Assalamualaikum, Amerika part2
#Tantangan30harimenulis hari ke-16
Petugas itu meminta pasporku. Aku masih mikir-mikir penuh kekhawatiran, namun aku berusaha tetap terlihat tenang. Tambah lagi kabar dari suami yang kutunggu-tunggu juga belum datang untuk memastikan apakah dia melihat power bankku tertinggal.
Kembali ke saat hendak meninggalkan Batam dua hari lalu. Malam itu tanggal 16 April 2019. Kegugupanku tidak dapat kututupi ketika suami tidak bisa membantu apa-apa saat-saat aku mau berangkat. Bukan dia tidak mau, tapi tidak bisa karena tugasnya sebagai ketua KPPS di kompleks perumahanku. Besok, 17 April 2019 akan dilaksanakan pemilu serentak pilpres dan Pileg, pas di hari keberangkatanku. Sialnya, tanggal pelaksanaan pemilu itu baru kuketahui setelah aku terlanjur membeli tiket American Airlines melalui traveloka. Tiketnya Changi-New York seharga Rp12.732.800 sudah confirmed. Jadi semua sudah menjadi risikoku, jika suami tidak bisa bantu.
Ketika aku sibuk packing-packing di ruang tengah rumahku yang minimalis, suamiku malah sibuk dengan panitia lain/petugas TPS di teras luar. Ada juga yang lalu lalang ke dalam rumah mengangkat kardus-kardus kotak suara dan berbagai perlengkapan pemilu yang diamankan di rumahku, sebelum besok pagi dibawa ke TPS. Barang-barang itu diletakkan berdekatkan dengan koper-koperku yang masih terbuka karena belum selesai packingku. Jatah free bagasi untuk penerbangan international dengan American Airlines 2 x 23kg plus 1 tas kabin itu kumanfaatkan maksimal. Di tengah rumah itu masih teronggok berbagai jenis barang bawaanku baik itu makanan, pakaian, dan berbagai perlengkapan lain yang hendak kubawa. Aku membawa 2 kg beras, rice cooker kecil, mie instan, saos tomat, dan sambal botol yang sewaktu-waktu bisa dieksekusi di sana.
Awalnya ada rencana bawa rendang, tapi ada temanku di Amerika yang mengingatkanku karena segala makanan berbahan daging dan ayam tidak boleh masuk. Selain itu aku juga mencari info lewat internet apa yang boleh dibawa masuk dan apa yang tidak. Karena info temaku juga, mie instan yang aku bawa tidak boleh rasa ayam atau daging karena nanti ketahuan di saat masuk akan dibuang. Selain itu, teman yang lain yang punya saudara yang pernah bekerja di Amerika juga menceritakan pengalaman saudaranya itu yang terpaksa melihat dengan pilu ketika rendang 2 kg yang dibuat menggunakan daging pilihan itu, yang akan di eksekusi hemat-hemat di Amerika malah dengan entengnya dibuang petugas ke tong sampah yang disiapkan dekat petugas imigrasi. Terbayang Ga pilunya. Jatuh ke dalam si air mata. Hiks..
Masih untung kalau dibuang saja, kalau ketahuan bohong dengan bawaan kita malah bisa kena denda. Dendanya mencapai 10.000 dollar, jika dikurskan ke rupiah sekitar 140 jt. Gila! Aku tidak mau ambil resiko.
Selain itu aku bawa ikan asin bulu ayam, ada teh prenjak, ada bumbu pecal, ada kerupuk merah Padang; konon jenis ini tidak ditemukan di sana. Aku juga bawa bendera 2 lembar. Bendera kebanggaan merah putih, satu ukuran besar dan satu lagi agak kecil. Nasionalisme kan, aku?? Hehe...
Kardus-kardus dan perlengkapan pemilu lain yang terletak berdampingan dengan koper dan barang packinganku membuat fokusku sedikit terganggu. Mungkin karena itu juga aku tidak tahu power bankku ada dimana.
Pagi tanggal 17 April setelah mencoblos aku siap-siap berangkat ke Singapore. Terjawab sudah mengapa ketika mau berangkat aku tidak diantar suami. Jangankan mengantarku ke Bandara Changi, ke pelabuhan Ferry pun tidak. Bahkan membantu mengangkat koperku, menaikkan ke mobil pas mau berangkat juga tidak. Semua karena tugas negaranya sebagai Ketua KPPS yang tidak mungkin dia tinggalkan. Bentuk tanggung jawab tugas negara yang diamanahkan padanya. Aku harus berlapang dada.
“Do you bring ..... ?“ pertanyaan dari si ‘FBI’ itu mengagetkanku. aku tidak terlalu mendengar pertanyaannya.
“Sorry” kataku sebagai ucapan minta ia mengulangi kembali apa yang dia tanya barusan.
“How much money do you bring, ten thousands, or more?” tanyanya lagi. Aku berpikir aku akan kena dendakah, sehingga ia menanyakan berapa saya bawa uang. Untung otakku bekerja cepat. Aku ingat batasan uang tunai yang boleh dibawa ketika memasuki negara lain. Bahkan tadi dekat antrian juga ada pamflet berdiri tentang apa yang boleh dan tidak boleh di area kami antre. Termasuk tentang batasan membawa uang cash maksimal 10.000 dollar. Kalau lebih dari batasan harus dilaporkan.
“No, just... less than one thousand” kataku mantap.
Aku ingat betul aku membawa uang cash US$700 yang beberapa hari lalu aku tukar di Money Change, Batam. Selain itu aku bawa 500 dolar singapore, tapi sudah kubelanjakan sebagian di Vivo City Singapura. Kubelikan sebuah tas hitam yang bisa kusandang, bisa juga kujadikan ransel biar aku nyaman berjalan karena tas yang aku bawa berbahan kulit itu cukup berat. Kosong saja sudah berat apalagi sudah banyak isi, kalau dibawa jalan bahuku terasa sakit.
“Ok” katanya sambil sedikit mengangkat bahu mengembangkan tangannya seperti tanda setuju, dengan senyum kalem dan tampak ramah membuat kegugupanku sirna.
Petugas Itu membawaku ke jalur khusus samping antrian 4 lajur. Di sana ada layar monitor seperti monitor cek otomatis. Dia pencet-pencet beberapa tombol, ia scan pasporku, dia geser geser beberapa menu di layar sentuh itu sambil menanyaiku.
“Do you bring food”
“Yes”
“What kind of food. Fruit? Vegetables?”
“No” kataku karena aku tahu buah-buahan, sayur-sayuran, dan apa saja yang berbentuk tanaman termasuk kategori benda terlarang masuk negara ini karena dikhawatirkan membawa hama.
“Meat?”
“No”
“Chicken”
“No”
Masih ada beberapa pertanyaan lagi sesuai dengan form Customes Declaration, semacam surat pernyataan tentang barang bawaan, yang sudah aku isi di pesawat, semua kujawab dengan tenang bahkan kadang seperti bicara dengan teman saja. Dia pun terlihat terkadang mencentang kotak-kotak di monitor sesuai dengan jawabanku. Semua berjalan lancar dan cepat.
“Ok, you can go” katanya mengembalikan pasporku. Mengarahkan aku ke pintu keluar menuju tempat pengambilan bagasi. Aku lihat antrean tempatku berdiri tadi masih panjang. Bahkan kulihat orang-orang yang di depanku tadi masih lumayan jauh jauh sampai gilirannya. Sepertinya petugas counter itu cukup menjelimet mengecek satu-persatu. Aku merasa beruntung sekali. Ternyata pikiran burukku tentang hijabku di negeri Paman Sam itu tidak terbukti. Ya, Allah aku bersyukur. Terima kasih ya, allah telah engkau kirim malaikat berkulit hitam ini untuk memudahkanku.
Singkat cerita, 2 koper besar yang tadi kubagasikan, 1 tas kabin, dan 1 tas tangan sudah aman bersamaku. Aku mikir-mikir untuk ke hotel yang kupesan juga lewat traveloka namanya Vanderbilt YMCA, di Manhattan.
Berdasarkan informasi yang sudah kucari sebelumnya untuk naik taksi ke sana sebaiknya taxi bandara saja. Karena kalaupun pakai Uber harganya sama saja.
Maka aku pun langsung mengambil taksi sesuai petujuk arah taxi stop yang kulihat di sana. Sambil antre dengan calon penumpang lain di jalur yang sudah ditentukan itu, aku buka google map jarak Bandara JF Kennedy ke hotel lebih kurang lebih 30 menit.
Saatnya tiba giliranku. Aku naik dan kusampaikan tujuanku Vanderbilt YMCA 224 East 47th street, Manhattan. Sopirnya masukkan alamat itu ke sistemnya dan muncul tarif, tapi aku lupa tarif awalnya. Mataku selalu ke layar HP memandang jalur google map, takut juga kalau nanti dia bawa aku mutar dulu atau ke jalur yang lain biar lebih panjang seperti halnya dulu pernah kualami di ibukota negaraku. Tapi mudah-mudahan dengan adanya google map hal itu tidak akan terjadi lagi.
Tidak sampai setengah jam aku sudah sampai di tujuanku. Kulihat argonya $73. Aku berikan uang cash 80 dollar kalau dirupiahkan senilah 1.136.000 rupiah. Sopirnya langsung bilang ‘ok’ tanpa memberikan kembalian. Dia membantu menurunkan barangku di depan pintu hotel. Sebuah pintu kaca yang sepintas dari depan menyerupai pintu sebuah kantor itu.
“My change” kataku menagih kembalian.
Sopir taksi keturunan India itu bicara bla bla bla dalam bahasa Inggris yang tidak terlalu jelas kupahami. Ada kata-kata ‘tips’ yang tertangkap olehku. Aku menyimpulkan sisanya sebagai tips dia.
“Ya sudah, lantaklah situ” kataku menggunakan bahasa melayu yang pasti tak dia pahami itu. Hahaha..
Next, Akupun dengan susah payah, mengeser satu persatu dari tiga koperku untuk memasuki pintu kaca itu. Padahal hotel berbintang, meskipun bintang dua. Tidak ada bell hopnya yang menyambutku. Memasuki pintu kaca itu di kiri dan kanannya ada lift. Beberapa meter dari pintu masuk ada meja yang merupakan pos security menghadap ke pintu masuk. Ada 2 security di sana keduanya berkulit hitam, satu berbadan besar kurang lebih seperti yang kutemui di Bandara. Suaranya besar terkesan tidak ramah menegur orang-orang yang masuk atau orang yang berdiri di dekat lift. Aku yang menggeser koper-koperku yang berat itu tidak ditolongnya, hanya dipandanginya. Satu lagi bertubuh sedang.
Aku mendekati meja mereka menanyakan receptionist. Diapun menunjuk ke arah depan sebelah kanan dia. berarti di sebelah kiri tempat aku berdiri saat itu.
Setelah yakin barang-barangku aman, aku menuju receptionist hotel, ada satu orang di depanku sedang dilayani. Setelah tiba giliranku akupun menyodorkan itenary traveloka yang sudah aku print. Ternyata aku harus bayar tambahan 30 dolar untuk tax. Aku dapat kamar di lantai 10.
Setelah urusan dengan resepsionis selesai aku dekati koper-koperku memikirkan bagaimana membawanya. Tidak mudah membawa tiga koper besar-besar itu tanpa ada yang membantu. Aku tanya lagi ke receptionist.
“Any body can help me?” kataku sambil menunjuk ke arah koper-koperku.
Dia jawab dengan menunjuk ke arah security berkulit hitam yang sejak aku masuk tadi selalu terdengar suara besarnya dan terkesan kasar. Di saat aku menuju security aku dengar suara seorang perempuan.
"Apa kabar?"
Kucari sumber suara, kulihat seorang perempuan tua, usia sekitar 70 tahun memandangku.
Belum habis kebengonganku.
"Baik"
"Dari Indonesia atau Malaysia"? tanyanya lagi.
"Indonesia" jawabku.
Agak masih kurang percaya di negeri dongeng ini ada yang menegurku dalam bahasa Indonesia.
"Ibu?" tanyaku balik
#bersambung
Bagaimana security itu memperlakukanku?
Siapa perempuan ini apakah dia juga malaikat berikutnya yang dikirimkan Tuhan untukku?
#Dari pengalaman pribadi
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Seru...nanti terbitkan ya!
wow...penasaranditunggu kisah selanjutnyasukses selalu
Mantap bu nancyy
Mantap bu nancyy
Mantap bu nancyy
Mantap bu nancyy
Mantap bu nancyy
Keren Bu. Mantap pengalamannya.
Waauu pengalaman yang luar biasa
Wah..kalau ada duit pengen deh..hehehe..ditunggu kelanjutannya bu
jadi kepo bun
Lanjut bu kisah perjalanan nya..salam kenal bu
Seru sekali Bu petualangannya, penasaran sama lanjutannya...salam sukses selalu
Ada rasa bangga di hati ini.setiap membaca tulisan ibu... lanjutkan ya.di tunggu cerita selanjutnya.
menarik cerita pengalaman Ibu. Kutunggu sambungannya...
Keren Bunda. Salam literasi, salam hangat, sukses selalu.
mantap buk
mantap
Seru Nensy
Seru ceritanya bu
seru sekali.perjalanan yang keren
Kapan up nya ditunggu
Kapan up nya ditunggu
Kapan up nya ditunggu
Alhamdulillah lancar Pemeriksaan visanya .Dari cerita koq sy nggak berani pergi sendiri.. Ibu hebat..Salam Hangat dan Salam sehat dari kami
Mantap mah buk kalau di buek Novel
Lanjut buu...