Pengalamanku
Pengalamanku
(Bagian I)
Pengalaman adalah guru yang sangat berharga. Alasan inilah mendorong orangtua saya tetap membawa semua anaknya saat penempatan pertama ke luar negeri. Saya dan adik saya ikut orang tua di Rabat, Maroko. Sementara kedua kakak (SMA), dimasukan ke Sekolah Indonesia di Den Haag, Belanda. Bukan hal mudah untuk memutuskan. Kendala bahasa dan biaya hidup pastinya menjadi pertimbangan. Hampir separuh gaji bapak teralokasikan untuk biaya kedua kakak saya yang saat itu tinggal di asrama. “Tidak apa bapak tidak punya tabungan, yang penting kalian semua punya pengalaman ke negeri orang dan belajar”. Itulah kalimat almarhum bapak yang masih saya ingat. Bagaikan embun penyejuk di pagi hari. Saya merasakan energi semangat yang luar biasa dari bapak.
Belajar dengan bahasa pengantar bukan bahasa ibu, pastinya menjadi kendala. Maroko, negara yang pernah menjadi jajahan Perancis, terletak di ujung Utara benua Afrika. Selama kurang lebih tiga tahun (1987-1989) saya menyelesaikan jenjang SMP dengan pengantar bahasa Perancis. Tekad saya kala itu hanya satu “saya harus bisa”.
Waktu belajar Senin sampai Jum’at, pukul 08.00 sampai 12.00 dan masuk kembali pukul 14.00 sd 17.00. “Sudah mirip full days school ya?”, perbedanya hanya waktu istirahat siang, kami pulang ke rumah masing masing untuk sholat dan makan siang.
Disamping jadwal belajar reguler, sekolah memfasilitasi kelas bahasa bagi siswa asing. Saya masih ingat sempat satu kelas dengan teman dari Yugoslavia, Portugal, dan Korea. Kelas tambahan dilaksanakan setiap Rabu sore.
Usaha untuk memperlancar bahasa Perancis tidak berhenti di sekolah. Setiap dua kali sepekan saya mengikuti kursus di lembaga bimbingan belajar. Waktu belajarnya malam hari pukul 19.00 hingga 21.00. Selain itu ada Madame Brigitte (salah satu pegawai KBRI), datang ke rumah setiap waktu libur untuk membantu saya dan adik belajar. Wanita kulit putih kelahiran Perancis, tinggi langsing, berambut keriting, dan kaca mata tebal dengan sabar mengajari kami. Itu yang masih terbayang oleh saya.
Inilah secuil cerita. Dari pengalaman, saya belajar bagaimana mengenal budaya dan cinta. Cinta orang tua kepada anak dan budaya yang menguatkan. Semoga semangat mereka menjadi bahan bakar saya untuk terus berkarya.
Penulis adalah Peserta Bimtek Literasi tahap II
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar