Nelly kartina sosilawati

NELLY KARTINA SOSILAWATI SD NEGERI 11 SIJUK. BELITONG Jangan hanya menulis di waktu luang, tapi selalu meluangkan watu untuk menulis Salam literasi!...

Selengkapnya
Navigasi Web
Serenada di Pulau Seliu ( Part. 30. Malam Pertama)

Serenada di Pulau Seliu ( Part. 30. Malam Pertama)

#Serenada_di_Pulau_Seliu

Part. 30. Malam pertama

“Sayang, bangun....” Amara merasakan sentuhan lembut di keningnya. Ia mengerjap mengumpulkan ingatannya dan membuka matanya perlahan. Mahesa tersenyum menatap wanita yang selama ini selalu ada di hatinya.

“Eh, Abang....” Amara merasa malu dan menutup wajahnya dengan selimut. Ingatannya kini sudah kembali terkumpul.

Malam ini adalah malam pertama ia berada di kamar ini. Kamar Mahesa yang disulap Clara menjadi kamar pengantin. Taburan bunga mawar putih di tempat tidur besar dengan seprey berwarna putih bersih.

“Sayang, bangun. Sudah mau subuh, mandi dulu,” bisik Mahesa lembut. Mendengar itu Amara merasa malu. Pipinya merona. Ia merasa malu mengingat kalau mereka sudah melakukan kewajiban sebagai sepasang pengantin.

Wanita itu segera menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya dan segera turun dari tempat tidur menuju kamar mandi, di iringi tatapan lembut Mahesa yang menggodanya.

Gadis itu tersenyum malu. Semua masih seperti mimpi baginya.

Kemarin Mahesa dan keluarganya menjemput Amara ke rumah Dokter Imelda---ibunya Dokter Bety. Mereka meminta izin untuk memboyong Amara ke rumah sebagai seorang menantu. Setelah sebelumnya meminta pendapat dari seorang Ustad kondang untuk menjawab keraguan tentang sah atau tidaknya pernikahan yang dilakukan Mahesa dan Amara. Karena saat itu Mahesa menggunakan nama yang berbeda.

Setelah mendengar pendapat dari Ustadz tersebut. Barulah mereka yakin. Kalau pernikahan Mahesa dan Amara adalah sah. Karena semua rukun dan syarat nikahnya lengkap. Perihal perubahan nama bisa diurus kemudian di KUA dengan membawa dokumen yang lengkap.

“Terima kasih, Bu Dokter sudah menerima kehadiran Amara selama ini,” ucap Renata. Dokter Imelda tersenyum.

“Iya, Bu. Sama-sama. Alhamdulillah semua ada hikmahnya. Kita jadi saling kenal dan bisa bersilaturahmi.”

Amara merasa sedih, meninggalkan Dokter Imelda yang sudah dianggap seperti ibunya sendiri. Sekarang Dokter Imelda hanya tinggal berdua dengan suaminya---Dokter Hendra. Dokter Bety sudah di boyong suaminya ke rumah mereka sendiri.

Saat pertama kali masuk ke rumah Mahesa. Amara begitu takjub melihat kemegahannya. Pilar-pilar besar berwarna putih, lantai licin terbuat dari batu marmer serta pintu besar yang berukir, mengingatkannya pada rumah mewah yang pernah ditontonnya di sinetron televisi. Terbayang rumahnya di Pulau Seliu. Sungguh jauh berbeda.

“Sayang, ayo masuk.” Mahesa menggenggam tangan Amara. Ia seakan tahu apa yang dirasakan gadis itu. Mereka melangkah masuk ke dalam rumah. Saat berada di dalam. Amara merasa lebih takjub lagi. Sebuah lemari kaca besar di ruang tamu menarik perhatiannya. Sejumlah koleksi teko dari keramik tertata rapi di dalamnya. Bukan sembarang keramik, tapi teko dan cangkir keramik yang bentuknya sangat bagus itu berasal dari beberapa negara dan ternyata harganya sangat fantastis. Amara merasa seakan dirinya sedang berada dalam sebuah istana.

“Ayo kita ke kamar,” bisik Mahesa yang menyadarkannya dari rasa terpukau. Mendengar ajakan Mahesa, gadis itu tersipu malu.

“Amara, ini adalah rumah kamu juga, jadi jangan sungkan kalau mau melakukan sesuatu.” Renata merangkulnya. Wanita itu mulai merasakan kalau ternyata istri pilihan Mahesa sangat tepat. Renata gadis yang lembut, cantik dan shalihah.

“Sudah, Ma?” tanya Mahesa pada ibunya.

“Sebentar Sayang, Mau langsung ke kamar aja.”

“Iya, Nih. Kakak. Enggak sabaran ya, mau malam pertama,” cicit Clara.

“Hus! Anak kecil.” Mahesa mengacak rambut Clara. Kalau di rumah, gadis itu memang tidak mengenakan hijab. Amara tertawa dan menggandeng tangan Amara.

“Yuk, Kak kita ke belakang dulu.” Clara mengajak kakak iparnya ke ruang belakang. Di sana ternyata ada kolam renang. Sebuah pendopo kecil terlihat begitu asri di kelilingi bunga-bunga anggrek bulan yang menjuntai.

“ Itu bunga anggrek koleksi Mama. Setiap pulang dari bepergian ke suatu daerah, kalau melihat ada anggrek yang bagus. Pasti Mama langsung membelinya. Tak peduli bagaimana orang susah untuk membawanya,” ujar Clara sambil tertawa. Ia melihat Amara terpesona dengan anggrek-anggrek itu.

“Non, ini minumannya.” Seorang wanita paruh baya mengantarkan dua gelas minuman dan meletakkannya di meja.

“Terima kasih, Mbok... Kak, kenalkan ini Mbok Surti. Kalau perlu sesuatu tinggal minta sama Mbok Surti. Iya kan, Mbok?” Clara mendekap wanita itu. Mereka terlihat sangat dekat.

“Iya, Non ---“

“Amara, Mbok,” sambar Clara. Mbok Surti tersenyum melihat kelakuan Clara yang sudah dianggap anaknya sendiri. Karena sejak lahir, ia yang mengasuh Clara. Walau Renata mengambil baby sisters tapi Clara kecil tidak mau. Ia baru bisa diam kalau di gendong Mbok Surti.

“Iya, Non Amara, kalau perlu apa-apa tinggal bilang ke Mbok ya,” ujarnya lembut.

“Iya, Mbok,” sahut Amara. Ia merasa bahagia melihat keakraban dalam keluarga ini.

“Mbok pamit dulu Non, mau menyiapkan makan siang.” Mbok Surti segera kembali ke dalam.

Clara begitu ramah, gadis cantik itu menceritakan masa kecil ia bersama Mahesa. Clara memperlihatkan sebuah foto seorang anak kecil yang sedang bergaya dengan kaca mata hitam. Amara tertawa melihatnya. Anak itu terlihat begitu lucu dengan gaya kedua tangan di pinggang.

“Ngobrolin apa sih? Asyik bener, sampai lupa sama suami.” Mahesa langsung duduk di samping Amara. Membuat Amara harus menggeser duduknya karena kursi tidak cukup untuk dua orang. Amara dan Clara tersenyum. Membuat Mahesa merasa curiga.

“Ayo, ada apa nih? Pasti ada sesuatu....” Mahesa menatap kedua wanita di hadapannya. Amara menyembunyikan foto Mahesa yang ada di tangannya. Clara pura-pura serius membaca novel yang memang ada di meja.

Mahesa menatap Amara dengan tatapan menyelidik, membuat Amara merasa salah tingkah. Akhirnya ia mengeluarkan foto yang disembunyikannya. Ia memperlihatkan foto itu pada Mahesa.

“Tarraa!”

“Adekk!”

Clara langsung bangkit sambil tertawa meninggalkan pasangan itu. Karena ia tahu, pasti kakaknya akan mengacak rambutnya. Amara ikut tertawa melihat ulah Clara.

Mahesa tersenyum malu sambil menggaruk kepalanya.

“Ganteng kan?” tanyanya sambil memperagakan pose seperti yang ada di foto. Membuat Amara tersenyum. Ia mengagumi apa yang ada pada diri Mahesa. Apalagi sekarang dia terlihat begitu gagah dalam balutan kaos simpel basic warna,putih yang dipadu dengan celana chino berwarna hitam selutut.

“Yuk, masuk dulu, udah di tunggu di ruang makan.” Mahesa menyodorkan tangannya. Amara menyambut tangan Mahesa dengan malu-malu. Mereka segera menuju ruang makan. Saat melewati Clara. Mahesa, mengucak rambut gadis itu. Membuat Clara, berteriak.

“Kakak!” Clara terlihat kesal karena rambutnya jadi berantakan. Renata dan Kusuma tersenyum melihat ulah anak-anak mereka.

“Kak Amara lihat nih, ulah suamimu.” Clara mengadu pada Amara. Amara tersenyum menanggapinya.

Saat selesai makan, Renata mengatakan rencananya mengadakan resepsi pernikahan untuk Mahesa dan Amara.

“Iya Ma, aku setuju,” sambut Clara.

“Ma, bagaimana, kalau kita juga mengadakan di Pulau Seliu. Kita buat acaranya seperti pesta rakyat gitu. Dengan mengadakan hiburan seni tradisional daerah Belitung?”

“Iya Kak. Aku setuju!”

Amara tersenyum melihat Clara yang begitu antusias. Amara menyerahkan semua keputusan pada Mahesa dan kedua orang tuanya. Dia menurut apa yang terbaik. Amara jadi rindu pada kedua orang tuanya.

“Amara... sudah mandinya? Sudah mau masuk waktu subuh.” Terdengar suara Mahesa di depan pintu. Amara segera tersadar.

“Iya, Bang. Sebentar,” sahutnya sambil segera menyelesaikan mandi.

Dua hari lagi mereka akan pulang ke Belitung. Mahesa sudah membeli tiket. Rencananya semua ikut. Kecuali Kusuma Wijaya. Mungkin dia akan menyusul.

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerpen keren

06 Oct
Balas

Terima kasih Bun

06 Oct

Seru cerpennya

07 Oct
Balas

Alhamdulillah... Terima kasih Bu

07 Oct

Lanjuuut Bun.. setia menanti... keren

08 Oct
Balas



search

New Post