NENDEN HERNIKA

Lahir di Subang, dan sejak tahun 1993 tinggal di Bojongmangu Kabupaten Bekasi, menjadi guru SDN Bojongmangu 03 Berusaha mengubah rintangan menjadi peluang,...

Selengkapnya
Navigasi Web

BEKAL DAN UANG JAJAN ANAK SEKOLAH SEKARANG

Tantangan Menulis Hari Ke-26

Pagi tadi saya bertanya pada anak yang kemarin tidak masuk sekolah tanpa kabar berita.

Jawaban anak sangat jujur, “tak punya bekal, Bu.”

Tentu saja jawaban itu membuat saya terperangah. Hanya karena tak punya bekal anak tidak mau sekolah? Padahal jarak rumah tak terlalu jauh, tak ada angkot di sini, jadi anak biasa jalan kaki. Bekal untuk apa? Jajan?

Ya, akhir-akhir ini memang saya melihat semacam “budaya” dimana anak pergi ke sekolah wajib bawa uang untuk jajan. Tak hanya sekolah, ngaji pun bawa uang. Sangat jauh sekali perbedaan dengan jaman saya dulu sekolah, pergi sekolah ya pergi saja, tanpa uang jajan sepeser pun. Diberi bekal hanya sekali-kali saja.

Saya kemudian bertanya pada anak-anak yang lain, berapa bekal mereka setiap hari. Jawabannya sungguh mencengangkan. Mereka diberi bekal minimal 5.000, rata-rata 10.000. Ada juga yang diberi bekal 20.000. Woww…! 10 ribu perhari, jika waktu sekolah dalam sebulan 24 hari, artinya orang tua mengeluarkan uang 240.000/bulan. Jika sehari 20.000, berarti sebulan 480.000. Itu bekal untuk sekolah saja. Jika sore hari anak-anak pergi ngaji, maka bekalnya lain lagi. Artinya, pengeluaran orang tua untuk bekal saja sangat fantastis. Geleng kepala dong, masih SD tapi pengeluaran bulanan bekal sekolah sungguh lumayan, padahal umumnya mata pencaharian orang tua di sini adalah buruh tani, yang tentunya tak setiap hari menghasilkan uang.

Pantas saja banyak orang tua yang mengeluh menyekolahkan anak, karena ternyata meskipun sekolah gratis tapi ada pengeluaran jajan yang tak bisa dielakkan. Untuk membawa bekal nasi ke sekolah pun sepertinya masih belum bisa dilaksanakan oleh murid-murid di sini, alasannya malu tak punya lauk. Duh, padahal jika lapar sungguh enak makan dengan asin pun.

Fenomena uang saku anak di sini yang lumayan besar memang pernah menjadi bahasan saat rapat orang tua. Kami pihak sekolah sering meminta agar orang tua tidak memberikan bekal uang yang besar pada anak. “Beri saja bekal makanan, bawa minum dari rumah, jadi anak tidak jajan,” begitu pernah saya sampaikan baik pada saat rapat maupun jika sedang ngobrol langsung di luar sekolah. Jawaban orang tua juga bikin geleng kepala, “Karunya, Bu, bisi batur jajan anak abdi tibang molohok!”

Diakui oleh kami, keberadaan pedagang di lingkungan sekolah sungguh sangat tidak bisa dihindari. Dari mulai tukang es, tukang wuduk, tukang seblak, tukang mainan, cilok, cilor, pagi-pagi sudah nongkrong di depan dan belakang sekolah. Berkali “diusir”, tetap datang dan datang lagi. Mereka memang tidak dagang di dalam lingkungan sekolah. Tapi sebelum masuk dan waktu istirahat, anak-anak tetap leluasa jajan, karena pedagang itu “nongkrong” di luar sekolah. Lingkungan sekolah kami juga belum sepenuhnya dipagar, sehingga anak-anak leluasa ke luar sekolah.

Yach, diakui oleh kami, kondisi itu adalah kelemahan kami. Kami tak bisa terus menerus “mengusir” pedagang itu. Masih ada sisi kemanusiaan yang tetap ada, karena mereka, para pedagang itu sedang mengais rizki.  

Semoga ke depan kondisi ini bisa segera diatasi, karena bagaimanapun, mengarahkan agar anak hidup hemat, adalah bagian dari pendidikan. Bagaimana dengan di sekolah teman-teman?

 

Bekasi, 26 Januari 2022

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post