Neneng Rahmia

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

KUTA BUKAN KOTA

KUTA BUKAN KOTA

Oleh: Neneng R. Agustini, S.Pd

Guru Bahasa Sunda SMPN I Cipeundeuy

Kuta, adalah sebuah kampung adat yang berlokasi di Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat.

Disebut Kampung Kuta dikarenakan berada dilingkungan bukit dan gawir nangtawing (Ind. Tebing), seperti dikuta (Ind. Jurang), maka kampung ini disebut Kampung Kuta.

Penduduknya masih memegang teguh tradisi dari leluhurnya. Keadaan rumah tidak ada perubahan sejak zaman dahulu, tidak ada rumah yang ditembok,apalagi dibeton dan dikeramik. Bentuk bangunanan harus selalu seperti pondok atau rumah panggung, semua bahan dan aksesoris harus dari bahan kayu dan bambu. Atapnya dari ijuk atau rumbia, tidak boleh dari genteng, yang menjadi sebab adalah kalau atapnya dari genteng jika pecah tidak akan kembali jadi tanah, akibatnya akan mengotori perkampungan, dan bentuk rumah juga harus rumah panjang. Tidak boleh bangunan leter L atau leter U, dan dilarang menghadap ke timur.

Mungkin ada benarnya juga, karena sudah terbukti kalau rumah panggung itu tahan roboh jika ada bencana gempa bumi daripada rumah yang bahan bangunannya dari tembok, dan untuk kesehatan sangat mendukung karena sirkulasi udara lebih lancar.

Di sekitar Kampung Kuta ada hutan belantara yang disebut Leuweung Gede, hutan tutupan tersebut oleh penduduk dianggap hutan keramat, makanya juka ada yang akan masuk hutan itu banyak sekali pantrangannya, diantaranya tidak boleh mengenakan alas kaki (sendal atau sepatu), harus nyeker atau telanjang kaki, tidak diperkenankan bersiul atau juga meludah, tidak boleh memakai baju dinas, juga tidak boleh memakai baju berwarna hitam, tidak boleh berbicara sompral dan berbuat keributan, tidak boleh kencing apalagi buang air besar, tidak boleh mengganggu segala yang ada di hutan, jangankan untuk menebang kayu, mengambil ranting yang jatuh saja tidak diperbolehkan, apalagi kalau sampai membakar. Penduduk Kampung Kuta sangat percaya, jika melanggar aturan tersebut akan tertimpa malapetaka.

Kalau difikir oleh akal kita, memang banyak benarnya, jika hutan dirusak, maka akan timbul berbagai petaka, susahnya mendapatkan air, bencana erosi, longsor, dan lain sebagainya. Apa lagi hidup makhluk sangat tergantung pada keberadaan air. Kita bisa merasakan bagaimana sehari saja tidak ada air akan lebih repot daripada tidak makan. Makanya disekitar Kampung Kuta masih bisa dilihat dan dirasakan suburnya air dari mata air pegunungan walaupun dimusim kemarau.

Di dalam perkampungan dilarang membuat sumur. Seperti hal sepele, tapi pantangan itu sungguh bagus, karena dengan begitu penduduk tidak sembarangan dan berlebihan untuk menggali tanah untuk keperluan air, maksudnya sangat jelas agar cadangan air dalam tanah tidak habis, dan tanah tidak labil.

Pantangan lainnya dari Kampung Kuta ini yaitu tidak diperbolehkan memakai perhiasan mewah, tidak boleh memperlihatkan hal-hal yang berhubungan dengan kemewahan duniawi, termasuk pangkat dan jabatan, kita disuruh hidup sederhana.

Di Kampung Kuta, kita tidak akan menemukan tempat pemakaman, di Kampung Kuta tidak diperbolehkan memakamkan mayat, mereka beranggapan bahwa Kampung Kuta tempat mahluk hidup bukan tempat mahluk yang sudah mati, kalau larangan itu tidak dilaksanakan, maka akan datang penyakit yang tidak ada obatnya.

Menyimak tatakrama yang begitu kuat yang dijalankan di Kampung Kuta, sungguh membentuk karakter penduduk di kampung Kuta sudah terbentuk sejak dini, larangan-larangan yang diterapkan membuat penduduknya tidak sembarangan untuk melanggar aturan-aturan tersebut.

Kita bisa memetik pelajaran yang sangat berharga, walaupun pelajaran itu didapat dari kehidupan sebuah perkampungan yang jauh dari peradaban kota, pembiasaan kehidupan yang harus dijalankan di kampung Kuta sudah ditanamkan sejak dini, agar tatanan kehidupan tidak melenceng keluar jalurnya, dan kebiasaan baik suatu lingkungan akan merubah individu untuk selalu dijalan yang baik, tidak hanya untuk penduduk Kampung Kuta saja, tapi juga untuk orang-orang di luar Kampung Kuta yang ingin selalu memancarkan aura positif bagi dirinya.

Tentu saja, pembiasaan ini dilaksanakan dan diperkenalkan sejak dini dimulai dari keluarga, lingkungan terkecil, agar anggota keluarga mengetahui dan melaksanakan aturan-aturan yang berlaku dan disampaikan juga konsekwensi jika melanggar aturan tersebut.

Kuta bukan kota, tapi kesederhanaannya bisa memberi pelajaran berharga pada siapapun bahwa alam yang diciptakan oleh Sang pencipta bukan untuk diruksak, tapi untuk dipelihara dan dimanfaatkan sebaik-baiknya, dan kita bisa memahami arti dari mencintai alam.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post