itu. Kedua orang tuanya merasa ikut simpati dan mereka mendukung niat anaknya.

Bersambung...

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Amara keren

22 Aug
Balas

Amara semangat ya

21 Aug
Balas

Ayo Amara semangat.. Keren Bunda.. sukses selalu ya Bun

19 Aug
Balas

Terima kasih dukungannya Bun.. Terima, kasih dukungannya

19 Aug



search

New Post