Serenada di Pulau Seliu ( Part. 26.Jangan Pergi Lagi)
#Serenada_di_Pulau_Seliu
Part. 26. Jangan Pergi Lagi
“Amara....” Mahesa tak bisa menahan dirinya untuk menghadang seorang Bridesmaid berhijab. Gadis itu menoleh. Raut wajahnya terkejut melihat sosok yang berdiri di hadapannya. Namun, hanya sesaat. Gadis itu berusaha untuk menghindar dan pergi.
Mahesa tentu saja tidak menyia-nyiakan kesempatan yang sudah di depan matanya.
“Amara, aku mohon jangan pergi....” pintanya. Tak segan ia berjongkok di hadapan wanita itu yang membuat beberapa pasang mata menatap mereka. Ada yang terlihat takjub, ada yang juga yang melihat dengan tatapan iri. Terutama dari tamu undangan yang masih jomblo. Mereka iri melihat Mahesa—anak seorang konglomerat ternama kini berlutut di hadapan seorang gadis. Mereka semakin penasaran dengan gadis itu.
Amara merasa sangat tidak nyaman dengan apa yang dilakukan Mahesa.
“Bang, tolong jangan seperti ini....” ujarnya perlahan. Suaranya bergetar menahan luapan perasaan. Tatapan Mahesa begitu tajam menusuk tepat ke retina gadis cantik di hadapannya.
“Kak, bangun, malu diliatin orang,” cegah Clara pada Mahesa. Gadis itu merasa tidak enak melihat kakaknya menjadi tontonan. Amara terkejut melihat kehadiran Clara. Ia berusaha untuk pergi. Ada rasa kecewa dan cemburu yang terbersit di benaknya. Namun, hati kecilnya berbisik.
‘Kamu harus sadar diri Amara. Yang di depanmu adalah Mahesa bukan Aldi.’
“Maaf, biarkan aku pergi,” ucapnya sambil memutar langkah dan berlari keluar ruangan tempat resepsi pernikahan Dokter Bety. Mahesa yang melihat hal itu langsung berlari mengejar. Ia tak akan membiarkan Amara pergi. Di kejar nya gadis itu. Dilihatnya Amara berdiri di samping gedung. Punggungnya berguncang yang menandakan kalau gadis itu menangis.
“Aku tidak akan membiarkan kamu pergi,” bisik Mahesa yang membuat Amara terkejut. Ia menatap Mahesa.
“Bang, cerita kita sudah selesai. Tolong biarkan aku pergi.” Amara kembali merasakan kepedihan hatinya. Setelah sekian lama ia mencoba untuk melupakan semua yang pernah terjadi.
“Tidak, Amara. Kamu tetap istriku, sampai kapan pun. Maafkan selama ini aku menjadi laki-laki bodoh tidak berperasaan yang telah tega membiarkan kamu sendirian menanggung semua rasa malu.” Mata Mahesa menatap setiap sudut wajah Amara. Hatinya remuk redam menyaksikan air mata Amara.
Amara tak kuasa menahan perasaan rindunya. Tak sedikit pun ia bisa melupakan laki-laki yang telah mengucapkan ijab kabul untuknya.
Mahesa menarik Amara dalam pelukannya. Amara terhanyut. Ia menumpahkan semua tangisnya di dada Mahesa. Ia memeluk erat seakan ingin mengatakan kalau sebenarnya ia tidak pernah bisa melupakan laki-laki yang sudah menjadi suaminya itu.
“Sampai kapan pun kita tetap akan terus bersama.”Ucapan yang sungguh-sungguh, penuh emosi tanpa kepura-puraan. Dia merasa sangat bersalah. “Amara, maafkan Abang ya. Mau kan?” Netra Mahesa berkaca-kaca.
Amara terdiam, tak mampu berkata-kata. Sekian detik keduanya larut dalam keheningan. Mahesa mengecup lembut kening Amara, seakan sebagai penebus rasa bersalahnya karena telah membuat Amara terluka.
Amara teringat gadis yang bersama Mahesa. Ia segera mendorong tubuh Mahesa dan berusaha melepaskan diri dari pelukan Laki-laki itu.
“Pergilah Bang, ada seorang gadis yang menunggu Abang di dalam.”
Mahesa tersenyum tipis mendengar kata-kata Amara. Ia tahu gadis itu cemburu dan mengira Clara adalah kekasihnya.
“Enggak apa-apa dia pasti rela menunggu,” ucap Mahesa datar. Mendengar perkataan Mahesa. Amara mendorong tubuh Mahesa hingga laki-laki itu terjengkang.
“Aku tidak menyangka ternyata Abang tega mempermainkan perasaan orang!”
Mahesa terdiam. Ia melihat Amara sangat marah. “Amara, bukan seperti itu... “ Mahesa berusaha untuk menjelaskan yang sebenarnya tapi Amara terlihat sangat marah. Ia meninggalkan Mahesa dan kembali masuk ke ruangan resepsi.
Mahesa menghampiri adiknya dan menceritakan apa yang terjadi. Clara mengajak Mahesa untuk menghampiri Amara.
“Assalamu’alaikum, Kak.”
Amara terdiam dan menatap gadis cantik di hadapannya. Clara tersenyum. “Kenalkan Kak. Aku Clara, adik kandung Kak Mahesa,” ucap Clara yang membuat Amara terdiam. Ia menatap Clara seolah ingin membuktikan kebenaran ucapan gadis itu. Memang ada kemiripan antara Clara dengan Mahesa. Mata dan hidung mereka memang sangat mirip.
“Ini Adikku,” ujar Mahesa tersenyum lembut menatap wanita yang dicintainya. Mendengar itu Amara tersipu. Ia merasa malu karena sudah cemburu pada adik kandung Mahesa.
“Ehm....” Mereka terkejut melihat pengantin sudah di belakang mereka.
“Dokter Bety....” Amara mendekati pengantin yang sudah seperti kakaknya sendiri. Ia melihat para tamu sudah sepi. Hanya tinggal beberapa orang saja yang terlihat masih menikmati hidangan. Pantas saja pasangan pengantin sudah turun dari singgasananya.
“Jadi, Amara....” Dony menatap Mahesa. Ia ingin mendengar kejelasan dari sahabatnya tentang hubungan Mahesa dengan Amara. Walau sebenarnya ia sudah mendengar dari cerita Bety.
“Amara adalah istri saya,” jawab Mahesa tanpa ragu sedikit pun. Dony merasa salut dengan sikap yang ditunjukkan Mahesa.
Amara yang melihat kesungguhan Mahesa merasa terharu. Wajahnya merona. Ia merasa bersalah sudah berprasangka buruk selama ini.
“Kak, Kemarin kami ke Pulau Seliu,” ungkap Clara. Gadis itu menceritakan perjalanannya bersama Mahesa ke Belitung.
“Wuih, seru dong!” Dony merasa tertarik mendengar cerita Clara tentang keindahan Pulau Seliu.
“Iya, nanti kita kesana,” jawab Dokter Bety pada Laki-laki yang sekarang sudah menjadi suaminya.
“Bagaimana kalau bulan madu kita di Belitung?” Dony menatap Bety dengan mesra. Dokter cantik itu tersenyum.
“Iya, Kak. Keren! Kemarin aku juga belum mau pulang, kalau tidak kasihan sama Kak Mahesa.” Ia melirik Mahesa. Pemuda itu tersenyum mendengar apa yang dikatakan adiknya.
“Iya, kan tujuannya apa?” jawab Mahesa sambil menatap Amara yang tertunduk.
“Bagaimana kalau kita perginya bareng. Kan Kalian juga belum sempat berbulan madu,” ajak Dony. Penganten baru itu mengutarakan sebuah usulan. Wajah Amara langsung memerah mendengar usulan itu.
Mahesa menatap istri yang baru kembali ditemuinya dengan tatapan rindu.
“Pulang, ah! Aku jadi kayak obat nyamuk di sini,” cicit Clara-gadis cantik berhidung mancung itu sambil tertawa.
“Eh, belum pada makan ya? Ayo silakan menikmati hidangan,” ujar Bety. Seorang bridesmaid menjemput Bety dan Dony karena ada tamu yang ingin mengucapkan selamat. Pasangan itu kembali ke singgasananya.
Amara masih terdiam. Pertemuan dengan Mahesa membuat hatinya berdebar. Masih ada keraguan dihatinya. Ia masih ingat bagaimana Renata—ibunya Mahesa yang tidak menyukai dirinya.
“Bang...eh, Kak Mahesa, Clara. Ayo makan dulu.” Amara mengajak keduanya menuju ke meja hidangan. Keduanya menurut. Walau sebenarnya Mahesa merasa pertemuannya dengan Amara telah membuat dirinya merasa kenyang. Namun, untuk menghormati tuan rumah. Ia mengambil sedikit salad buah.
“Kak, tadi Kak Mahesa bilang lapar, tapi setelah bertemu Kak Amara dia mendadak jadi kenyang,” ujar Clara pada Amara. Mendengar hal itu Amara hanya tersenyum malu.
Mahesa merasa sangat bahagia. Matanya tak pernah lepas dari Amara. Membuat gadis itu tertunduk dan tersipu.
“Pakai kembali cincin ini.” Mahesa membuka sebuah kotak kecil yang dikeluarkan dari saku jasnya. Amara terkejut dan merasa bersalah. Itu adalah cincin yang diberikan ‘Aldi' sebagai mahar pernikahan mereka.
Mahesa mengambil tangan Amara. Dengan lembut ia kembali memasangkan cincin mungil itu di jari manis istrinya. Diciumnya lembut jemari lentik Amara. Gadis itu merasa malu karena banyak pasang mata yang menyaksikan mereka. Terdengar tepuk tangan. Ternyata teman-temannya yang menjadi bridesmaid dan gromsmen sudah mengelilingi mereka.
“Cium!”
“Cium!”
Tepuk tangan dan teriakan terdengar. Mereka mendukung pasangan itu untuk kembali bersama. Sebelumnya mereka sudah mendengar cerita tentang pernikahan Amara. Namun, mereka tidak menyangka kalau ternyata Laki-laki itu adalah Mahesa, putra dari pengusaha ternama, Wijaya Kusuma.
Amara hanya bisa terdiam, saat Mahesa mendekat dan mencium lembut keningnya. Tangan Mahesa erat menggenggam tangan Amara seakan tak ingin melepaskannya lagi.
Bersambung...
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar