Ketika hati mulai becerita tentang cinta, tekanan darahnya merendah. Dia mulai menghitung berapa sel darah merah yang tersisa, seketika kabarnya tersebar ke setiap sudut bilik yang kemudian tersimpan penuh dalam jantung hidupnya. Tampak sangat jelas raut wajah pucat bagai tak bernyawa. Ditambah, bibirnya tak henti berceloteh menyuarakan suara hati dengan sesekali gigi – giginya saling beradu dan mengigit lidah. Cinta yang merasa benar berusaha mendekati hati, dia menyakinkannya tentang kebenaran dirinya, hati yang terluka sengaja membisu, menikmati rayuan cinta yang semakin lama semakin meragu. Cinta menjauh karena hati tak juga membuka dirinya. Dia merasa kalau hati sudah tak mampu memahaminya. Hati tetap diam, ia ingin cinta terus menggodanya sampai paru – parunya kembang kempis mendengarnya. Namun tanpa sepengetahuannya, Cinta menghilang tak memperdulikan hati kembali. Hati terus bertanya, “kemana cinta?”, “kemana cinta?”. Kemudian, hati yang hampa terus mencari cinta. Hati merasa sepi dan terluka sendiri. Semakin lama, hati terbiasa sepi sendiri. Segala ruang tertutup untuk setiap rasa yang ada. Hati mati suri. walau cinta dalam wujud lain menghampiri, ia tetap tak peduli. Ketika dia pergi menyepi, cinta kembali menyapanya. Hati bertanya kembali, “kemana cinta?”. Cinta tersenyum dan berkata, “ aku disini, disampingmu, dan selalu ada dalam hatimu. Hati menangis sambil memeluk pahatan kayu didepannya, sebuah nisan bertuliskan “Cinta Ayunda”.