Nelly kartina sosilawati

NELLY KARTINA SOSILAWATI SD NEGERI 11 SIJUK. BELITONG Jangan hanya menulis di waktu luang, tapi selalu meluangkan watu untuk menulis Salam literasi!...

Selengkapnya
Navigasi Web
Serenada di Pulau Seliu ( Part. 21)

Serenada di Pulau Seliu ( Part. 21)

#Serenada_di_Pulau_Seliu

Part. 21

Malam telah larut. Mahesa belum bisa memejamkan matanya. Kamarnya yang nyaman dan sejuk dengan tempat tidur yang empuk dan AC yang dingin tak mampu membuatnya terpejam.

Sosok wanita sederhana dengan senyuman yang memikat selalu hadir dalam pikirannya.

“Amara, maafkan aku,” ujarnya perlahan. Tangannya ditumpangkan di atas keningnya. Tatapannya menerawang. Pikirannya jauh mengembara ke sebuah pulau kecil yang indah. Sebuah pulau yang telah menyelamatkan dirinya.

Bayangan saat dirinya terombang ambing di lautan sering hadir di mimpinya. Hingga seorang gadis hadir di hadapannya menjadi peri penyelamat hidupnya.

Sebuah keputusan telah diambilnya.

“Aku harus menemui Amara. Aku bukan orang yang pengecut!”

Sebuah rencana telah disusunnya. Terutama untuk mengelabui para bodyguard yang selalu mengikutinya. Ia akan mengajak Clara. Mahesa tahu kalau adiknya itu bisa mengerti dan mau diajak kerja sama

Hingga menjelang Subuh, ia tidak sedikitpun terpejam. Air wudu membuatnya merasa segar. Di penghujung malam ia melakukan salat tahajud. Ada ketenangan yang ia rasakan. Bayangan wajah Amara dibalik mukena selalu terbayang. Dulu mereka selalu melakukan salat berjamaah.

Setelah selesai melakukan salat Subuh. Mahesa menulis pesan di ponselnya untuk Clara, agar menemuinya di kamar. Tak lama kemudian gadis itu sudah muncul.

Tok! Tok! Tok!

Mahesa segera membuka pintu kamarnya dan mengajak Clara untuk masuk.

“Ada apa sih, Kak?” tanya Clara. Gadis itu duduk di sofa. Ia menatap tempat tidur kakaknya yang masih terlihat rapi.

“Kakak belum tidur?” Mahesa tersenyum menjawab pertanyaan adiknya.

“Kamu mau kan bantu Kakak?”

“Iya, Kak tapi apa dulu?” tanya Clara.

“Dek, kamu mau kan menemani Kakak untuk menemui Amara?” Clara menatap wajah Mahesa. Ia melihat kesungguhan di sana.

“Di mana?”

“Kita ke pulau.”

“Tapi,Kak.”

“Kita pergi diam-diam, jangan bilang kalau mau ke pulau,” ujar Mahesa. Ia dapat menebak apa yang ingin dikatakan adiknya.

“Iya, tapi bagaimana kita bisa terbebas dari para pengawal?” Mahesa membisikkan sesuatu di telinga adiknya. Membuat Clara tersenyum.

“Sekarang kita cari tiket untuk tujuan Belitung.”

“Iya, Kak.” Clara terlihat begitu bersemangat. Ia merasa penasaran dengan sosok Amara dan pulau kecil yang di ceritakan kakaknya.

Mahesa sudah mencari tahu tentang jalur transportasi ke pulau Itu.

Setelah dapat tiketnya, mereka segera bersiap. Mahesa menyiapkan beberapa potong pakaian yang akan di bawanya. Begitu juga Clara.

“Ma, aku ikut Kakak ke kantor,” ucap Clara saat mereka sudah menyelesaikan sarapan. Renata tersenyum. Ia merasa senang dengan kedekatan anak-anaknya.

Clara sebelumnya sudah menyimpan ransel yang berisi pakaian mereka ke dalam bagasi mobil. Ia kemudian memegang kunci mobilnya agar tidak ada yang akan mengecek.

Mereka sudah memesan penerbangan pukul 9.00.

Mereka segera pamit untuk berangkat ke kantor. Kalau untuk urusan kantor, Renata tidak banyak pertanyaan dan tidak meminta bodyguard untuk mengawal kedua anaknya.

Mereka bukannya menuju ke kantor tetapi langsung menuju bandara. Mobil mereka titipkan di penitipan mobil di Bandara. Keduanya segera berganti pakaian. Kemudian mereka segera masuk untuk melakukan Check-in. Clara dan Mahesa mengenakan kaca mata hitam, agar tidak ada yang mengenali keduanya.

Mahesa merasa berdebar. Bayangan untuk bisa bertemu dengan Amara membuatnya semakin bersemangat.

Clara merasa senang melihat kakaknya yang terlihat begitu bahagia. Mereka membawa sebuah peta Belitung yang mereka dapatkan dari sebuah travel. Namun, mereka tidak mau memakai jasa travel. Mahesa memutuskan untuk pergi sendiri jadi tidak terikat jadwal.

Setelah menunggu beberapa saat, terdengar panggilan untuk penumpang dengan tujuan Belitung untuk segera masuk ke pesawat.

Senyuman manis pramugari menyambut mereka di pesawat. Pramugari mengantar keduanya ke tempat duduk penumpang VIP. Karena memang tinggal tiket VIP yang tersedia. Penumpang yang ke Belitung cukup ramai. Clara merasa penawaran dengan Belitung setelah menonton film laskar pelangi.

Clara sangat antusias saat melihat sebuah pulau yang sudah tampak jauh di bawah sana.

“Kak nanti kita pergi ke pulau yang ada mercusuar nya ya,” ajak Clara. Mahesa hanya tersenyum. Ia sendiri belum pernah ke sana.

Setelah 45 menit penerbangan, pesawat sampai di Bandara Hananjudin. Tanjungpandan, Belitung. Jam menunjukkan pukul 11.00 WIB. Tidak ada perbedaan waktu dengan Jakarta.

Mereka langsung turun dari pesawat dan menuju ruang kedatangan. Keduanya langsung keluar karena tidak ada barang yang mereka masukkan ke bagasi. Keduanya hanya membawa ras ransel.

Hawa panas begitu menyengat. Membuat Clara sedikit meringis.

Seorang sopir mendekati Mahesa dan menawarkan tumpangan.

“Mau kemana Bang?”

“Ke Pulau Seliu,” jawab Mahesa dengan mantap.

“Wah lumayan jauh.” Sopir yang masih anak muda itu terlihat agak ragu.

“Ayolah,” ajak Mahesa. Anak muda itu menatap Mahesa dan Clara. Mereka tersenyum.

“Aku bayar dua kali lipat tarif biasanya deh.” Mahesa menepuk pundak pemuda itu. Mendengar perkataan Mahesa, langsung ia menyetujui.

“Ok, Bang. Tunggu di sini ya, aku ambil mobilnya,” ujarnya sambil segera menuju ke tempat parkir.

Clara hanya tersenyum melihat kakaknya yang begitu bersemangat. Gadis itu mengembalikan mode ponselnya ke normal. Karena tadi selama di pesawat ia menyetel nya ke mode terbang.

Baru saja ponselnya kembali menyala, sebuah panggilan telepon masuk. Clara terkesiap saat melihat yang menelepon ternyata Renata.

“Kak, Mama nelpon. Gimana? Apa kita jujur saja?” tanya Clara pada Mahesa.

“Ya udah, ayo angkat. Jujur saja. Bilang kita di Belitung,” sahut Mahesa. Ia merasa lebih baik jujur. Toh mereka sudah sampai.

[Ya Ma, Wa’alaikumussalam,]

[Kalian lagi di mana, Nak?] Clara terdiam. Ia bingung harus bagaimana. Ia tahu sikap Renata kalau wanita itu tahu Mahesa berada di Belitung. Bukan tidak mungkin ia akan menyusul.

[Lagi ini Ma... ]

[Ini apa Clara? Kamu lagi sama Kakakmu?]

[Iya, Ma. Ini Kakak.]

Clara langsung menyerahkan ponselnya pada Mahesa.

[ Assalamu’alaikum, Ma...]

[Waalaikumussalam, kalian lagi di mana?] tanya Renata. Ia mengulangi lagi pertanyaannya. Mungkin naluri seorang ibu merasakan kalau ada sesuatu yang dilakukan anak-anaknya.

[Maaf, Ma. Kami di Belitung.]

[Ya Allah! Apa yang kalian lakukan? Tega kalian berbohong pada Mama!]

Renata terdengar begitu marah.

]Maaf Ma, Aku ingin menemui Amara... ]

Tidak terdengar lagi suara Renata. Hanya isak tangisnya yang terdengar. Mahesa memberikan ponsel pada Clara. Gadis itu menatap kakaknya.

“Ayo, kita berangkat,” ujar Dino—sopit taksi online, mengajak Mahesa dan Clara untuk segera masuk ke mobil. Clara menempelkan lagi ponsel di kupingnya, tidak terdengar suara Renata. Namun, teleponnya belum ditutup.

Mahesa sudah masuk ke mobil, Clara segera menyusul. Ia mematikan ponselnya. Mereka hanya bisa pasrah terhadap apa yang akan dilakukan Renata.

Mereka menuju dermaga di Teluk Gembira untuk menumpang perahu motor yang akan membawa mereka ke Pulau Seliu.

“Sudah pernah ke Seliu, atau baru pertama kali?” tanya Dino pada Mahesa. Pemuda itu tertawa.

“Aku pernah tinggal di Pulau Seliu,” jawab Mahesa. Dino terlihat kurang percaya.

“Ah, Abang bisa aja,” ujarnya tertawa.

“Serius, malah sekarang aku mau menemui istriku di sana.” Dino menoleh ke arah Clara. Mungkin ia mengira kalau Clara adalah pacar Mahesa.

“Ini adikku.”

“Oo.... “

Mereka sudah tiba di dermaga. Tampak beberapa buah perahu motor sedang bersandar menunggu penumpang yang sedang ke kota kabupaten. Mahesa mengenakan topi dan kaca mata hitam, sehingga orang-orang tidak begitu mengenalnya.

“Bagaimana kalau, Bang Dino ikut kita. Pokoknya tinggal di hitung nanti. Anggap saja kami menyewa, guide.” Mahesa menawarkan pada Dino—sopir untuk ikut ke Pulau Seliu. Setelah berpikir sejenak. Akhirnya Dino bersedia. Kebetulan dia memang selalu membawa perlengkapan di mobilnya.

“Ok, Bang. Siap.” Dia segera mengambil ransel dari dalam bagasi mobilnya. Setelah memarkir mobil, mereka segera naik ke salah satu perahu motor.

Bersambung.....

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semangat Mahesa...kejar cintamu...

03 Sep
Balas

Bagus Mahesa, perjuangkan cintamu

03 Sep
Balas

Akhirnya yang di nanti tayang juga Bunda. Ceeita yang sangat menarik.. Sukses selalu ya Bucan.

03 Sep
Balas

Alhamdulillah Terima, kasih Bun sudah mengikuti Serenada...

03 Sep



search

New Post