Serenada di Pulau Seliu ( part. 20. Terus Berharap)
#Serenada_dj_Pulau_Seliu
Part. 21. Terus Berharap
“Sebuah hubungan tanpa pondasi yang kuat, tidak akan bisa bertahan.”—Mahesa Raditya.
***
Amara sudah mulai menjalani aktivitasnya. Kesibukannya bisa sedikit mengurangi kesedihan yang ia rasakan.
Di rumah ia juga disibukkan dengan membantu persiapan pernikahan Dokter Bety. Undangan sudah mulai dicetak dan disebarkan.
Amara membantu memisahkan undangan sesuai dengan wilayah. Nanti kurir yang akan mengantarkan undangan- undangan itu.
Sebuah undangan tertulis Mahesa Raditya. Amara tertegun, ia memegang undangan indah yang terbuat dari akrilik kaca bening yang lengkap dengan kotaknya.
“Mungkinkah ini orang yang sama?” bisiknya dalam hati. Dokter Bety menatap Amara. Di ambilnya kartu undangan yang ada di tangan gadis itu. Ia melihat nama yang tertulis di sana.
“Ini undangan Ayah, jadi aku tidak tahu apakah ini orang yang sama,” ujar Dokter Bety. Ia seakan bisa menebak apa yang ada dalam pikiran gadis itu. Amara tersenyum.
“Iya, Kak. Maaf. Ini kota besar. Pasti banyak orang dengan nama yang sama,” jawabnya perlahan.
“Kamu sabar ya, Kakak yakin. Kamu akan mendapatkan yang lebih baik nantinya.”
“Terima kasih Kak!” Ia segera meneruskan kegiatannya.
Terbayang saat ia dan Aldi mempersiapkan semua barang- barang yang akan dibawa untuk seserahan. Mereka berangkat ke kota kabupaten. Amara memilih barang-barang yang sederhana. Karena ia tahu kondisi keuangan Aldi. Walau sebelumnya Aldi sudah menawarkan untuk menjual jam yang ia miliki. Namun, Amara tidak mau. Karena itu adalah satu-satunya barang yang di bawa Aldi saat ia ditemukan. Walau ia tahu harga jam itu sangat mahal dan pemiliknya hanya beberapa, orang.
‘Sudahlah Amara lupakan semuanya, Mahesa pasti sudah melupakanmu,’ ujar hati kecilnya.
Amara mengusap air matanya yang kembali mengalir di sudut matanya. Dokter Bety yang melihat itu langsung mendekati gadis itu. Ia bertekad untuk bisa mempertemukan Amara dengan Mahesa suatu saat nanti. Didekapnya pundak Amara.
“Yang tabah, ya. Kalau kalian berjodoh, suatu saat nanti pasti akan bertemu.”
“Apan sih, Kak.” Gadis itu berusaha untuk menutupi perasaannya.
Ia beranjak ke kamar untuk menunaikan salat Isa. Setelah sujud terakhir. Ia duduk di atas sajadahnya memohon ketenangan dan keselamatan untuk orang-orang yang disayanginya. Terutama kedua orang tuanya di Pulau Seliu.
Teringat suatu kenangan saat dirinya bersama Mahesa. Kenangan itu seperti slide show yang menampakkan satu momen di mana pipi Amara memerah karena perlakuan Mahesa.
Saat itu setelah selesai salat Isya. Aldi menahannya untuk tidak segera beranjak dari duduknya. Laki-laki itu memintanya untuk mendengarkan ia membacakan surah Ar-Rahman.
“Khusus aku bacakan ini untuk wanita yang aku sayangj,” ujarnya sambil tersenyum lembut pada Amara yang membuat wanita itu tersipu. Pipinya merona.
1. Sejenak Ar-Rahman menggema di ruangan tengah rumah Amara. Lantunan yang begitu menyejukkan hati.
Fabiayyi ‘aalaa'i robbikumaa tukadziban, ayat yang mempertanyakan kenikmatan Tuhan mana yang kau dustakan itu membuat tubuh Amara merinding tetapi juga membuatnya berdesir.
“Astagfirullahal Adzim....mengapa aku selalu mengingat laki-laki itu,” ucap Amara lirih.
***
Mahesa sudah berusaha menuruti keinginan ibunya untuk bersama Sarah. Ia merasa bersalah karena telah mengabaikan gadis itu. Apalagi katanya, sebelum terjadi kecelakaan ia dan Sarah sudah berniat untuk menikah. Namun, setelah sekian lama ia bersama Sarah. Ia merasa tidak ada sedikitpun rasa cinta yang ia rasakan pada gadis cantik yang sekali tampil modis itu.
“Dek, Kakak ingin adek jujur.” Clara terkejut melihat sikap kakaknya.
“Tentang apa Kak?” tanya Clara.
“Apa benar kalau Sarah adalah tunangan Kakak dan kami dulu sudah hampir menikah?” Clara menatap kakaknya. Ada rasa bersalah di hatinya.
‘Tidak, aku tidak akan membohongi Mahesa,’ ujarnya dalam hati.
“Memangnya ada apa Kak?”
“Terus terang Kakak tidak bisa melanjutkannya.”
Mahesa menjelaskan pada Clara, kalau ia sudah berusaha untuk belajar mencintai sahabat adiknya itu. Namun setelah sekian lama rasa itu tak juga hadir.
“Tapi, Kak?”
“Percuma kalau Kakak melanjutkan hubungan ini, yang ada nanti pasti akan hancur. Sesuatu yang di bangun tanpa pondasi yang kokoh tidak akan bisa bertahan.”
Clara terdiam. Ia membenarkan apa yang dikatakan Mahesa. Sejak awal sebenarnya ia juga tidak setuju dengan keputusan ibunya untuk menjodohkan Sarah dengan Mahesa.
Apalagi ia tahu sifat Sarah. Ia memang bisa bersahabat dengan Sarah. Namun, tidak untuk menjadi seorang kakak ipar.
Sifat Sarah yang manja dan cenderung materialistik sudah terlihat sejak awal.
Tentang Amara, Clara sangat ingin mengenal sosok yang selalu disebut-sebut kakaknya. Ia yakin Amara adalah seseorang yang istimewa. Namun, bagaimana caranya untuk bisa menemui gadis itu?
“Non, Clara ini ada yang mengantarkan undangan. Bibik simpan di meja ya,” ujar Bik Asih.
“Oh, iya Bik,” sahut Clara. Mahesa sudah bersiap untuk berangkat ke kantor.
“Kak, sebentar!” panggil Clara. Ia ingin ikut ke kantor kakaknya, sekalian nanti mencari cara bagaimana untuk bisa menemui Amara.
Saat melewati meja, Clara merasa tertarik dengan kartu undangan yang tadi disimpan Bik Asih. Ternyata ada dua undangan yang sama. Satu untuk Mahesa dan satu lagi untuk Wijaya Kusuma.
Clara membuka dan membacanya. Mahesa mendekati adiknya.
“Jadi ikut ke kantor?” tanyanya pada Clara. Garis itu menyodorkan undangan di tangannya pada Mahesa. Laki-laki itu menyambut dan membacanya. Ternyata undangan itu dari Dony, yang merupakan rekan bisnisnya. Dilihatnya hari dan tanggal undangannya. Kemudian alamat gedung tempat resepsi.
“Masih seminggu lagi,” ujarnya sambil meletakkan undangan itu di tempatnya semula.
“Kak, nanti aku ikut ya,” ujar Clara. Entah kenapa kali ini ia merasa tertarik untuk menghadiri pesta pernikahan.
“Tumben mau hadir ke pesta pernikahan? Mau cari referensi ya?” ledek Mahesa pada adiknya.
“Ih, Kakak bisa aja, iya juga sih,” ujar Clara sambil tersenyum. Mereka sudah berada di jalanan. Padahal masih pagi, tapi jalanan sudah macet.
Mahesa jadi ingat saat di Belitung. Jalanan masih sepi. Tidak ada kemacetan. Satu-satunya tempat berhenti di jalanan itu adalah lampu merah lalu lintas.
Ingat Belitung, tentu ingat Amara. Bagaimana gadis itu dengan sabar mengantarnya untuk memeriksakan diri ke rumah sakit. Sampai kemudian ia menemukan nama Aldi. Karena saat ditanyakan nama, ia sendiri tidak tahu.
“Kak, bagaimana kalau kita ke Pulau Seliu, menemui Kak Amara?”
Mahesa menatap adiknya. Ia ingat apa yang dikatakan ibu, kalau warga pulau tidak mau menerima kehadirannya. Karena mereka menganggap kalau ia sudah menipu Amara dengan menyamar menjadi Aldi.
“Tidak mungkin, dek.”
“Lho, memangnya kenapa tidak mungkin?” tanya Amara.
Mahesa hanya diam. Ada rada rindu yang ia rasakan pada gadis sederhana yang telah mencuri hatinya. Teringat saat ia membonceng Amara dengan sepeda tua menyusuri jalan di Pulau Seliu. Rasanya begitu bahagia.
Rasa yang tak pernah bisa ia rasakan saat bersama, Sarah.
Clara hanya bisa terdiam. Ia tidak tahu harus bagaimana untuk membantu kakaknya.
Untuk ingatan Mahesa sudah ada perkembangan. Namun masih belum sepenuhnya. Ingatan akan masa lalunya muncul hanya selintas dan belum menetap. Namun, Mahesa berusaha untuk belajar untuk menyayangi orang-orang terdekatnya. Semua di mulai dari awal. Belajar untuk menyayangi dan mencintai keluarganya. Dan itu bisa ia lakukan. Kecuali tentang perasaannya dengan Sarah. Ia sudah berusaha untuk memulai mencintai gadis itu. Namun, tetap tidak bisa.
Jauh di lubuk hatinya ia masih berharap untuk bisa bertemu dengan Amara.
Bersambung...
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren bunda, ditunggu lanjutannya
Kereen....ayo Clara bantu Mahesa menemui Amara
Cerpen yang keren menewen bu salam kenal ijin follow dan follow baclk ya terimaa kasih
Cerpen yang keren menewen bu salam kenal ijin follow dan follow baclk ya terimaa kasih