Rasa ini begitu terpuruk ketika mendengar kabar tentang kegagalanku mengikuti tes masuk perguruan tinggi negeri, sudah terbayang predikat penggangguran melekat di dalam benak. Ah… sungguh malu rasanya bila mendapatkan predikat itu.

Kekecewaan, kekesalan dan kemarahan bergemuruh di dalam dada, ingin rasanya berteriak sekeras-kerasnya. Pengangguran…Pengangguran…Pengangguran… itu yang menari-nari di pelupuk mata, bayangan orang mencemooh.

Akhirnya aku memutuskan untuk tinggal di rumah nenek di kota Cirebon. Di kota udang ini aku diberi tugas oleh nenekku untuk membuang sampah dan memberi secangkir kopi kepada Mang juhe yang setiap hari mengambil sampah dari rumah ke rumah warga. Selain sercangkir kopi aku juga diminta untuk memberikan satu atau dua pototng kue kepada Mang Juhe. Pekerjaan ini merupakan pekerjaan rutin yang setiap hari kukerjakan.

Sebenarnya aku benci sekali dengan pekerjaan ini selain kotor, jijik dan Mang juhe itu sangat menyebalkan sekali. Mang Juhe yang selalu sok akrab, selalu banyak tanya dan selalu ingin bercerita tentang apa saja yang ingin dia ceritakan. Apalagi sikap sok taunya itu, iiih…. ingin rasanya cepat-cepat menutup pintu agar wajah menyebalkan dari Mang Juhe hilang dari hadapanku.

Hari ini seperti biasanya nenek sudah menyiapkan makanan kecil untuk diberikan kepada Mang Juhe… namun, Mang Juhe tak kunjung datang, waktu terus bergulir sampai sore hari Mang Juhe masih juga belum datang. Esok harinya Mang juhe juga tidak datang, begitu seterusnya sampai seminggu. Sampah semakin hari semakin menumpuk dan bau yang sangat menyengat, selain itubanyaknya lalat yang sangat mengganggu. … aku baru menyadari ternyata tanpa kehadiran Mang juhe sangat berguna terutama untuk kesehatan dan kebersihan rumah. Oh Mang Juhe …. ada dimana dirimu?

Akhirnya aku dapat kabar ternyata Mang Juhe sakit. Mang Juhe…. maafkan aku… semoga cepat sembuh ya Mang juhe. Insyaa Allah nanti aku akan lebih ikhlas melayanimu,,, aamiin.